Belum genap dua tahun, anggota Indonesian Palm Oil Pledge (IPOP) membubarkan kelembagaan platform ini. Inisiatif diambil karena sejumlah anggota khawatir tuduhan kartel Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Mendapatkan dukungan dari pemerintah .
Lima hari sebelum cuti bersama lebaran, tepatnya 29 Juni 2016, Gamal Nasir menerima kedatangan empat perusahaan kelapa sawit, anggota IPOP. Dalam kunjungan tersebut, mereka melaporkan perkembangan terkini IPOP.
Salah seorang direktur perusahaan anggota IPOP yang enggan disebutkan namanya, menceritakan bahwa IPOP tidak mungkin dilanjutkan karena situasinya sangat kisruh. Anggota khawatir dengan tuduhan kartel KPPU yang saat ini dalam tahap penyelidikan. “Kami telah bertemu dengan Pak Gamal (Dirjen Perkebunan) untuk melaporkan keinginan anggota untuk pembubaran IPOP,”ujarnya dalam sambungan telepon kepada SAWIT INDONESIA.
KPPU memanggil anggota IPOP berkaitan investigasi dugaan kartel. Sayangnya, Syarkawi Rauf, Ketua KPPU, enggan membeberkan nama perusahan yang dipanggil ke kantornya. Menurutnya, platform ini berpotensi menciptakan kartel dalam industri sawit. Tak hanya itu, diduga platform ini akan diskriminatif kepada perusahaan sawit di luar anggota IPOP.
Mendapat tekanan keras dari KPPU dan pemerintah. Akhirnya, anggota IPOP mengangkat bendera putih. “Sesuai kesepakatan bersama IPOP memang sudah bubar untuk kelembagaannya,” ujar seorang direktur perusahaan sawit anggota IPOP yang enggan disebutkan namanya.
Gamal Nasir menceritakan pembubaran IPOP memang inisiatif anggota. Alasannya, perusahaan yang tergabung dalam IPOP khawatir tuduhan KPPU berkaitan kartel. Apalagi, sejumlah anggota telah dipanggil lembaga negara yang bertugas memantau persaingan usaha ini.
Selain itu, kata Gamal, pemerintah tidak memberikan dukungan terhadap pelaksanaan IPOP. Sehingga, anggota ragu untuk melanjutkan platform ini.
Kementerian Pertanian yang diwakili Gamal Nasir sepakat IPOP bubar. Menurutnya, platform ini menabrak sejumlah aturan di dalam negeri. Selain itu, standar yang diterapkan lebih tinggi dari regulasi. “IPOP jangan buat aturan sendiri. Bahkan mau atur pemerintah. Negara ini tidak bisa didikte korporasi,”tegasnya.
|
Empat perwakilan perusahaan bertemu Gamal Nasir antara lain Agus Purnomo, Managing Director for Sustainability & Strategic Stakeholders Engagement di Golden Agri Resources (GAR), Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor, Joko Supriyono mewakili PT Astra Agro Lestari Tbk, dan Freddy Widjaya mewakili PT Asian Agri. Sementara itu, dua anggota IPOP lain berhalangan datang yaitu PT Cargill Indonesia dan PT Musim Mas.
Agus Purnomo, Managing Director GAR, mengakui telah bertemu Gamal Nasir bersama sejumlah anggota IPOP. Tetapi, enggan menjawab isi pertemuan. “Mengenai IPOP lebih tepat pertanyaannya diajukan kepada Kadin,” kata Agus.
Sebagai informasi, kelahiran IPOP diprakarsai oleh Kadin Indonesia bersama empat perusahaan sawit lain yaitu Wilmar, Golden Agri Resources (GAR) Ltd, Cargill, dan Asian Agri. Platform ini ditandatangani dan diumumkan dalam Konferensi Perubahan Iklim di New York pada September 2014.
Kepada SAWIT INDONESIA, Shinta Widjaja Kamdani, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Hubungan Internasional mempersilakan keinginan anggota IPOP apabila ingin membubarkan diri. Tetapi, lembaga ini berupaya memfasilitasi pemerintah dengan perusahaan sawit, anggota IPOP, untuk mencari solusi ke depannya.
“Kadin tidak akan menghalangi putusan anggota (IPOP). Tetapi, kami tetap bantu fasilitasi harapan anggota ke depannya,” kata Shinta dalam sambungan telepon pada penghujung Juni kemarin.
Shinta meminta anggota IPOP bersabar sambil menunggu arahan pemerintah. “Misalkan pemerintah merasa tidak ada gunanya dan mau dibubarkan ya teserah. Perusahan (IPOP) ingin dapat arahan tepat,” tuturnya.
Menurutnya, kondisi sekarang perlu dicari solusi bersama bukan membahas apakah bubar atau tidak. “Setelah lebaran, kami berusaha fasilitasi pertemuan dengan pemerintah untuk bahas masalah ini,” ujarnya.
Kementerian Pertanian yang diwakili Gamal Nasir sepakat IPOP bubar. Menurutnya, platform ini menabrak sejumlah aturan di dalam negeri. Selain itu, standar yang diterapkan lebih tinggi dari regulasi. “IPOP jangan buat aturan sendiri. Bahkan mau atur pemerintah. Negara ini tidak bisa didikte korporasi,”tegasnya.
(Ulasan lebih lengkap baca Majalah SAWIT INDONESIA Edisi 15 Juli-15 Agustus 2016)