(Penulis: Freddy Sinurat, Profesional Perkebunan Sawit)
Iklan itu gagal ditayangkan. Padahal, pembuatnya berencana menghebohkan masyarakat Inggeris melalui penayangan iklan itu pada jaringan televisi selama musim Natal 2018. Musim Natal memang paling pas untuk beriklan besar-besaran, sebab di Eropa berlangsung musim dingin dan banyak orang memilih tetap di rumah daripada keluyuran bepergian. Saat berada di rumah maka televisi pun menjadi pusat perhatian sehingga iklan pun menjadi sangat efektif.
Iklan itu berupa film animasi (kartun), disiapkan dengan durasi 1 menit dan 31 detik, berjudul “Rang-tan the story of dirty palm oil”, dimulai dengan aksi seekor anak orang utan bernama “Rang-tan” memasuki kamar seorang anak perempuan lalu mengobrak-abrik isi kamar sebagai bentuk protes dan rasa kebingungan karena hutannya telah diobrak-abrik manusia untuk membangun kebun kelapa sawit.
Si anak perempuan lalu memberi perhatian pada Rang-tan dan bersumpah akan menulis dan mengajak teman-temannya di seluruh dunia untuk menyelamatkan orang utan demi masa depan bersama.
Film diisi dialog dengan kalimat puitis oleh aktris Inggeris Emma Thompson sebagai pengisi suara si anak perempuan dan si Rang-Tan. Pada bagian penghujung film ditutup dengan teks: “Dipersembahkan untuk 25 orang utan yang hilang setiap hari. Sampai semua minyak sawit tidak menyebabkan penghancuran hutan hujan sama sekali, kami menihilkan minyak sawit dari semua label produk kami. Iceland” [BBC, 14 November 2018].
Apapun tujuan iklan itu, penayangannya niscaya menimbulkan dampak buruk bagi industri minyak sawit Indonesia dan Malaysia, sebab isi pesannya menyama-ratakan seluruh pelaku industri minyak sawit di Indonesia dan Malaysia, menjadikan semuanya sebagai penjahat lingkungan yang bertanggung jawab terhadap deforestasi dan keterancaman keanekaragaman hayati khususnya orang utan.
Barang siapa melihat iklan itu, dan tidak berusaha mencari informasi penyeimbang, sangat mungkin tersesat dan tiba pada kesimpulan keliru misalnya: “minyak sawit jahat”, “minyak sawit merusak” atau “minyak sawit kotor”. Iklan dibuat dalam format film kartun tentu saja agar menjadi perhatian penonton dari segala usia, orang tua dan anak-anak. Jika ditonton oleh anak anak maka dampaknya bisa lebih panjang, ekstra satu generasi, 25 tahun.
Iklan itu dibuat oleh Greenpeace, atas pesanan dan untuk digunakan oleh jaringan supermarket bernama “Iceland”. Kegagalan penayangannya disebabkan tidak keluarnya persetujuan dari Clearcast, suatu organisasi yang berfungsi menilai kelayakan suatu iklan ditayangkan ke publik berdasarkan kriteria yang berlaku di Inggeris.
Clearcast menyatakan iklan itu melanggar aturan periklanan namun bukan karena isinya, melainkan karena pembuatnya adalah Greenpeace sebagai organisasi yang bertujuan politik, sehingga iklan itu tidak layak tayang. Inggeris melarang iklan yang dimasukkan atau mengatasnamakan organisasi yang tujuan utamanya bersifat politik, dan Greenpeace termasuk organisasi jenis itu. Clearcast menyatakan bahwa: “Greenpeace harus membuktikan bahwa iklan itu bukan iklan politik, namun kenyataannya Greenpeace tidak bisa melakukannya”.
Meski gagal tayang di televisi, Richard Walker, Direktur Pelaksana Iceland, pada blog pribadinya menuliskan bahwa pelarangan itu justru membuat iklan mereka semakin populer di internet (Youtube, Twitter, Facebook dll) dan telah disaksikan lebih dari 70 juta kali dan masih terus bertambah.
Sekarang zaman informasi. Perangnya pun perang informasi. Informasi menyesatkan dari pihak lawan mesti diimbangi dengan informasi yang benar. Namun kenyataannya internet sebagai saluran informasi yang paling hebat sekarang ini lebih didominasi oleh informasi dengan konten negatif mengenai industri minyak sawit.
Pihak yang tidak suka dengan minyak sawit lebih rajin mengisi internet dengan informasi daripada pihak yang berada di dalam industri minyak sawit yang entah karena terlalu sibuk dengan bisnisnya atau karena kurang kepedulian. Sadar atau tidak sadar, pihak yang tidak suka kepada industri minyak sawit kini bisa mempengaruhi anggota keluarga kita, di rumah kita sendiri, di dalam kamarnya sendiri, melalui gadget yang digunakannya: smartphone, Ipad, notebook, PC, melalui kanal-kanal seperti Youtube, Twitter, Facebook, Blog, dengan tulisan maupun video. (Bersambung)