MANOKWARI, SAWIT INDONESIA – Ribuan Petani sawit di Manokwari, Papua Barat, kebingungan menjual hasil panennya setelah pabrik sawit PT Medcopapua Hijau Selaras terbakar. Kabar terbakarnya pabrik diterima redaksi saat melakukan peliputan di acara pencanangan program Peremajaan Sawit Rakyat yang dilakukan oleh Wapres RI, KH Ma’ruf Amin, pekan lalu.
“Pupus sudah harapan petani saat mulai menapak masa depan melalui Peremajaan Sawit Rakyat. Serta harapan atas persetujuan pabrik kelapa sawit Koperasi Produsen Arfak Sejahtera. Malahan pabrik kelapa sawit tempat kami menggantungkan hidup terbakar habis” ujar Paiki Dorteus Ketua Koperasi Arfak Sejahtera.
Sebagai gambaran, total luas kebun sawit Koperasi Arfak Sejahtera 9.400 Ha, dengan rincian potensi tanaman yang berproduksi (TM) seluas 3.100 ha, tanaman yang sudah di PSR kan (peremajaan sawit rakyat) sejak tahun 2021 (Tahap 1-5) seluas 2.044 hektar dan tanaman yang tidak terawat karena sudah tidak produktif umur 33-38 tahun seluas 4.256 ha;
Paiki menjelaskan tadinya petani berharap, lahan yang masih benar-benar produktif seluas 2.700 hektar dari total 3.100 hektar tetap dapat menjual TBS ke pabrik sawit Medco. Sembari menunggu semua lahan kami yang diremajakan masuk fasee produktif. Setelah itu dilanjutkan dengan kepemilikan pabrik sawit sendiri melalui dana Sarpras.
“Namun, nasib berkata lain, rencana pabrik sawit petani masih tahap persetujuan (sambil menantikan terbitnya Rekomtek), malahan pabrik sawit Medco ludes terbakar” ujarnya.
Perihal kondisi ini juga sudah kami laporkan ke Bapak Wakil Presiden saat kunjungan kerja Wapres kemaren (15/7) yang juga dihadiri oleh Bapak Direktur Tanaman Kelapa Sawit dan Palma, Ardi Praptono, Gubernur Papua Barat, Bupati serta hadirin lainnya.
“Kebakaran pabrik Medco sudah tersebar di sosial media. Kondisinya saya lihat rusak parah, Jika owner nya cepat memperbaiki, paling cepat 1 tahun baru bisa beroperasi kembali,” ujar Paiki
Paiki dan ribuan anggota koperasi tidak tahu harus menjual buah sawitnya kemana lagi karena sangat tergantung kepada pabrik sawit Medco.
“Dengan luas perkebunan sawit sekitar 2.700 hektar yang masih produktif entah kemana kami menjual hasil panennya. Belum lagi kebun-kebun petani swadaya lainnya di sekitar Manokwari,” ujar Paiki.
Jika dihitung Rata-rara produksi TBS dari yang benar-benar produktif 2.700 hektar milik koperasi kami per bulannya masih memproduksi rerata 500-650 kg/ha atau totalnya 1.600-1.700 ton TBS/bulan. Apabila dirupiahkan sekitar Rp2 miliar sampai Rp2,2 miliar setiap bulan akan “hilang”begitu saja.
“Memang harga TBS petani dibeli pabrik sawit Medco antara Rp1.275-Rp1.400/kg TBS. Walaupun harga Penetapan Disbun Papua Barat sebesar Rp2.400/kg TBS umur 10-21 tahun periode bulan Juni, namun itupun sudah sangat membantu kami dan kami syukuri masih ada yang membeli TBS kami” ujar Paiki.
