Sehabis makan dan istirahat sebentar, saya kembali ke pabrik setelah berpesan kepada istri agar tidur saja duluan. Di rumah tidak ada radio untuk memecah kesunyian. Televisi memang belum ada. Walaupun tidak diucapkannya, dalam hati saya tahu bahwa istri saya merasa sunyi dan bahkan takut ditinggal sendir malam-malam seperti itu. Sebenarnya tidak terlalu jauh ke pabrik. Berteriak saja pasti ada yang mendengar karena tidak ada kebisingan pabrik seperti malam-malam biasa. Jadi saya bilang tidak apa-apa. Bagi istri saya tidak ada pilihan lain kecuali sendiri di rumah, sementara saya bergelut dengan kerusakan mesin di pabrik dan berkejaran dengan waktu yang semakin mepet.
Tba di pabrik, saya dapati kedua kenari gudang sudah menunggu di kantor. Ternyata mereka berhasil menemukan dua metalan yang diperlukan itu. Saya tidak persoalkan lagi, bahkan tidak berkomentar dan hanya berkata “Baik, mari kita bawa kekamar mesin”.
Disana saya dapati Jacobus dan Utoh, montir kepala. Ada juga mekanik yang lain. Mereka baru selesai membersihkan empat metalan yang tidak mengalami kerusakan. Sekarang dua yang rusak sudah diganti. Sukucadang ini terbuat dari bahan babbit dan ukurannya masih harus disesuaikan. Biasanya montir dari bengkel induk yang paham dan cakap mengerjakannya. Untuk menyesuaikan ukuran itu, babbit tadi harus di skrap. Kebetulan ada dua alat skrap yang tersedia. Jadi saya mau tugaskan dua orang yang masing-masing mengerjakan satu metalan. Satu metalan terdiri dari dua bagian, atas dan bawah. Utoh mulai mengerjakan penyekrapan dengan hati-hati. Dia sendiri memang seorang montir yang cakap, tetapi belum pernah mengerjakan metalan disel besar seperti Bellis ini. Mekanik yang lain tidak bersedia karena takut rusak. Saya juga tidak ingin pekerjaan seperti itu ditangani oleh orang yang tidak cakap. Kalau Utoh sendiri yang kerja, mungkin lima jam tidak selesai. Itu pun kalau dia tahan terus bekerja tanpa istirahat. Padahal malam sudah larut, sekitar pukul sebelas.
Sumber : Derom Bangun