Ajang Sawit Indonesia Award 2023 mendapatkan apresiasi dari Kementerian Perekonomian RI sebagai upaya mendukung keberlanjutan industri kelapa sawit di Indonesia.
Majalah Sawit Indonesia sukses menyerahkan 55 Penghargaan kepada tokoh sawit, perusahaan, petani, dan asosiasi dalam ajang Sawit Indonesia Award 2023 di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (20/12/2023). Dalam sambutannya, Deputi Kemenko Perekonomian RI Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Dida Gardera mengatakan kelapa sawit merupakan menyumbang product domestic bruto (PDB) terbesar setelah industri pengolahan yakni 13,57 persen. Sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap terjaga di 5 persen walaupun di semester III mengalami penurunan.
Dia menuturkan lahan kelapa sawit nasional sangat luas memiliki 16,38 juta hektar. 1 juta ha milik negara, 6,8 juta milik rakyat dan swasta 8,6 juta ha. Dari kesemuanya itu memproduksi 51 juta ton dan konsumsi 12-an juta ton dan sisanya diekspor. Data BPS Pada 2022, ekspor sawit mencapai hampir USD 30 miliar, naik 3,6 persen dibanding 2021.
“Sangat tepat lah Pak Amri [Pemimpin Redaksi Majalah Sawit Indonesia] sangat fokus pada isu ini dan menjadikan media sebagai sarana komunikasi seluruh stakeholder. Saya kira tidak akan tergantikan komoditi lain. Diharapkan tahun tahun setelahnya meningkat,” ujar Dida.
Selain produktivitas, dia mengungkapkan industri ini memiliki tantangan besar lain kedepannya terutama menyangkut aspek keberlanjutan. Apa lagi, saat ini sudah ada Undang-Undang Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation Regulation-EUDR) yang akan menjadi ganjalan besar bagi sawit Indonesia untuk eksis di pasar dunia. Dida pun mengajak seluruh pelaku usaha, petani dan stakeholder sawit lainnya untuk menyukseskan sertifikasi ISPO.
“Artinya kontribusi positif sawit diiringi sejumlah tantangan. Salah satu persyaratannya treacibilty, mengupayakan itu tidak ringan. Tapi apa yang dilakukan pemerintah dan stakeholder bukan berdasarkan permintaan luar tapi intinya kebutuhan kita sendiri. Satu untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan baik petani atau perusahaan,” jelas Dida.
Dida juga mengungkapkan tantangan industri sawit lainnya yakni masalah peremajaan sawit rakyat yang kini realisasinya masih kurang optimal dan juga hilirasasi sawit.
Kementerian Perekonomian menyampaikan kontribusi besar industri sawit bagi negara juga menghadapi sejumlah tantangan besar yang harus diselesaikan kedepan.
Deputi Menko II Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Dida Gardera menyampaikan saat ini lahan kelapa sawit nasional sangat luas memiliki 16,38 juta hektar. Sekitar 1 juta ha milik negara, 6,8 juta milik rakyat dan swasta mencapai 8,6 juta ha.
“Dari kesemuanya itu memproduksi 51 juta ton dan konsumsi 12-an juta ton dan sisanya diekspor. Data BPS Pada 2022, ekspor sawit mencapai hampir USD 30 miliar, naik 3,6 persen dibanding 2021. Tenaga kerja yang terlibat pun sangat besar sekitar 16,2 juta tenaga kerja baik langsung maupun tidak langsung dalam pengolahan kelapa sawit,” ujar Dida dalam acara Indonesia Sawit Awards 2023 di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (20/12/2023).
Meski demikian, Dida mengungkapkan industri ini memiliki tantangan besar lain kedepannya terutama menyangkut aspek keberlanjutan. Apa lagi, saat ini sudah ada Undang-Undang Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation