Peran industri sawit sebagai penyumbang ekspor bagi Indonesia telah banyak diungkapkan (World Growth, 2011; Rifin, 2012; PASPI, 2014; Edwards, 2019). Devisa sawit bukan hanya makin besar dalam perekonomian Indonesia, tetapi juga semakin penting dalam menjaga kesehatan neraca perdagangan Indonesia (PASPI Monitor, 2021).
Devisa sawit terdiri atas dua sumber yakni: Pertama, Devisa Ekspor yakni devisa yang dihasilkan dari kegiatan ekspor minyak sawit dan produk turunannya yang diproduksi oleh industri hilir domestik (PASPI Monitor, 2021b). Produk sawit yang dimaksud mencakup ekspor minyak sawit mentah (CPO+CPKO), minyak sawit olahan RPO/RPKO (Refined Palm Oil/Refined Palm Kernel Oil) dan produk berbasis minyak sawit seperti biodiesel dan produk oleokimia. Kedua, Devisa Subsitusi Impor yakni devisa yang dihasilkan dari penghematan impor solar fosil akibat digantikan/disubsitusi oleh biodiesel (Fatty Acid Methyl Ester) berbasis minyak sawit yang dikembangkan di dalam negeri dan semakin intensif seiring dengan implementasi kebijakan mandatori biodiesel (PASPI Monitor,2021c).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), mengungkapkan bahwa devisa sawit dari promosi ekspor tersebut mengalami peningkatan yakni dari USD 20.21 milyar tahun 2019 menjadi USD 22.96 milyar tahun 2020 dan meningkat tajam menjadi USD
36.21 milyar tahun 2021. Selain mengalami peningakatan, perolehan devisa promosi ekspor produk sawit tahun 2021 tersebut juga telah mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah industri sawit Indonesia.
Peningkatan devisa tersebut tidak hanya tertinggi dalam sejarah tersebut, tetapi juga lebih berkualitas. Devisa tersebut diperoleh dari volume ekspor yang lebih sedikit yakni dari 37.3 juta ton tahun 2019 yang terus mengalami penurunan menjadi 34 juta ton tahun 2020 dan menjadi 34.5 juta ton tahun 2021. Dengan volume ekspor yang menurun namun nilainya meningkat menunjukkan bahwa sumber pertumbuhan utama devisa ekspor sawit tersebut adalah dari perubahan kualitas produk yang makin didominasi produk olahan hasil hilirisasi sawit domestik dan peningkatan harga ekspor (Tabel 1).
Tabel 1. Ekspor Sawit Indonesia dan Komposisinya Tahun 2019-2020
Sumber: BPS (data diolah)
Komposisi Ekspor (juta ton) | 2019 | 2020 | 2021 | |||
Nilai | Persen | Nilai | Persen | Nilai | Persen | |
Crude (CPO + PKO) | 8.0 | 21.6 | 7.5 | 22.0 | 2.6 | 7.5 |
Refined (RPO + RPKO) | 25.1 | 67.1 | 22.6 | 66.5 | 27.6 | 79.9 |
Product Palm Oil Based (Biodiesel + Oleochemical) | 4.2 | 11.4 | 3.9 | 11.5 | 4.4 | 12.7 |
Total Volume Ekspor | 37.3 | 100.0 | 34.0 | 100.0 | 34.6 | 100.0 |
Total Nilai Ekspor (Miliar USD) | 20.2 | 100.0 | 23.0 | 100.0 | 36.2 | 100.0 |
Unit Ekspor value (USD/ton) | 541.1 | 675.4 | 1,046.9 |
Selama periode tahun 2019-2021, pangsa volume ekspor bahan mentah (CPO dan CPKO) mengalami penurunan dari sekitar 21.5 persen menjadi hanya 7.4 persen. Sebaliknya, pangsa ekspor produk olahan (RPO dan RPKO) meningkat dari 67 persen menjadi 79 persen. Pangsa produk akhir berbasis minyak sawit dalam struktur ekspor juga meningkat dari 11.3 persen menjadi 12.6 persen pada periode tahun tersebut.
Sumber pertumbuhan yang paling cepat selama periode tersebut adalah harga ekspor. Dengan menggunakan export unit price (nilai ekspor dibagi volume ekspor) sebagai proxy harga ekspor, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan export unit price yang diterima Indonesia yakni dari USD 541 per ton tahun 2019 menjadi USD 675 per ton tahun 2020 dan USD 1,047 per ton tahun 2021.
