• Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Facebook Twitter Instagram
Sunday, 3 December 2023
Trending
  • Penjarahan TBS Sawit Kian Meresahkan, Petani Rugi Ratusan Juta Rupiah
  • Peran Penting Penyuluh Pertanian
  • Pelatihan Pengolahan Pupuk Organik Berupa Jadam
  • DPD RI Kawal Produksi Pertanian Hingga Swasembada
  • Mendorong Transisi Energi yang Adil dan Dapat Diakses Seluruh Golongan
  • Hexindo Adiperkasa Lengkapi Kebutuhan Perkebunan Sawit Dengan Morooka
  • Komisi IV DPR RI Meninjau Penanaman Mangrove
  • Indonesia Berhasil Mengurangi Deforestasi Lebih Banyak dari Negara Lain
Facebook Instagram Twitter YouTube
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Subscribe
  • Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Home » Penggunaan B35 Aman Buat Kendaraan
Inovasi

Penggunaan B35 Aman Buat Kendaraan

By Redaksi SI2 months ago4 Mins Read
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email
Share
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email

Sudah lebih dari enam bulan lamanya, kendaraan diesel menggunakan bahan bakar solar campuran biodiesel 35% atau B35. Lalu apa plus minus bahan bakar dari minyak sawit ini?

Program mandatori B35 yang berjalan 1 Februari 2023 telah dirasakan manfaatnya bagi masyarakat dari aspek ekonomi dan lingkungan. Dari aspek ekonomi, pemerintah dapat menghemat devisa negara karena impor solar berkurang signifikan. Begitupula aspek emisi kendaraan yang membuat udara Indonesia lebih bersih.

Lalu apakah ada dampak penggunaan B35 terhadap mesin kendaraan? Kepala LEMIGAS, Ariana Soemanto menuturkan  penggunaan aditif untuk bahan bakar campuran B35 dapat dilakukan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas bahan bakar tersebut, seperti aditif jenis cold-flow improver atau CFI yang digunakan untuk memperbaiki karakteristik bahan bakar B35.

Adapun hasil pengujian Lemigas adalah jumlah partikel pada setiap ukuran (<4 um, <6 um dan <14 um) serta kode cleanliness yang mengacu pada ISO 4406. Kedua parameter uji digunakan sebagai evaluasi kualitas mutu bahan bakar pada kinerja sistem filtrasi dan potensi pemblokiran filter.

Pengujian Filter Blocking Tendency mengacu metode standar ASTM D2068 dengan menghitung tekanan dan laju alir bahan bakar yang menunjukkan nilai potensi pemblokiran filter. Sementara itu pengujian cleanliness mengacu metode standar ASTM D7619 dengan menghitung jumlah dan ukuran partikel terdispersi, tetesan air dan partikel lainnya pada bahan bakar ringan dan menengah serta biodiesel dan campuran biodiesel menggunakan automatic particle counter.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo) Bambang Tjahjono mengatakan, ada sifat negatif biodiesel seperti penggunaan bahan bakar menjadi lebih boros. Bahkan, sifat higroskopis menyebabkan kadar air dalam biodiesel cukup tinggi sehingga membahayakan mesin.

“Setelah saya kasih feedback ke pemerintah, baru muncul pedoman teknis, penyimpanan B35 maksimal 3 bulan. Setelah 3 bulan harus dites, diuji lagi,” katanya.

Menurutnya, sebagai industri dengan pengguna B35 terbesar, Aspindo terus memberikan edukasi pemeliharaan seperti pembersihan (cleaning) rutin, flushing, sedot dengan filter kemudian dikembalikan lagi, dicegah supaya seminimal mungkin udara luar bisa terserap, Kemudian kalau menyimpan B35 dalam jangka panjang, maka tangki harus isi penuh supaya tidak ada udara.

Sementara Tri Yuswidjajanto Zaenuri, pakar konversi energi Fakultas Teknik dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung (ITB) menilai, program mandatory B35 memberikan banyak benefit seperti penghiliran CPO sekaligus sejalan dengan upaya pemerintah dalam menurunkan emisi karbon.

