BOGOR, SAWIT INDONESIA – Director of Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC), IPB, Dr. Meika Syahbana Rusli menjelaskan pengembangan bioenergi yang paling maju di Indonesia adalah biofuel, khususnya biodiesel melalui program mandatory biodiesel.
Kapasitas terpasang industri biodiesel tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia dengan produksi biodiesel B30 mencapai 8,4 juta KL dengan konsumsi dalam negeri sebesar 9,4 juta KL pada tahun 2021, dan untuk implementasi lebih lanjut saat ini dalam tahap uji tes B40.
“Kesuksesan ini terwujud dari Kerjasama dan sinergi antara pemerintah, pusat penelitian, industri, dan BPDPKS,” ujarnya sebagai pembicara di International Conference on Biomass and Bioenergy (ICBB) 2022, pada 1-2 Agustus 2022.
Dari penggunaan biodiesel ini diproyeksikan kontribusi biodiesel B30 terhadap NDC di sektor energi yakni pengurangan emisi GRK sebesar 24,6 Mio ton CO2eq atau setara dengan 7,8% pada tahun 2021.
Realisasi bauran EBT Indonesia pada tahun 2021 sebesar 12,2%, sedikit di atas 50% dari target tahun 2025 yang sebesar 23%, sehingga masih terdapat celah yang perlu diisi untuk memenuhi target tersebut untuk pembangkit listrik tenaga bioenergi, biofuel, dan produksi biogas.
Menurutnya, terdapat banyak bahan baku biofuel potensial di Indonesia yang dapat dimanfaatkan menjadi bioenergi seperti selulosa, hemiselulosa, atau lignin, Mikro dan Makro-alga, biomassa dan sisa tanaman, dan minyak goreng bekas. Teknologi baru juga perlu dikembangkan yang mengubah biomassa, limbah, dan molekul selulosa menjadi hidrokarbon. Pengembangan produk bioenergi lainnya adalah bioetanol, bahan bakar biohidrokarbon, green diesel (D100), gasoline, avtur, HVO, dan biofuel berbasis biomassa lainnya.
Diketahui pula bahwa program lain untuk mencapai NZE adalah melalui program co-firing PLTU. Implemetasi co-firing saat ini telah dilakukan di 28 titik PLTU dari target 52 titik PLTU yang tersebar di seluruh Indonesia dengan total energi yang dihasilkan 96.061 MWh. Dengan kontribusi biomassa co-firing terhadap NDC di bidang energi ini merupakan pengurangan emisi GRK sebesar 0,268 juta ton CO2 eq atau setara dengan 0,09% di tahun 2021. Jika roadmap berhasil diterapkan maka pengurangan emisi dari co-firing dapat berkontribusi sekitar 3,5 juta ton CO2 eq untuk 5% co-firing dan 6,8 juta ton CO2 eq untuk 10% co-firing.
Namun, implementasi co-firing masih memiliki kendala terkait belum adanya aturan baku harga biomassa sebagai bahan baku co-firin. Selain itu, penyesuain boiler PLTU untuk pembakaran serta ketersediaan lahan aktual untuk menghasilkan biomassa. Untuk memenuhi program co-firing ini, maka PLN telah bekerjasama dengan berbagai pihak yakni BUMN, Pemerintah Daerah, dan Perguruan Tinggi untuk memastikan kesiapan rantai pasok dan ketersediaan biomassa dari segi kapasitas dan nilai ekonomi.
PLN juga bekerjasama dengan SBRC-IPB mengkaji potensi lahan kering di Pulau Jawa. Dr. Meika mengungkapkan bahwa SBRC-IPB juga mengusulkan skema pengelolaan ekosistem masyarakat untuk bahan bakar biomassa untuk membantu memastikan kelangsungan program co-firing.
Penelitian dan pengembangan biogas juga telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak untuk mendukung target bauran energi dan mencapai NZE. Pihak industri yang telah mengimplementasi biogas yakni DSNG yang menghasilkan BioCNG (CH4 ~90%). Selain itu terdapat tiga Pembangkit Listrik Tenaga Biogas yang berlokasi Sei Mangkei, Pagar Merbau, dan Kwala Sawit.
Estimasi potensi produksi metana dari makroalga Indonesia dapat mencapai 143,88 – 366,24 juta KL CH4 tertinggi di Sulawesi Selatan yang menghasilkan makroalga tertinggi sebesar 2.616 ribu ton.
Kontribusi positif bioenergi terhadap NDC Indonesia di Sektor Energi pada tahun 2020 adalah Penurunan Emisi GRK sekitar 24,6 Mio Ton CO2 eq ~ 7,8% dari biodiesel B30; 0,268 Mio Ton CO2 eq ~ 0,09% dari biomassa co-firing, dan 0,177 Mio Ton CO2 eq ~ 0,06% dari pembangkit listrik biomassa. Menurut Dr. Meika penurunan emisi akan terus meningkat seiring dengan perbaikan implementasi bioenergi lainnya.
Pemerintah Indonesia telah menerapkan berbagai strategi dalam meningkatkan bauran energi terbarukan untuk mencapai net zero emission (NZE). Namun demikian masih memiliki tantangan terbesar dalam implementasi bioenergi yakni dalam hal keberlanjutan dan pengelolaan bahan baku, sehingga dukungan dari berbagai pihak dan kolaborasi antara industri, perguruan tinggi, partisipasi masyarakat, kebijakan dan insentif pemerintah sangat penting untuk kesuksesan pencapaian target net zero emission (NZE).
ICBB 2022 dihadiri oleh peserta akademisi, peneliti, praktisi dan kalangan bisnis yang berasal dari China, Czech, Germany, Indonesia, Japan, Philippines, Singapore, Thailand, United States. Konferensi internasional yang dilaksanakan selama dua hari ini membahas isu perkembangan penelitian biomassa dan bioenergi dalam mencapat target net zero emission (NZE).