JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Sekarang atau tidak akan pernah (nor or never), itulah yang sering terucap oleh Ketua Umum DPP APKASINDO, terutama Di tahun politik 2024 ini.
Apa hubungannya?. Dijelaskan Ketua Umum DPP APKASINDO bahwa hubungannya adalah partisipasi aktif 17 juta petani sawit dan pekerja sawit dalam mendudukkan Capres jagoan dan idola petani dan pekerja sawit sangat menentukan nasib 5 tahun kedepan petani sawit Indonesia.
Apa yang sampaikan olehnya tersebut bukan tanpa alasan, hal ini dapat dilihat dari refleksi perkebunan sawit rakyat 2023 (2015-2023) yang penuh dengan kejutan dan turbulensi.
Ketua Umum DPP APKASINDO, Dr. Gulat ME Manurung, MP,C.IMA dengan lihai dan tegas menjelaskan saat konferensi pers refleksi perjalanan petani sawit 2023, didampingi Sekretaris Jenderal DPP APKASINDO Dr.Rino Afrino,ST.,MM.,C.APO (7/1).
Dalam kesempatan itu APKASINDO mengulas 9 isu penting dan strategis sawit Indonesia yakni (1) Harga Crude Palm Oil (CPO), Bursa CPO, Biodisel dan Hubungannya ke harga Tandan Buah Segar (TBS) petani, (2) Harga Pupuk dan harga pokok produksi, (3) berlarut-larutnya penyelesaian legalitas kebun sawit rakyat, (4) Program Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan hubungannya ke Rekomtek Dirjen Perkebunan, (5) Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), PKS Mini dan Sarpras lainnya, (6) Ancaman ISPO bagi Petani Sawit, (7). EUDR dan Advokasi Sawit, (8). Koordinasi dengan Aparat Penegak Hukum dan ((9). Peningkatan Sumber Daya Manusia & Beasiswa Sawit.
Sontak saja 9 poin ulasan refleksi tersebut membuat banyak pihak terkejut dan menjadi pokok bahasan di media sosial sawit dan pemangku kepentingan (K/L) sebagai perenungan Bersama perjalanan petani sawit sampai tahun 2023.
Berdasarkan catatan APKASINDO, dari tahun 2015-2023 diketahui Rata-rata harga CPO Internasional Rotterdam dan KPBN tiap tahunnya menunjukkan dinamika harga yang tidak konsisten. Inkonsistensi ini bermula dari Indonesia sebagai produsen CPO terbesar dunia,” ujar Gulat.
Menurut data APKASINDO, diketahui dari tahun 2015 sampai tahun 2019 tampak bahwa turun-naiknya harga CPO baik di KPBN maupun di Rotterdam berkisar antara 3%-11%, yang artinya harga CPO pada kurun waktu 2015-2019 tidak terjadi kenaikan yang cukup berarti. Bahkan pada 2017-2019 terjadi penurunan rata-rata harga CPO sebesar 7,04%. Akibat dari penurunan harga CPO periode 2017-2019 ini praktis membuat harga TBS stagnan selama tiga tahun rerata di harga Rp1.650/kg TBS.
“Dengan perbandingan harga Periode 2017-2019 dengan periode 2015-2016 diketahui rata-rata harga TBS petani justru lebih tinggi yaitu Rp1.6.75/kg,” kata Gulat pada Konferensi Pers tersebut.
Dari data APKASINDO, adapula fenomena lain yang menarik untuk disimak yaitu harga CPO periode 2020 dibandingkan 2019 terjadi kenaikan harga CPO (Rotterdam) sebesar 21,21% dan kenaikan ini lebih tajam lagi tahun 2021 dibandingkan 2020 sebesar 59,54% dan periode 2022 kembali naik dibandingkan periode 2021, meskipun hanya 14,83%.
Rerata Harga TBS Periode 2020-2023 diketahui dari data yang diolah oleh DPP APKASINDO adalah sebesar Rp2.175, dimana puncak harga TBS tertinggi terjadi diperiode 2022 sebesar rerata Rp.2.450/kg (Harga CPO Rotterdam Rp19.780).
Gulat mengatakan Jika dibandingkan harga CPO Rotterdam dengan Harga CPO KPBN cenderung memiliki gelombang se-irama meskipun terlihat terjadi perbedaan harga yang signifikan antara harga CPO Rotterdam dengan KPBN yang diakibatkan oleh beberapa faktor seperti beban bea keluar dan Pungutan Ekspor (levy) yang cenderung menekan harga CPO KPBN. Selain itu kelas dari KPBN yang sifatnya tender tentu akan mengakibatkan semakin tertekannya harga CPO KPBN dibandingkan dengan kelas bursa internasional Rotterdam.