Di sisi lain, lanjutnya, ia setuju dampak negatif dari B35 perlu diatasi agar program B35 berjalan lancar dan tidak merugikan pelaku industri dan pengguna. B35 merupakan bauran 65 persen solar dan 35 persen biodiesel dari fatty acid methyl ester (FAME). FAME dari esterifikasi CPO tersebut memiliki sifat higroskopis (menyerap air), detergency (sifat pelarutan terhadap deposit yang ada di tangki bahan bakar hingga ke saluran bahan bakar yang menyebabkan kotoran menyangkut di filter dan terjadi proses sumbatan), tingkat oksidasi tinggi yang memicu deposit, dan nilai kalor FAME sebesar 37MJ/kg lebih rendah dibandingkan solar 43MJ/kg.

Selain itu, katanya, biodiesel memiliki viskositas (kekentalan) lebih tinggi yaitu sebesar 4,15mm2/s dibandingkan dengan solar sebesar 3,25mm2/s. Ketika diinjeksi maka kabutnya lebih besar. Solar habis terbakar dan FAME tidak habis terbakar sehingga sebagian terbawa oleh blow by gas turun ke crankcase (bagian mesin), dan masuk ke dalam pelumas. 

Di sisi lain,menurutnya, dengan viskositas pelumas lebih tinggi dibandingkan dengan FAME sehingga dengan masuknya FAME menyebabkan pelumas makin encer. Oleh sebab itu, pelumas justru menjadi lebih licin karena seperti mendapatkan aditif anti-friction melalui FAME tersebut.

“Sehingga sampai sekarang nggak ada keluhan soal oli dari teman-teman pengguna B35 di lapangan. Ganti oli tetap normal 250 jam atau 500 jam saja. Tapi, mereka mengeluh masalah ganti filter jadi lebih sering, power loss [kehilangan tenaga], interval injector service menjadi lebih cepat, bahan bakar lebih boros. Karena itulah di lapangan sangat jarang mendapatkan keluhan terkait pelumas,” tutur Tri.

Menurutnya, di dalam pompa bahan bakar, semua komponennya dilumasi bahan bakar tidak ada yang dilumasi dengan pelumas.

(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 143)

Share. WhatsApp Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email Telegram

Related Posts

Industri Sawit Menjadi Penopang Bioavtur Pesawat Terbang

4 weeks ago Inovasi

ITB Uji Hampar Bioaspal Dari Limbah Glycerine Pitch

2 months ago Inovasi

Pupuk Berbasis Mikroba, Solusi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan

4 months ago Inovasi

BPI Mengajak Pekebun Sawit Meningkatkan Populasi Cacing Tanah Pelatihan Pekebun Sawit Kerjasama BPDPKS – DITJENBUN – BPI

5 months ago Inovasi

Mengenal Bahan Bakar Pesawat Rendah Emisi dan Kebutuhannya

6 months ago Inovasi

Minamas Plantation dan PPKS Sepakati Kerjasama Produksi Benih Unggul

8 months ago Inovasi

Inovasi Teknologi Syngenta untuk Industri Kelapa Sawit Indonesia

9 months ago Inovasi

Program B35 Hemat Emisi 34,9 juta ton CO2e

10 months ago Inovasi

Implementasi Mekanisasi Menjadi Platform Bersama

11 months ago Inovasi
Edisi Terbaru

Jaminan Kepastian Legalitas Sawit

Edisi Terbaru 6 days ago2 Mins Read
Event

Advokasi Sawit Dan Peluncuran Buku Mitos Vs Fakta Sawit

Event 4 months ago2 Mins Read
Latest Post

Penjarahan TBS Sawit Kian Meresahkan, Petani Rugi Ratusan Juta Rupiah

20 hours ago

Peran Penting Penyuluh Pertanian

2 days ago

Pelatihan Pengolahan Pupuk Organik Berupa Jadam

2 days ago

DPD RI Kawal Produksi Pertanian Hingga Swasembada

2 days ago

Mendorong Transisi Energi yang Adil dan Dapat Diakses Seluruh Golongan

2 days ago
WhatsApp Telegram Facebook Instagram Twitter
© 2023 Development by Majalah Sawit Indonesia Development Tim.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.