Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mendukung penuh keberlanjutan program mandatori biodiesel pemerintah. Salah satu dukungan program B40 adalah mendukung pendanaan untuk kajian penerapan B40.
Dasar hukum penyaluran dana FAME adalah Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015. Dalam pasal 18 disebutkan bahwa dana digunakan untuk menutup selisih kurang antara HIP Solar dengan HIP Biodiesel dan berlaku untuk semua jenis BBM jenis minyak solar (JBT dan JBU). Dana ini disalurkan kepada badan usaha bahan bakar nabati.
Selanjutnya dasar pembayaran adalah hasil verifikasi Kementerian ESDM yang dapat dibantu surveyor yang ditunjuk BPDPKS. Berikutnya persyaratan badan usaha BBN akan diatur lebih lanjut pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan BBN Jenis Biodiesel dalam Kerangka Pembiayaan oleh BPDPKS. Setiap bulan, Kementerian ESDM menetapkan HIP biodiesel dan HIP minyak solar.
Edi Wibowo, Direktur Penyaluran Dana BPDPKS menjelaskan bahwa skema pembayaran biodiesel Berdasarkan PerMen ESDM Nomor 24 Tahun 2021 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel dalam Kerangka Pembiayaan Oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Dana biodiesel akan diberikan untuk menutupi selisih antara HIP minyak solar dengan HIP biodiesel.
Sebelum dilakukan pembayaran oleh BPDPKS, akan dilakukan penetapan hasil verifikasi sebagai dasar pembayaran dana pembiayaan biodiesel. Verifikasi dilakukan oleh Ditjen EBTKE Kementerian ESDM RI. Komponen verifikasi meliputi volume penyaluran Biodiesel, bulan transaksi, besaran ongkos angkut, nama BU BBN dan nama BU BBM, dan sektor penyaluran.
“Pihak Ditjen EBTKE bekerjasama dengan Surveyor Indonesia untuk mendapatkan hasil verifikasi terkait penyaluran badan usaha BBN. Berikutnya hasil verifikasi akan diserahkan kepada BPDPKS untuk menjadi dasar pembayaran. Proses dari penyerahan dokumen sampai kepada pembayaran selama 28 hari kerja,” urai Edi saat berbicara dalam webinar “Menjaga Keberlanjutan Mandatori Biodiesel: Indonesia Menuju B40”, yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia, Selasa (30 November 2021).
Volume penyaluran biodiesel dari 2015 sampai 23 November 2021 terus menunjukkan tren positif. ”Dari 0,4 juta kiloliter pada 2015 selanjutnya naik signifikan menjadi 7,9 juta kiloliter,” tambahnya.
Edi menjelaskan bahwa mandatori B30 akan meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan yang berdampak kepada mengurangi CO2, menciptakan lapangan kerja, stabilisasi harga CPO, dan meningkatkan pendapatan petani sawit.
“Dari 2015 sampai Oktober 2021, jumlah biodiesel yang telah digunakan mencapai 31,4 juta kiloliter yang menyerap emisi karbon sebesar 46,95 juta ton CO2,” ujar Edi.
Sebagai informasi, Kementerian ESDM menetapkan alokasi biodiesel untuk tahun 2022 sebesar 10.151.018 kL melalui Keputusan Menteri ESDM No. 150.K/EK.05/DJE/2021, tanggal 30 November 2021 tentang Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel serta Alokasi Besaran Volume untuk Pencampuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Periode Januari – Desember 2022.
“Sesuai alokasi Kementerian ESDM, penyaluran biodiesel diperkirakan sebesar 10,15 juta kiloliter. BPDPKS mendukung kebijakan pemerintah ini untuk melanjutkan program B30,” ujar Edi Wibowo.
Dalam presentasinya, Edi menjelaskan bahwa target volume penyaluran FAME di tahun 2022 sebesar 10,15 juta KL. Rata-rata selisih HIP Solar dan HIP Biodiesel sebesar Rp 3.853/Liter dengan rentang Rp 3.060-5.483/liter (termasuk OA dan PPN).
”Perkiraan kebutuhan dana untuk penyaluran FAME tahun 2022 sebesar Rp 39,11 triliun,” jelasnya.
Program B40
BPDPKS mendukung rencana pemerintah berkaitan program B40. Salah satunya mendukung pendanaan atas inisiatif Balitbang ESDM, BPDPKS dan PT. Pertamina bagi kebutuhan kajian penerapan B-40 melalui uji karakteristik penyimpanan unjuk kerja dan ketahanan mesin diesel pada engine test bench serta aspek tekno ekonomi yang dilakukan oleh LEMIGAS.
Dalam presentasinya berjudul Peran BPDPKS untuk Keberlanjutan Program Mandatori Biodiesel, dikatakan Edi Wibowo, telah ada sejumlah hasil kajian. Pertama, Komposisi B40 dengan Kompoisi B30+HVO10, menunjukkan perbaikan kualitas pada beberapa parameter Standar Mutu dibandingkan B30. Kedua, perlu penetapan standar Mutu B-40.
Ketiga, perlu uji jalan B40 yang lebih komprehensif dengan melibatkan para pemangku kepentingan agar implementasi B40 dapat diterima sesuai rekomendasi teknis yang lebih komprehensif dari pada Pihak.
Keempat, kecukupan dana perlu menjadi perhatian dalam menjaga keberlanjutan program, disamping revisi regulasi yang ada (terkait HIP HVO/DPME) dan bisnis prosesnya.
Kelimanya, perlu diperhatikan harga CPO dan minyak solar, dimana selisih HIP Solar dan Biodiesel yang tinggi, maka penerpaan B30 masih perlu dipertahankan dan dicari alternatif bahan bakar berbasis sawit untuk menggantikan bahan bakar minyak berbasis fosil, guna mengurangi ekspor BBM, seperti Bensa.
Menurut Edi Wibowo, kapasitas produksi HVO maupun DPME, belum mencukupi untuk penerapan B40 secara nasional, dan perlu dikaji keekonomiannya secara lebih komprehensif, khususnya analisis yang mendalam terkait kebutuhan tambahan investasi industri HVO, khususnya DPME, yang merupakan advance processing dari FAME.
Keekonomian B40 dan kecukupan Dana untuk menutup selisih kurang HIP perlu dipertimbangkan secara matang untuk mengantisipasi perubahan harga CPO yang dinamis dan keberlanjutan program.
(Selengkapnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 122)