Serangan Ganoderma menjadi ancaman bagi peningkatan produktivitas sawit. PT Socfin Indonesia (Socfindo) membantu pengendalian ganoderma melalui DxP Socfindo MT Gano.
Ganoderma menjadi musuh bersama bagi masyarakat perkelapa sawitan Indonesia. Untuk itu, perlu gerakan yang komprehensif dilakukan oleh stakeholders sawit. Pernyataan itu mengemuka di tengah perbincangan benih sawit dengan Seed Production Senior Manager (Pimpinan riset), PT Socfin Indonesia, Indra Syahputra, saat ditemui di sela-sela acara Indonesian Oil Palm Conference (IOPC), di Nusa Dua – Bali, pada pertengahan Maret lalu.
Dijelaskan Indra, mengingat masih minimnya kampanye bahaya Ganoderma, pemerintah dan stakeholders sawit harus sama-sama mengampanyekan bahaya Ganorderma. “Kami (Socfin) dan produsen benih sawit sudah merasakan betapa menderitanya karena Ganoderma. Dan, saat ini sudah sangat yakin bahwa material tahan Ganoderma, yang mampu menekan serangan jamur Ganoderma yang menyebabkan busuk pangkal batang,” jelasnya.
Seperti diketahui, perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia menghadapi ancaman penyakit pangkal busuk yang disebabkan karena serangan jamur Ganoderma boninense Pat. Serangan jamur ini menjadi lebih lazim pada generasi/siklus ke-2.Dan, dampaknya populasi pohon kelapa sawit menurun, bisa mencapai 60%-80% pohon hilang di usia 15 tahun. Sehingga berpengaruh pada produktivitas yang rendah dan akhirnya kebun menjadi tidak layak secara ekonomis.
Mengingat, besarnya dampak ekonomi dari serangan Ganoderma. Produsen benih kelapa sawit ternama yakni PT Socfin Indonesia menghadirkan Varietas DxP Socfindo MT Gano sebagai varietas baru yang dirilis tahun 2013.
Bahkan, sudah terbukti memiliki sifat toleran terhadap penyakit Ganoderma dengan kemampuan produksinya yang tinggi. Karena sifatnya yang toleran ganoderma membuat kerapatan pohon dapat dipertahankan sehingga umur produktif menjadi lebih panjang daripada varietas biasa.
Dan, saat ini menjadi solusi terbaik untuk mengendalikan penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan serangan jamur ganoderma dengan menggunakan varietas toleran ganoderma, yaitu DxP Socfindo MT Gano. Bahkan, bisa menjadi solusi yang ideal karena sejalan dengan strategi Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) yang peduli dengan pengendalian biologis yang ramah lingkungan.
Selanjutnya, Indra menyampaikan pihaknya terus melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan Resistensi dan kapasitas.Strategi yang dijalankan Socfindo dalam pengembangan material MT Gano adalah, dengan meningkatkan level resistensi varietas DxP Socfindo MT Gano terhadap Ganoderma, dan meningkatkan kapasitas produksi varietas DxP Socfindo MT Gano. “Sejak dirilis pada 2013 lalu, kapasitan produksi masih 1 juta kecambah/tahun, sekarang kapasitasnya sudah 5 juta kecambah/tahun,” katanya.
“Walaupun sampai saat ini belum terserap semua, karena kesadaran para planters/petani tentang bahaya ganoderma masih rendah. Sebenarnya kebutuhan benih DxP Socfindo MT Gano cukup besar, apa lagi dengan adanya program replanting atau peremajaan sawit rakyat. Seharusnya program PSR menggunakan material DxP Socfindo MT Gano, tetapi yang terjadi menggunakan material biasa,” tambah Indra.
Mengapa untuk penanaman kelapa sawit pada generasi/siklus ke-2 disarankan menggunakan material yang toleran terhadap Ganoderma? Ini bukan tanpa alasan. Disamping populasi inoculum Ganoderma yang sudah semakin banyak, kualitas tanah kebun pada generasi/siklus ke-2 dapat dipastikan tidak sebaik pada tanam awal, yang rawan terhadap serangan penyakit tular tanah seperti Ganoderma.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 138)