PALANGKA RAYA, SAWIT INDONESIA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah menjelaskan persoalan hutan adat yang diklaim sekelompok masyarakat Kinipan, Kabupaten Lamandau. Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Fahrizal Fitri menjelaskan bahwa Dinas Kehutanan dan BPKH sebagai pengaturan kawasan hutan belum pernah menerima permohonan dan hingga saat ini belum ada penetapan keputusan lokasi yang diklaim menjadi hutan adat.
“Tujuannya adalah untuk memperjelas kepada masyarakat tentang fakta sebenarnya, bahwa di sana tidak ada hutan adat secara legalitas, hutan adat itu ditetapkan oleh Negara, hingga saat ini belum ada satupun permohonan dari kelompok masyarakat dan atau Pemerintah Kabupaten Lamandau” tegas Fahrizal dalam keterangan tertulis dalam jumpa pers di Aula Eka Hapakat Lt. III Kantor Gubernur Kalteng, Selasa (1 September 2020), dikutip dari laman pemprov Kalteng.
Hadir dalam jumpa pers ini antara lain Hadir mendampingi Sekretaris Daerah, Asisten Bidang Kesra Setda Prov. Kalteng Hamka, Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Setda Prov. Kalteng H. Nurul Edy, Kepala BPKH Wilayah XXI Palangka RayaDoni Sri Putra, Kepala Dinas Perkebunan Prov. Kalteng Rawing Rambang dan Kepala Dinas Kehutanan Prov. Kalteng Sri Suwanto.
Fahrizal menyebutkan, “Karena kita negara hukum, maka proses-proses hak masyarakat yang berkenaan pengajuan tentang hutan adat ini sudah ada di Permendagri Nomor 52 Tahun 2012 tentang pedoman pengakuan perlindungan masyarakat hukum adat.”
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Tenurial dan Masyarakat Adat, Ditjen Perhutaan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Muhammad Said mengatakan masyarakat adat tidak bisa langsung mengklaim bahwa lokasi yang mereka tempati sebagai hutan adat. Proses menjadikan hutan adat melalui mekanisme yang sudah diatur oleh undang undang dengan sejumlah persyaratannya.
Adanya peraturan daerah yang dituangkan di dalam Undang undang No 41/1999 jo No 19/2004 tentang kehutanan. Dalam Undang Undang itu disebutkan, hutan adat adalah hutan yang berada di wilayah masyarakat hukum adat yang keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat ditetapkan dengan Peraturan daerah. “Penetapan suatu wilayah adat itu, bukan seperti pemberian ijin, halnya suatu kegiatan usaha,” kata Said seperti dilansir dari lama Tropis.
Jadi, penetapan wilayah ada bersumber hasil kajian dari suatu aktivitas masyarakat adat secara turun temurun yang kemudian diberikan pengakuan oleh pemerintah daerah melalui suatu keputusan berupa Perda. “Pun halnya dengan penetapan hutan adat, dasar hukumnya Pasal 67 Undang Undang No 41/1999 Jo No 19/2004 tentang Kehutanan,”jelas Said.
Melalui payung hukum tadi selanjutnya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan,menerbitkan Peraturan Menteri LHK No 32/2015, tentang hutan Hak. Dalam Permen itu disebutkan, penetapan hutan adat oleh Menteri LHK, diberikan setelah adanya produk hukum daerah tentang penetapan masyarakat hukum adat, ada wilayah adat sebagian atau keseluruhan adalah hutan.
Sawit Mandiri lestari adalah Perusahaan pemegang izin usaha perkebunan kelapan sawit seluas kurang lebih 19.091 Ha yang berada di sekitar Desa Kinipan, Desa Ginih, desa Batu Tambun (Kecamatan Kawa), Desa Riam Panahan (Kecamatan Delang), Desa Sungai Tuat, Desa Tanjung Beringin, Desa Cuhai, Desa Kawa, Desa Karang Taba, Desa Panopa, Desa Suja, Desa Tipin Bini dan Desa Samu Jaya (Kecamatan Lamandau), Kabupaten Lamandau. PT. SML juga telah memperoleh Arahan Lokasi untuk Usaha Perkebunan Kelapa Sawit dari Bupati Lamandau sesuai Surat Nomor : Ek.525.26/124/VI/2012 tanggal 4 Juni 2012 dan memperoleh ijin Lokasi sebagaimana Surat Keputusan Bupati Lamandau Nomor : Ek.525.26/15/SK-IL/VI/2012 tanggal 26 Juni 2012 Memberikan Izin Lokasi untuk keperluan perkebunan kelapa sawit kepada PT. Sawit Mandiri Lestari seluas 26.995,46 Ha, dengan rincian untuk kebun inti seluas 12.561,52 Ha dan untuk kebun plasma seluas 14.433,94 Ha, terletak di Desa Kinipan, Ginih, Batu Tambun, Sungai Tuat, Tanjung Beringin, Cuhai, Kawa, Karang Taba, Panopa, Suja, dan Tapin Bini.
Untuk diketahui, PT. SML telah merealisasikan pembangunan Kebun Inti kelapa sawit seluas 7.358,04 Ha dengan rincian 3.270,99 Ha berupa tanaman belum menghasilkan/TBM dan 4,087,05 Ha berupa tanaman menghasilkan/TM, dengan hasil produksi berupa Tandan Buah Segar (TBS) Tahun 2019 sebesar 14.253 ton, sedangkan Tahun 2020 sampai dengan TW. 11 (Jan-Juni) sebesar 10.954 ton. Pemanfaatan areal untuk Pabrik/emplasemen seluas 57,00 Ha yakni untuk Perumahan Karyawan seluas 36,93 Ha, penggunaan Lain-lain seperti roads, drainage,housing d11 dengan luas 257,98 Ha.
SML juga telah merealisasikan pembangunan Kebun Kelapa Sawit / Plasma Untuk Masyarakat seluas 3.731,34 Ha, dengan rincian 1.801,81 Ha berupa tanaman belum menghasilkan/TBM dan 1.929,53 Ha berupa tanaman menghasilkan/ TM. dari rencana pembangunan kebun untuk masyarakat seluas 9.656,37 Ha.