TJAKARTA, SAWIT INDONESIA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan sektor pertanian pada kuartal II 2018 mencapai 4,76% naik dari 3,23% pada kuartal II 2017. Hal tersebut disampaikan oleh Abdul Basit, Kelapa Biro Perencaaan Kementerian Pertanian, pada Seminar “Tantangan dan Ancaman Agribisnis 2019”, Kamis (11 April 2019), di Jakarta.
Menurut Abdul Basit, pembangunan pertanian masih diwarnai sejumlah tantangan yang tidak mudah. Salah satunya perubahan iklim yang dinilai dapat memengaruhi pergerakan harga komoditas di pasar global.
“Selain perubahan iklim, faktor standarisasi produk dan biaya logistik atau distribusi juga turut menentukan. Selain sebagai tantangan perubahan iklim dapat juga dijadikan kesempatan untuk meningkatkan produksi pertanian,” ujar Abdul.
Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menuturkan produksi minyak sawit nasional terus mengalami kenaikan. Data dari GAPKI mencatat adanya kenaikan produksi minyak sawit Indonesia yaitu 47 juta ton (total antara minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil dan minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil) atau naik sekitar 8% dibandingkan produksi tahun 2017.
Dari sisi ekspor minyak sawit Indonesia di 2018 juga mengalami peningkatan sebesar 12% menjadi sebanyak 34 juta ton. “Konsumsi minyak sawit di dalam negeri juga tercatat meningkat untuk kebutuhan pangan dan oleokimia sejumlah 9,5 juta ton, sementara untuk biodiesel sekitar 3,8 juta ton. Sehingga saat ini konsumsi minyak sawit nasional sekitar 13,3 juta ton, menjadikan Indonesia sebagai konsumen minyak sawit terbesar di dunia,” kata Joko.
Selanjutnya, Joko menambahkan industri sawit juga menghadapi banyak tantangan mulai dari kampanye anti sawit, proteksi dari negara lain, harga yang fluktuasi dan regulasi yang tidak pro bisnis. Untuk menghadapi tantangan tersebut diperlukan langkah sinergi dari para stakeholders.
Joko juga menilai, saat ini industri sawit mendapat dukungan dari pemerintah walaupun belum maksimal. Dukungan ditunjukan oleh Presiden, Wakil Presiden, Menteri untuk memperjuangkan industri sawit di pasar global. Bahkan petani juga sangat masif menentang kebijakan yang merugikan sawit Indonesia.
“Sebenarnya persoalan industri sawit yang harus dikerjakan bersama pemerintah adalah peningkatan produktivitas dan daya saing industri. Langkah ini harus dikerjakan secara terus menerus, baik dari aspek produktivitas maupun keberterimaan pasar,” pungkas Joko.
Komoditas kelapa sawit memiliki banyak faktor dalam pengembangannya salah satunya masalah harga yang masih fluktuatif. Namun, prediksi komoditas unggulan nasional ini hingga 2025 akan terus meningkat. Peluang pasar minyak sawit global masih terbuka lebar. Saat kini sumber energi minyak nabati telah menjadi tren dunia dan kebutuhan pasar biodiesel sawit domestik juga semakin meningkat dengan adanya mandatori B20.
Terkait dengan persaingan pasar minyak sawit global, Joko menyarankan adanya langkah-langkah strategis di antaranya melakukan peningkatan produktifitas dan daya saing industri, melakukan pengembangan produk dan pasar, memenangkan pasar minyak sawit global.