PEKANBARU, SAWIT INDONESIA – Petani sawit membawa harapan program ”Jaga Zapin” (Jaga Zona Pertanian, Perkebunan dan Perindustrian) yang ditandatangani antara Kejaksaan Tinggi Riau dengan Dinas Perkebunan Provinsi Riau. Salah satu bagian penting dari program ini adalah hadirnya posko pengaduan dan konsultasi hukum hulu-hilir sawit di Kantor Kejati Riau.
Ketua DPW APKASINDO Riau KH. Suher menyampaikan harapan program Jaga Zapin ini dapat memperhatikan nasib petani sawit Riau.”Infomasi yang kami peroleh bahwa dalam Jaga Zapin ini akan membuka Posko Pengaduan sekaligus Konsultasi Hukum Hulu-Hilir Sawit Riau yang berkantor di Kejati Riau. Apabila ada kecurangan pabrik sawit seperti harga TBS, timbangan curang, potongan wajib timbangan dan lain-lain.Maka Posko Jaga Zapin akan segera menindaklanjutinya.”
Ibarat Tari Zapin sebagai tarian khas melayu Riau dengan ciri khas hentakan kaki dan gerakan tubuh yang indah. Suher menjelaskan hentakan kaki ini menggambarkan ketegasan dan gerakan tubuh yang menggambarkan keramah-tamahan budaya melayu.
“Terus terang saya sangat bangga Pak Kajati Riau menggunakan nama “Zapin” sebagai simbol dari program ini, tepat dan membumi, Riau beruntung memiliki sosok Kajati seperti Pak Supardi (Kepala Kejaksaan Tinggi Riau),” kata Haji Suher memuji.
Sebagai informasi, Perjanjian Kerjasama antara Kejaksaan Tinggi Riau dengan Dinas Perkebunan Provinsi Riau tentang Implementasi Program ”Jaga Zapin” (Jaga Zona Pertanian, Perkebunan dan Perindustrian) yang disaksikan langsung oleh Gubernur Riau Drs.H.Syamsuar, M.Si bersama Asisten Pembinaan Kejaksaan Tinggi Riau, Dr. Robinson Sitorus, SH.,MH dan Ketua DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) Provinsi Riau H. Suher beserta rombongan serta perwakilan dari Asosiasi Petani Sawit ASPEK PIR, SAMADE, Forum Mahasiswa Sawit (FORMASI) Indonesia dan Pemuka Masyarakat Riau yang diselenggarakan di aula gedung Satya Adhi Wicaksana Kejati Riau.(14/06/2023).
“Program Jaga Zapin ini dalam rangka untuk meningkatkan perekonomian masyarakat terutama para petani sawit,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Riau, Supardi saat diwawancara.
Asisten Pembinaan (Asbin) Kejaksaan Tinggi Riau, Dr. Robinson Sitorus, SH., MH, yang turut menyaksikan penandatanganan ini menyampaikan bahwa Jaga Zapin sebagai langkah proaktif Kejaksaan Tinggi Riau untuk mengawal industri komoditas strategis sawit Riau yang cukup banyak melibatkan masyarakat.
“Langkah awal kita akan memantau harga TBS di pabrik sawit supaya harga segera stabil,” terang Asbin Robinson.
Program ini akan diberlakukan di semua Kejari yang berada di Riau dengan menggandeng bupati dan dinas terkait. Robinson berharap semua stakeholder sawit dapat memanfaatkan program ini sebagai program ‘evaluasi diri’ sehingga akan terjadi keseimbangan masing-masing rantai dari industry sawit tersebut.
“Hasil pengamatan kami hampir satu tahun ini memang terjadi perbedaan persepsi tentang regulasi bidang hulu-hilir kelapa sawit, terkhusus saat penetapan harga TBS petani dan implementasinya di lapangan menjadi fokus kami,” tegas Asbin.
Sebagai informasi, Dr. Supardi, Mantan Diretur Penuntutan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) ini telah menjadi sejarah perjalanan kelapa sawit Indonesia. Banyak karya nasional yang sudah ditorehkan oleh sorang Dr Supardi sepanjang karirnya, seperti misalnya kasus kebun PT Duta Palma saat masih menjabat di Kejagung dan kasus kelangkaan migor. Dengan keberhasilan ini membuat siapapun yang bermain di sektor harga CPO dan harga TBS petani untuk berpikir-pikir berbuat curang. Maka, Riau akan menjadi barometer tata kelola harga CPO dan harga TBS Petani.
Asbin melanjutkan,”Pak Kajati sekarang sangat memahami Riau dan kami merasa terjaga sejak beliau Kajati Riau. Lihat saja, atas pendampingan Pak Kajati dan ditangani langsung oleh Koordinator Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejati Riau, Fauzi Marasabessy, SH., MH,.
