JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) mendukung kebijakan stabilisasi harga minyak goreng melalui Domestic Market Obligation (DMO). Akan tetapi, ada tiga syarat yang diajukan asosiasi petani terbesar di dunia ini.
“Kami setuju dibuat DMO. Namun, kami minta pemerintah melindungi harga TBS petani dengan sepenuh hati. Ibaratnya Jangan mengobati satu penyakit, muncul pula penyakit baru, terutama di sektor hulu (TBS Petani). Ada syarat catatan kami berkaitan kebijakan yang dikeluarkan Kemendag ini,” ujar Dr. Ir. Gulat Manurung, CIMA, Ketua Umum DPP APKASINDO saat dihubungi melalui telepon.
Syarat pertama adalah penetapan harga sawit dan kewajiban DMO oleh Kemendag tidak berdampak kepada harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit petani. Gulat menegaskan kebijakan penetapan harga sawit domestik tidak boleh menekan harga TBS petani.
“Jadi harga TBS petani jangan dikonversikan ke harga DMO CPO (Rp.9.300) untuk memasok kewajiban 20 persen tersebut. Harga TBS Petani wajib merujuk harga KPBN bukan memakai harga DMO Price. Karena petani sawit saat ini sudah tertekan harga pupuk, herbisida, pestisida yang tinggi, dan ditambah lagi beban BK dan PE yang totalnya mencapai 375 USD/ton CPO,” urai pemegang gelar S3 Universitas Riau ini.
Kedua, ia menyarankan pemerintah untuk membuat lembaga penampung CPO dari kewajiban 20%. Nantinya, produsen minyak goreng mengambil CPO dari lembaga penampung ini (tangki sentral). Langkah ini dapat diambil supaya akurat dan jelas penggunaannya.
“Jadi, tidak bisa CPO yang 20% disalahgunakan penggunaannya. Tidak ada lagi ruang gelapnya,” kata Gulat.
“Mendag jangan berubah-ubah lagi kebijakannya karena baru 9 hari lalu terbit peraturan Kemendag tentang subsidi migor dari dana BPDPKS sebesar Rp7,6 triliun. Lalu, hari ini sudah ada lagi kebijakan baru.”
Ketiga, pemerintah perlu memperbaiki tata kelola minyak goreng terutama persebaran pabrik minyak goreng. Akan lebih baik bagi pemerintah memfasilitasi UMKM petani untuk menghasilkan minyak goreng atau bermitra dengan produsen migor dalam hal distribusi kewajiban yang 20% tadi. Jika kebijakan ini berjalan akan lebih permanen dan manfaat ganda ekonomi sawit akan lebih tinggi.
“Pabrik minyak goreng dapat didirikan dekat kebun petani sebagai upaya mewujudkan industri strategis yang terintegrasi terkhusus disekitar kebun peserta PSR Swadaya. Ini pasti clear pergulatan minyak goreng ini,” jelasnya.
Gulat berharap kebijakan DMO dan penetapan harga domestik merupakan kebijakan terakhir Kemendag terkait stabilisasi minyak goreng.
“Mendag jangan berubah-ubah lagi kebijakannya karena baru 9 hari lalu terbit peraturan Kemendag tentang subsidi migor dari dana BPDPKS sebesar Rp7,6 triliun. Lalu, hari ini sudah ada lagi kebijakan baru. Kami senang dana BPDPKS tidak jadi digunakan. Ada baiknya dana tersebut dialihkan ke subsidi pupuk dan UMKM pabrik minyak goreng gotong royong,” tutup Gulat.