JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Pemerintah diminta melarang kegiatan Mighty Earth di Indonesia karena aktif melakukan kampanye hitam terhadap produk sawit. Akibat kampanye ini, Indonesia kehilangan kesempatan meningkatkan pertumbuhan perekonomian di wilayah Indonesia timur terutama Papua.
“Kampanye LSM asing sudah meresahkan. Banyak yang tidak terdaftar di Kementerian seperti Kementerian Luar Negeri RI, tetapi mereka aktif beroperasi dan merugikan nama Indonesia,” ujar Firman Soebagyo, Anggota DPR periode 2019-2024.
Menurutnya, pemerintah harus tegas menghadapi kampanye LSM asing yang merugikan Indonesia dari aspek ekonomi dan kedaulatan. Untuk itu, pemerintah sudah seharusnya melarang kegiatan LSM yang terbukti melanggar hukum. Apalagi, sampai mengganggu iklim investasi di Indonesia yang aktif melakukan pembangunan di kawasan Indonesia Timur.
Tercatat,sejumlah LSM asing yang berkampanye merugikan Indonesia tetapi tidak terdaftar di Kementerian Luar Negeri RI antara lain Forest People Programme, Mighty Earth, Environmental Investigation Agency (EIA). Merujuk laman ingo.kemlu.go.id bahwa kegiatan Mighty Earth sebagai lembaga swadaya masyarakat asing tidak terdaftar di Kementerian Luar Negeri RI. Sebagai informasi laman situs ini memberikan informasi mengenai regulasi, proses registrasi, keberadaan, dan kegiatan LSM asing di Indonesia.
Phil Aikman, Direktur Kampanye Mighty Earth dan FSC Expert menjelaskan bahwa tidak memiliki kantor perwakilan di Indonesia. Dalam melakukan investigasi dan kampanye, ia melakukan hubungan kerjasama dengan LSM lokal di Indonesia. Saat ini, Mighty Earth fokus memantau perkembangan deforestasi yang terjadi di Papua.
“Kantor pusat kami di Washington. Dan saya bekerja dari London. Tidak ada ada kantor perwakilan di sini (Indonesia),” ujarnya saat diwawancarai di Jakarta, Senin (9 September 2019).
Di tempat sama, sejumlah masyarakat adat berjumpa dengan Phil Aikman dan perwakilan Mighty Earth untuk meminta LSM asing ini menghentikan kampanye mereka. Justinus Gambenop, salah satu pemilik hak ulayat di distrik Subur,mengatakan belum pernah bertemu perwakilan Mighty Earth di wilayahnya, baru kali ini mereka bertemu langsung perwakilan LSM asing tersebut. “Tapi kenapa mereka langsung bisa bicara ada pelanggaran hak terhadap masyarakat kami,” ujar Justinus.
Justinus melanjutkan, masyarakat di desanya telah merasakan dampak sosial dan ekonomi pasca hadirnya Korindo. Mulai dari pembangunan sarana umum berupa akses jalan, klinik kesehatan, sekolah, rumah ibadah hingga pemberdayaan masyarakat melalui rekrutmen masyarakat setempat untuk menjadi karyawan.
Dalam kesempatan terpisah, hima Yudistira, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), menjelaskan jejaring NGO dari luar negeri bebas masuk Indonesia tanpa ada pelaporan maupun registrasi kepada pemerintah Indonesia. Sementara di Malaysia, pemerintah setempat memberikan pengawasan ketat bagi NGO transnasional yang ingin beroperasi di sana.
“Pada kenyataannya, NGO melanggar regulasi karena tidak terdaftar di pemerintah. Kebebasan sekarang ini menjadi kebablasan akibatnya blunder bagi perekonomian Indonesia,”kata Bhima
Jika persoalan ini
tidak segera ditangani, dampaknya sanga luas terhadap neraca perdagangan dan
investasi luar negeri. Bhima mengatakan surplus perdagangan Indonesia terus
menyusut semenjak beberapa tahun terakhir. Indonesia beruntung memiliki sawit
yang menjadi penyumbang utama ekspor non migas. Akan tetapi, perhatian
pemerintah terhadap sawit belum serius sehingga daya saintg komoditas ini sulit
berkembang.
“Tetapi jika pemerintah tidak menjaga komoditas (sawit)
dari gangguan. Maka nasib sawit akan seperti komoditas rempah-rempah yang
sekarang kita dengar cerita kejayaannya saja,”pungkas Bhima.