Kekurang perhatian terhadap keragaman dan masalah daya dukung lahan gambut telah ditunjukan oleh implementasi yang kurang tepat dalam pengembangan lahan. Misalnya di dalam pemilihan lahan gambut untuk pemukiman dan usaha pertanian yang kurang selektif, terlalu cepat lahan gambut digunakan (penggunaan lahan gambut dilakukan segera setelah pembukaan lahan) untuk berbagai kegiatan usaha sehingga proses mematangan bahan gambut kurang mendapat perhatian, serta pembuatan saluran yang terlalu lebar dan dalam. Kesemua ini memberikan akibat kondisi gambut menjadi sangat cepat berubah dari keadaan anaerobik menjadi sebagian bersifat aerobik, sehingga sebagian dari bahan gambut mengering dan tidak mampu lagi menyerap air karena mengalami proses kering tidak – balik (irreversible drying). Bahan gambut menjadi seperti pasir (pasir semu atau pseudosand),dan menjadi kurang/tidak berfungsi lagi sebagai tanah karena terjadi perubahan sifat inheren dari bahan organiknya (Sabiham, 2000; Sabiham dan Riwandi, 2000). Akibat lainnya dari keadaan aerobik tersebut adalah bahan organik yang terkarbonisasi menjadi meningkat, bahan gambut menjdi mudah tererosi baik oleh air maupun angin, dan proses pemedatan gambut menjadi sangat cepat. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan permukaan tanah yang disebutsubsiden (subsidence) menjadi semakin cepat pula.
Itulah sebabnya reklamasi lahan gambut sering dan selalu menjadi kontroversi tetapi sekaligus menjadi tantangan. Di masa lalu, masyarakat (terutama sebagian besar penduduk lokal), selalu menghindari lahan gambut untuk pemukiman dan pertanian karena berbagai alasan. Alasan utama mereka adalah karena gambut bersifat sangat masam serta produktivitas tanahnya sangat rendah. Pada masa kolonial Belanda, pembuatan saluran untuk pengembangan wilyah di sekitar lahan gambut pada prinsipnya hanya untuk memperbaiki sarana perhubungan dari pada untuk pertanian. Pengunaan lahan gambut untuk pertanian sering di pandang Pemerintah Belanda sebagai yang tidak layak. Pons dan Driessen (1975) melaporkan bahwa gambut di Indonesia pada umumnya mempunyai tingkat kesesuaian yang sangat rendah untuk pertanian.
Sumber: Desain Pengelolaan Gambut Untuk Mendukung Produktivitas Pertanian Berbasis Perkebunan, Prof. Dr. Supiandi Sabiham