Demikian juga dengan devisa sawit dari Subsitusi Impor akibat penghematan solar fosil impor yang mengalami peningkatan dari sekitar USD 3.7 milyar tahun 2019 menjadi sekitar USD 4,9 miliar pada 2021. Peningkatan devisa subsitusi impor tersebut searah dengan peningkatan subsitusi solar fosil dengan biodiesel yakni dari 6.4 juta ton tahun 2019 menjadi 8.4 juta ton tahun 2021. Dengan demikian, total devisa sawit yang dihasilkan mencapai USD 23.9 milyar pada tahun 2019 dan meningkat menjadi USD 41.2 milyar pada tahun 2021. Pencapaian devisa sawit yang dicapai pada tahun 2021 tersebut merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah industri sawit Indonesia.
SURPLUS PERDAGANGAN
Devisa sawit tersebut bermuara pada neraca perdagangan (trade account) Indonesia (Tabel 2). Devisa sawit dari ekspor produk sawit dan turunannya mempengaruhi neraca perdagangan melalui neraca perdagangan non-migas. Sedangkan devisa subsitusi impor mempengaruhi neraca perdagangan melalui neraca perdagangan migas.
Tabel 2. Kontribusi Devisa Sawit pada Neraca Perdagangan Indonesia
Uraian (Miliar USD) | 2019 | 2020 | 2021 |
Devisa Ekspor Sawit Devisa Subsitusi Impor (B-30) Devisa Ekspor Sawit + Devisa Subsitusi Impor (B-30) | 20.2 3.7 23.9 | 23.0 3.3 26.2 | 36.2 4.9 41.2 |
Net Ekspor Migas TanpaB-30DenganB-30 | -13.8 -10.1 | -8.6 -5.9 | -18.2 -13.3 |
Net Ekspor Non-Migas TanpaSawitDenganSawit | -13.2 7.1 | 4.7 27.7 | 12.4 48.6 |
Net Trade Tanpa Sawit danB30Dengan Sawit danB30 | -27.0 -3.0 | -3.9 21.7 | -5.8 35.4 |
Sumber: BPS, Aprobi (data diolah)
Pengaruh devisa subsitusi impor (B-30) pada neraca migas terlihat pada perbedaan antara Net Ekspor Migas “Tanpa B-30” versus “Dengan B-30”. Defisit neraca perdagangan migas senantiasa mengalami defisit dari tahun ke tahun. Namun, defisit Net Ekspor Migas “Dengan B-30” lebih rendah dibandingkan dengan defisit Net Ekspor Migas “Tanpa B-30”. Artinya kebijakan mandatori biodiesel yang mensubsitusi solar impor dengan biodiesel sawit domestik dapat memperbaiki defisit Net Ekspor Migas dengan menurunkan defisit Net Ekspor Migas. Hal ini searah dengan tujuan mandatori biodiesel di Indonesia (PASPI Monitor,2021c).
Kontribusi devisa sawit terbesar adalah devisa ekspor sawit yang dapat dilihat pada perbedaan Net Ekspor Non-Migas “Dengan Sawit” versus “Tanpa Sawit”. Pada kondisi “Tanpa Sawit”, Net Ekspor Non-Migas mengalami defisit pada tahun 2019 dan menciptakan surplus dengan nilai yang relatif kecil pada tahun 2020 maupun 2021. Sebaliknya pada kondisi “Dengan Sawit”, Net Ekspor Non-Migas mengalami surplus dengan nilai yang besar yakni sebesar USD 7.1 milyar tahun 2019 dan terus meningkat menjadi USD 48.6 milyar tahun 2021. Artinya devisa sawit dari ekspor minyak sawit sangat besar peranannya dalam membuat surplus neraca Non-Migas.
Efek neto dari kedua sumber devisa sawit tersebut ditunjukkan oleh perbedaan Net Trade antara “Tanpa Sawit + B30” versus “Dengan Sawit + B-30”. Pada kondisi “Tanpa Sawit +B-30”, Net Trade Indonesia mengalami defisit sebesar USD 27 milyar tahun 2019 dan USD 5.8 milyar tahun 2021. Sedangkan pada kondisi “Dengan Sawit + B- 30”, Net Trade Indonesia mengalami surplus besar yakni USD 35 milyar tahun 2021, dimana nilai surplus tersebut merupakan surplus Net Trade tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa industri sawit berkontribusi besar pada terciptanya surplus net trade Indonesia.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 124)