Produksi beberapa perusahan kelapa sawit mengalami penurunan sebagai dampak cuaca ekstrim yang terjadi di Sumatera. Meski demikian, sejumlah perusahaan tumbuh produksinya sepanjang tiga bulan pertama.
Merujuk kepada laporan dua bulan pertama ini, PT Astra Agro Lestari Tbk mencatat kenaikan produksi pada Januari dan Februari 2014. Produksi TBS bulan Januari sebanyak 437.159 ton. Jumlah ini meningkat 90% pada Februari yang sebesar 829.066 ton.
Sama halnya dengan produksi CPO yang perusahaan naik 90% menjadi 260.399 ton pada Februari ini. Dibandingkan bulan Januari yang berjumlah 137.277 ton. Tingginya produksi TBS dan CPO emiten berkode AALI disumbang produksi wilayah Sumatera dan Kalimantan.
Begitupula dengan PT BW Plantation Tbk yang meningkat produksi TBS sebesar 11% dari Februari dibandingkan Januari. Kelik Irwantono, Direktur PT BW Plantation Tbk, mengatakan peningkatan ini dipengaruhi faktor lahan tanaman menghasilkan yang meningkat sebesar 12.732 hektare daripada tahun lalu.
Kendati demikian di beberapa perusahaan sawit terjadi pula penurunan. Menurut Joefly Bahroeny, Ketua Umum GAPKI, triwulan pertama ini produksi sawit mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya karena faktor seasonal dan cuaca yang ekstrim di Sumatera dan Semananjung malaysia terutama akan berpengaruh kepada semester kedua apabila cuaca ekstrem terus berlangsung.
Dalam pandangan Tony liwang, Direktur R&D PT Smart Tbk, wilayah Riau dan sekitarnya maupun daerah Kalimatan terjadi musibah kebakaran lahan. Sehingga kemungkinan produksi TBS dan CPO akan mengalami penurunan.
Faktor penyebab kekeringan disebabkan kecenderungan perubahan sex ratio dimana bunga jantan akan lebih banyak daripada bunga betina. Bahkan tidak menjadi membentuk bunga; juga akan terjadi penurunan rendemen minyak akibat asap.
“ Kemungkinan besar karena terjadinya anomali cuaca. Misalnya awal tahun 2014 yang seharusnya masih termasuk bulan-bulan basah di beberapa tempat, malah terjadi kekeringan ekstrim bahkan terhajadi kebakaran lahan,” katanya.
Pola produksi kelapa sawit dipengaruhi tiga hal yaitu tren, sesional dan siklus. Ida Bagus Mayun, R & D Senior Manager at Indofood Plantation, mengatakan siklus produksi secara alamiah terjadi setiap 3-4 tahun dan hukum siklus produksi umumnya terjadi pada tanaman umur > 12 tahun.
Pada tahun 2012 sebagian besar perusahaan perkebunan di Indonesia produksi TBS (ton/ha/tahun) tergolong tinggi karena pada tahun 2012 terjadi siklus puncak produksi. Sedangkan pada 2013, siklus produksi yang menurun dan kondisi ini diperburuk oleh curah hujan di semester II tahun 2012 yang tinggi (> 300 mm/bulan) sehingga mengganggu proses polinasi di semester I tahun 2013. Dampaknya pencapaian produksi TBS pada tahun 2013 mengalami penurunan yang cukup signifikan dibanding produksi tahun 2012.
Untuk kebun Indofood di Riau umur rata-ratanya sudah lebih dari 25 tahun. Selain karena faktor hukum sikus produksi maka penurunan produksi pada tahun 2013 dan triwulan pertama tahun 2014 lebih disebabkan karena faktor umur tanaman yang sudah tua. Kendatipun demikian pencapaian produksi TBS nya masih berkisar antara 25 – 25 ton/ha/tahun.
Untuk mengantisipasi penurunan produksi, perusahaan perkebunan diharapkan menerapkan best management practices dengan baik. Lalu, dapat berhasil mengelola faktor lingkungan terutama iklim dan sifat genetik tanaman umumnya mengalami peningkatan produksi di awal tahun 2014. Ida Bagus Mayun menjelaskan di sisi lain memang ada juga perusahaan perkebunan yang produksinya tidak meningkat di awal tahun 2014 yang umumnya lebih banyak disebakan oleh faktor di luar kontrol manajemen kebun dan faktor ini tidak dipahami dan diantisipasi dengan baik, diantaranya curah hujan bulanan yang tinggi, sifat genetik tanaman dan umur tanaman.
“Khusus untuk perusahaan yang memiliki TM dengan umur < 8 tahun disarankan agar membuat “semi assisted pollination/ Hatchery” terutama pada blok-blok tanaman dengan produksi bunga jantan < 10 malai/ha/bulan atau pada bulan-bulan dengan curah hujan > 300 mm/bulan atau > 15 hari hujan/bulan,” pungkas Ida Bagus Mayun. (Qayuum Amri)