“Sejak September tahun lalu, sudah banyak menghasilkan manfaat, terkhusus kejelian Pihak Kejati Riau melihat roh permasalahannya di BOL (biaya operasional langsung) dan BOTL (biaya operasional tidak langsung). Kedua komponen ini sangat mempengaruhi harga TBS penetapan Disbun Riau yang diumumkan setiap Selasa,” kata Asbin.
Suher mengakui terjadi penurunan signifikan biaya pemasaran, biaya transport, penyusutan dan terjadi peningkatan Indeks K secara signifikan. Indeks K merupakan persentase yang diterima oleh Petani sawit dari satuan kilogram TBS. Jadi semakin tinggi Indeks K, maka semakin besar persentase yang diterima petani dalam bentuk harga TBS (Rp/Kg TBS).
Suher menuturkan aspek yang selama ini ditutupi oleh korporasi anggota Tim Harga TBS Riau menjadi transparan dan akuntabilitas. Termasuk komponen cangkang dan produk sampingan lainnya karena tidak pernah dinikmati oleh petani.
“Kalaupun selama ini, misalnya dari harga cangkang hanya Rp10/kg. Padahal, cangkang saat ini harganya semakin mahal dan diekspor, rerata Rp1.500-Rp1700/kg. Masa petani hanya dapat Rp10/kg,” kata Suher.
Kajati Riau menandatangani perjanjian kerjasama Program “Jaga Zapin” dengan Dinas Perkebunan Provinsi Riau
Menurutnya kecilnya perhitungan cangkang dalam rumus formula harga TBS ini sebagai dampak formula perhitungan yang diatur dalam Permentan 01 tahun 2018. Sebab, pola yang dianut adalah konsep “titip olah” sehingga semua beban biaya (BOL dan BOTL) yang diproses di pabrik sawit ini merupakan beban dari TBS Petani. “Artinya selain rendemen, maka produk sampingan dari proses pengolahan TBS menjadi CPO adalah milik petani sawit,” tegas KH Suher.
Suher mengatakan bahwa harga Disbun yang merujuk Permentan 01/2018 adalah harga khusus plasma di mana pemikiran tersebut sesat.
“Saya juga petani plasma dan juga petani swadaya, saya merasakan bahwa Permentan tersebut sangat tidak cocok dengan dinamika hulu-hilir sawit saat ini. Sebagai konsekuensi Permentan 01 tahun 2018, sebaiknya diterapkan secara penuh. Buka semua dapur perusahaan pabrik sawit sebagaimana perintah permentan tersebut,” tambah Suher.
Suher bertanyan apakah pabrik sawit mau di cek rendemen aktualnya, loss pabrik sawit, biaya perawatan dan pergantian mesin-mesin, persentase pemakaian fiber dan cangkang sebagai pemanas boiler, biaya pemasaran dan biaya-biaya lainnya yang cukup ribet dan penuh kerahasiaan.“Jaga Zapin akan masuk kesana dan siap-siap lah semua PKS untuk buka-bukaan,” urai KH Suher.
Peluncuran Program ini membuat petani sawit di 21 Provinsi sawit lainnya terkejut dan takjub akan gebrakan Kejati Riau dan Gubernur Riau. Seperti dikatakan Dr. Badaruddin Puang Sabang, MM, Ketua APKASINDO Sulawesi Selatan. Hari ini (14/6) harga TBS kami ditetapkan Disbun hanya Rp.1.780. “Kami akan meminta Kejati Sulawesi Selatan menduplikasi apa yang dilakukan Kejati Riau, itu untuk kebaikan semua” ujarnya. Hal yang sama juga dikatakan petani sawit dari Kalimantan Barat, Aceh, Bengkulu, Sulawesi Tenggara dan provinsi sawit lainnya bahwa akan menduplikasi apa yang sudah dilakukan oleh Kejati dan Gubernur Riau.
Menanggapi Riuhnya medsos petani sawit dengan terobosan yang dilakukan oleh Kejati dan Gubernur Riau ini, Ketua Umum DPP APKASINDO, Gulat ME Manurung, mengatakan sudah sewajarnya stakeholder sawit menyadari kekeliruan selama ini dalam hal rasio margin dan beban hulu-hilir sawit.
“Dan apa yang dilakukan oleh Pak Kajati Riau dan Gubernur Riau bentuk ketegasan yang terukur dalam menjaga kestabilan ekonomi sawit yang dampaknya cukup luas secara nasional. Industri hilir dan turunan sawit jangan dilihat sepihak, tapi harus menyeluruh, khususnya bahan bakunya. Tidak ada guna bicara keberlanjutan sawit, jika petani sawitnya menjadi ‘pasien BLT’ akibat hilir tidak mau berkurang untungnya. Menjaga sawit harus menseimbangkan tiga dimensi pokok keberlanjutan, dimensi ekonomi, sosial dan dimensi lingkungan, itu baru benar,” pungkas Gulat.