Penulis: Dr. Purwadi*
Setiap 18 Nopember kita memperingati hari sawit, saat ini semua pelaku happy, harga CPO yang tinggi bahkan diatas ekspektasi pasar dan analisis pakar membuat perusahaan perkebunan ekses profit yang besar, para petani memperoleh harga TBS yang tinggi sehingga memperoleh pendapatan yang besar. Iklim relatif normal pada 2 tahun terakhir membuat potensi produksi dapat diperoleh sesuai pemeliharaan tanamannya. Masa pandemi yang membuat sebagian besar unit bisnis lain rugi hingga bangkrut, ternyata sama sekali tidak berdampak signifikan pada perkebunan kelapa sawit.
Bahwa pada saat pandemi berdampak pada produsen minyak sawit lainnya seperti malaysia, telah memberikan peluang bagi Indonesia karena penawaran dunia yang tidak normal dan kelebihan permintaan membuat harga menjadi tinggi. Kebijakan mandatori biodisel presiden Jokowi, juga efektif menjaga keseimbangan penawaran dan permintaan hingga harga tetap terjaga tinggi. Pandemi juga tidak berdampak signifikan pada permintaan minyak nabati, baik sebagai minyak sayur, bahan baku industri turunan maupun biodisel. Perusahaan perkebunan kelapa sawit untung besar, petani sawit pendapatan bersih meningkat semua hepi. Tahun ke 110 kelapa sawit Indonesia akan tercatat sebagai “sejarah hepi kelapa sawit Indonesia ”Bagaimana kita menjaga untuk mempertahankan bagi kemakmuran bangsa dan petani sawit indonesia.
Kondisi yang hepi pelaku perkebunan kelapa sawit, bukan berarti tanpa tantangan, selama beberapa tahun tantangan datang dan pergi, mulai dari isu lingkungan, isu HAM, isu konflik sumberdaya alam dan sumberdaya lahan, isu-isu sosial dan budaya, isu kemitraan industri dan sederet isu lain. Namun Kelapa Sawit memang sebuah entitas bisnis yang luar biasa, “dibutuhkan tapi juga dibenci”.
Tahun 2020-2021 disaat dunia sedang dilanda pandemi ternyata kebutuhan akan minyak sawit mengalahkan isu-isu yang berkembang termasuk kampanye negatif. Kebutuhan dan masyarakat dunia akan CPO tidak bisa terhalangi, dan defisit suplai dan permintaan ini terus mengangkat keragaan harga CPO.
Sejarah perkembangan komoditas perkebunan secara umum menunjukan pola siklus 6-8 tahun, seiring dengan perkembangan arus informasi oleh perkembangan teknologi informasi, pola siklus itu menjadi lebih pendek disekitar 2-4 tahun. Namun demikian dalam trend jangka panjang harga komoditas cenderung terus menurun, dan di sisi lainnya harga sarana produksi pupuk kimia dan kimia pertanian lainnya cenderung meningkat. Ini mengarahkan kita pada sebuah kondisi daya saing dan margin keuntungan yang menurun. Pemanfaatan teknologi dan peningkatan ketrampilan SDM dan manajemen, kemitraan startegis, regulasi promosi dan proteksi dapat mengarahkan pada upaya meningkatkan daya saing yang kompetitif.
Keberlanjutan kelapa sawit akan sangat tergantung dari daya saingnya pada minyak nabati lain dan penemuan produk substitusi dan atau alternatif. Teknologi saat ini masih menjadikan kelapa sawit lebih kompetitif dibandingkan minyak nabati lain, utamnya sebagai bahan baku industri hilir bahkan menjadi sangat kompetitif dan harga sudah di luar ekspekatasi semua pelaku dalam industri kelapa sawit. Apa bila harga minyak sawit sudah sangat tinggi, maka ada dua kemungkinan yang dilakukan oleh konsumennya terutama industri hilir.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 121)