Yang menjadi catatan penting dari perjalanan harga CPO (2015-2023) adalah kenaikan harga CPO dari 2015 ke 2023 tidak menunjukkan kenaikan harga yang signifikan yaitu hanya 42,04% sedangkan kenaikan harga TBS dari tahun 2015-2023 hanya 27,27%.
Bagaimana dengan harga CPO di tahun 2023?. Ternyata harga CPO Rotterdam malah turun sebesar 25,98% dan harga CPO KPBN turun sebesar 12,09% dibandingkan rerata harga CPO selama 2022. Akibat dari penurunan harga CPO selama periode 2023 ini harga TBS juga terdampak, dimana terjadi penurunan harga TBS selama tahun 2023 sebesar 10,20% dibandingkan rerata harga TBS periode 2022.
Menggeliatnya harga CPO di awal 2020 sampai dengan 2022 tidak terlepas dari kebijakan mandatori Biodisel B30. Imbasnya, harga CPO terdongkrak tajam selama 2020-2022. Strategi ini berhasil menjaga keseimbangan CPO Domestik dengan global. Selain itu, hal ini berhubungan erat dengan kenaikan harga TBS Petani pada periode tersebut.
Cenderung naiknya harga CPO sejak mandatori B30, telah berdampak ke ketersediaan minyak goreng domestik, terutama sejak awal 2023. Kelangkaan minyak goreng ini telah mengakibatkan pemerintah terpaksa mengambil kebijakan larangan ekspor CPO tanggal 28 April 2022 dan hal ini langsung mengakibatkan ambruknya harga CPO Domestik (sempat menyentuh Rp9000) disaat yang bersamaan harga CPO dunia melonjak tajam akibat larangan ekspor tersebut.
Setelah APKASINDO melakukan aksi keprihatinan tanggal 17 Mei 2022, telah menggugah hati Presiden Jokowi, dimana dua hari setelah aksi keprihatinan tersebut, tepatnya tanggal 19 Mei, Presiden Jokowi resmi mencabut larangan ekspor tersebut dengan dasar pertimbangan mengingat nasib 17 juta petani sawit dan pekerja sawit. Namun pasca pencabutan larangan eksport tersebut harga CPO tidak kunjung bergeliat naik bahkan cenderung stagnan.
“Untuk mendongkrak harga CPO, dikatakan Gulat, pemerintah Kembali meningkatkan serapan CPO domestic dengan menaikkan mandatory B30 menjadi mandatory B35 per awal Agustus 2023, namun upaya ini tidak banyak menolong mendokrak harga CPO Domestik dan dampaknya sampai dengan akhir tahun 2023 masih berbekas. Walaupun rendahnya harga CPO domestic pasca larangan ekspor juga dipengaruhi factor-faktor lain tentunya,” urai Gulat.
Ada sejumlah strategi agar tidak mengulangi kondisi ekonomi, sosial sawit dan lingkungan selama 2015-2023 tadi, perlu dilakukan langkah-langkah afirmasi di 2024 ini dengan beberapa poin strategis yang harus dilakukan oleh pemerintah dan stakeholder sawit.
Dari sisi pemerintah, yaitu pertama konsistensi regulasi terkait hulu-hilir sawit, segera menerbitkan regulasi dukungan pendirian PKS Petani sawit, percepatan pendirian Pabrik Mini Minyak Goreng (Pamigo) dan Pabrik Minyak Makan Merah (M3) Yang dikelola oleh koperasi, dengan menggunakan dana sawit (BPDPKS), tuntaskan klaim Kawasan hutan oleh KLHK terhadap perkebunan sawit rakyat dengan pendekatan histori kebun sawit yang berpatokan ke UU Pokok Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 dan UUCK, tuntaskan revisi Permentan 01 tahun 2019 dengan mengadopsi usulan tiga organisasi petani sawit (APKASINDO, SAMADE dan ASPEKPIR).
Adapun poin penting dari revisi tersebut adalah melindungi petani sawit swadaya, serta revisi regulasi ISPO dengan konsep ISPO Relatif dan yang terakhir langkah strategis dari sisi K/L adalah koordinasi dengan aparat penegak hukum untuk lebih dekat mengenal hulu-hilir sawit. (Bersambung)