Di Papua Barat , terdapat 5 pabrik kelapa sawit yang paling terdekat berada di Kabupaten Bintuni. Tapi harus menyeberang laut yang waktunya antara 8-10 jam sampai ke pabrik sawit. Itu tidak mungkin, selain karena jarak, selama ini saja buah sawit Petani dari Bintuni banyak masuk ke PKS Medco. Sedangkan di Sorong, ada 3 unit pabrik sawit, ini semakin tidak mungkin karena jarak tempuhnya bisa 12-16 jam belum lagi kondisi infrastruktur yang tidak memadai.
“Entahlah apa yang akan terjadi, buah sawit ribuan ton tadi akan membusuk sia-sia ditengah keterbatasan ekonomi kami, khususnya 4.700 KK anggota koperasi Arfak Sejahtera,” kata Paiki.
Paiki menjelaskan efek posisitf sawit sangat berdampak kepada ekonomi Kabupaten Manokwari khususnya. Bayangkan saja perkebunan sawit menghidupi tukang panen, supir truk, toko kelontong, satpam, tukang jual pupuk, buruh lepas dan semua lini terkait ke sawit dari ring 1 sampai ring 5″.
“Dengan tidak bermaksud memaksa “kami bermohon kepada Kementerian Pertanian supaya lebih cepat menerbitkan rekomtek pabrik sawit Koperasi Arfak Sejahtera, hanya itu harapan kami. Meskipun rekomtek tersebut tidak menyelesaikan masalah sampai pabrik sawit tersebut terbangun,” ujarnya.
Pertanyaannya adalah bagaimana rentang waktu sejak PKS Medco terbakar sampai berdirinya PKS Koperasi ?Pertanyaan inilah yang susah dijawab karena semua masih gelap.
Paiki menjelaskan sewaktu Pekan Nasional Petani dan Nelayan (PENAS) ke XVI di Padang, Saya mendengar ada dipamerkan PAMIGO (Pabrik Mini Minyak Goreng) Karya Agung dari Kementan. Kami juga akan bersurat kepada Bapak Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’aruf Amin perihal nasib petani sawit pasca terbakarnya pabrik sawit PT Medco.
“Mohon juga pertimbangan dalam kondisi kami saat ini, Kementan dapat mendahulukan kami petani di Manokwari mendapatkan PAMIGO tersebut sebagaimana dalam pemaparan Pak Dirjenbun untuk setiap 1.000 ha kebun rakyat akan dibangunkan 1 PAMIGO, sambil menanti berdirinya PKS yang kami usulkan berporoses” harap Paiki.
Memang, PAMIGO itu kapasitasnya olahnya kecil sekitar 6-7 ton TBS per hari, namun
dapat menyelematkan ekonomi 4.700 KK anggota Koperasi dan masyarakat di Kab Manokwari pada umumnya, apalagi jika 9.400 ha kebun koperasi sudah produktif semua maka PAMIGO dan PKS akan saling dukung.
“Dari 6-7 ton TBS per hari tersebut akan menghasilkan CPO 1,2 ton/hari dan bisa langsung diolah menjadi Migor (dalam satu rangkaian) yang hasilnya 1 ton/hari melalui Pamigo tersebut,” kata Paiki.
Ketua Umum DPP APKASINDO, Dr. Gulat ME Manurung, yang ikut langsung pada kunjungan Wapres, mengatakan selalu saja ada tantangan, belum selesai masalah yang satu muncul lagi masalah berikut sebagaimana yang dialami petani sawit di Kab Manokwari. Namun kami APKASINDO tidak akan menyerah, terkhusus mengatasi TBS Koperasi Produsen Sawit Arfak Sejahtera yang belum tahu aka dijual kemana akibat terbakarnya pabrik sawit Medco.
“Kami akan melaporkan hal ini ke Kementerian Pertanian dan BPDPKS perihal tersebut dan kami segera kembali ke Papua Barat lagi untuk kordinasi. Kalau dibiarkan begitu saja akan beresiko terhadap sosial dan ekonomi anggota koperasi dan masyarakat sekitarnya,” ujar Gulat ketika dihubungi di Mamuju menghadiri acara DPW APKASINDO Provinsi Sulawesi Barat.