Salah satu materi pelatihan pekebun sawit hasil kolaborasi BEST PLANTER INDONESIA (BPI) dengan BPDPKS dan DITJENBUN menampilkan ilmu baru yang jarang dibahas didunia perkelapasawitan yaitu tentang peran cacing tanah dalam mengembalikan kesuburan tanah.
Materi ini menjadi menarik karena seolah mengembalikan ingatan pekebun tentang keberadaan cacing tanah yang hanya dijumpai pada jaman dulu khususnya di persawahan atau areal baru yang masih sangat subur, dan tidak disadari bahwa saat ini sudah jarang dijumpai cacing di piringan tanaman sawit akibat pemupukan kimia yang terus menerus dari tahun ketahun selama satu generasi.
Asosiasi tanah subur adalah tanah banyak cacingnya menjadi keniscayaan.
Konon Ratu Mesir Kuno yang hidup 30 tahun sebelum masehi yaitu ratu Cleopatra yang terkenal karena kecantikannya sangat menghormati cacing tanah tersebut. Bahkan kecantikan beliau terawat karena cacing tanah dijadikan bahan make-up kencantikan. Saking hormatnya terhadap cacing tanah hewan tersebut diberi gelar sebagai DEWA PENYUBUR BUMI, USUS BUMI, MAHKOTA KEHIDUPAN (THE CROWN OF LIFE), SOLDIE OF GOD, dan ECOLOGICAL ENGINEER.
Dalam siklus hidupnya seekor cacing tanah menghasilkan kotoran cacing (kascing) sebanyak dua kg per tahun. Menurut Bhawalkar (1993) di tanah yang subur mengandung cacing tanah minimal 200.000 ekor per hektare dan akan menghasilkan kascing sebanyak 400 ton pertahun. Kotoran cacing (kascing) sangat bermanfaat bagi kesuburan tanah karena mengandung unsur hara makro maupun mikro yang lengkap dan seimbang. Kascing mengandung humus (sebanyak 7,34 %), C organik terlarut (16,5 %), dan mengandung 10 pangkat 10 mikroba per gram nya yang meliputi Achtinomycetes, Azotobacter, Rhizobium, Rhizobacter, Nitrobacter, dan bakteri pelarut fosfat (Suhane, 2007).
Kascing dapat merubah sifat fisik, kimia, dan biologis tanah dimana tanah menjadil ebih berpori, lebih ringan, dan tidak akan mengalami pemadatan. Kascing secara ilmiah terbukti merupakan promotor pertumbuhan yang ajaib bagi tanaman dan pelindung tanaman dari hama dan penyakit. Pada prakteknya mengelola ekosistem perakaran sawit adalah mengundang keberadaan cacing tanah terutama cacing permukaan ( Lumbricus rubellus) dan mikroba bermanfaat untuk menciptakan pabrik pupuk alami.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 140)