Pertamina menunjukkan inovasinya melalui pengembangan bahan bakar berbasis kelapa sawit. Menyambut Perayaan ke-75 Republik Indonesia, BUMN sektor energi ini akan memproduksi green diesel sampai bioavtur.
mengatakan Indonesia punya semuaapa yang diperlukan, tinggal kemudian bagaimana kita secara smart mengolah sumber daya ini menjadi energi yang bisa menciptakan kemandirian dan kedaulatan energi nasional.
Menurut Nicke, bahan bakar ramah lingkungan D 100 menjadi ikhtiar Pertamina mewujudkan Nawa cita yakni mengoptimalkan sumberdaya dalam negeri untuk membangun ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi nasional.
Nicke menambahkan, Green Diesel D 100 memanfaatkan sumber daya minyak sawit yang melimpah di dalam negeri sebagai bahan baku utamanya, sehingga bahan bakar tersebut memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang sangat tinggi.
“Dengan demikian, produksi D 100 ini sekaligus juga akan menekan defisit impor bahan bakar minyak dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Nicke.
Uji coba produksi Green Diesel di Kilang Dumai sendiri, imbuh Nicke, sudah dimulai sejak 2014 dengan melakukan injeksi minyak sawit jenis Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil (RBDPO) secara bertahap.
Dimulai dari injeksi 7,5 persen RBDPO pada Desember 2014, kemudian 12,5 persen pada Maret 2019, dan terakhir 100 persen pada Juli 2020.
Dalam uji coba performa melalui road test sepanjang 200 km, D 100 yang dicampur dengan Solar dan FAME, terbukti menghasilkan bahan bakar diesel yang lebih berkualitas dengan angka cetane number lebih tinggi, lebih ramah lingkungan dengan angka emisi gas buang yang lebih rendah, serta lebih hemat penggunaan bahan bakar.
“Selain pengolahan minyak sawit di Kilang Dumai, Pertamina juga akan membangun dua standalone bio refinery lainnya yaitu di Cilacap Jawa Tengah, dan Plaju Sumatera Selatan,” terang Nicke.
Stand alone bio refinery di Cilacap nantinya dapat memproduksi green energy berkapasitas 6.000 barel per hari, sedangkan di Plaju berkapasitas 20.000 barel per hari.
Kedua stand alone bio refinery itu akan memproduksi Green Diesel dan Green Avtur dengan bahan baku 100% minyak nabati.
Selain Green Diesel, Pertamina juga telah berhasil melakukan uji cobap roduksi Green Gasoline di Kilang Plaju dan Cilacap sejak 2019 dan pada 2020 sudah mampu mengolah bahan baku minyak sawit hingga sebesar 20% injeksi.
“Mengolah minyak sawit menjadi Green Diesel sebenarnya sudah juga dilakukan oleh beberapa perusahaan lain di dunia, namun mengolah minyak sawit menjadi Green Gasoline dalam skala operasional baru pertama kali dilakukan di dunia, dan itu oleh Pertamina,” tambah Nikce
Nicke menambahkan produksi Green Diesel D 100 itu diproses dengan bantuan katalis yang dibuat oleh putra-putri bangsa sebagai hasil kerja sama Research & Technology Center Pertamina dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
“Produksi D 100 di kilang Pertamina dengan bahan baku minyak sawit yang melimpah di dalam negeri serta menggunakan katalis Merah Putih menjadi wujud inovasi anak bangsa. Menjadi kebanggaan bagi Pertamina dapat menciptakan solusi untuk Indonesia,” katanya.
Pertamina bersama ITB dan PT Pupuk Kujang juga telah menandatangani kerja sama perusahaan patungan (joint venture) untuk membangun pabrik katalis nasional pertama di Indonesia dengan target penyelesaian pada 2021.
Secara global, menurut Nicke, mulai 2030, pertumbuhan energi baru dan terbarukan diprediksi akan lebih tinggi dibandingkan energi fosil.
Oleh karena itu, lanjutnya, sangat tepat, jika sejak saat ini atau 10 tahun sebelumnya, Pertamina telah mulai menyiapkan pabrik katalis Merah Putih ini untuk mewujudkan kemandirian energi nasional.
Kedepan, ia mengatakan Pertamina tidak hanya mengembangkan green energy dari CPO atau sawit, tetapi juga dari sumber daya lainnya seperti algae, gandum, sorgum dan sebagainya.
“Pertamina akan terus mendayagunakan segala sumber daya alam domestik, untuk mendukung kemandirian dan kedaulatan energi nasional,” jelas Nicke.
Selain itu, Pertamina bekerja sama dengan PT Pupuk Kujang dan Institut Teknologi Bandung (ITB) membangun perusahaan penghasil katalis yang dapat menekan impor kebutuhan nasional untuk keperluan industri nasional dan mengurangi ketergantungan impor.
Pabrik katalis tersebut akan dibangun pada awal September 2020 dan berlokasi di Kawasan Industri Cikampek. Pembangunan pabrik katalis dilakukan untuk memenuhi kebutuhan katalis industri pengilangan minyak, industri kimia dan petrokimia, serta industri energi.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 106)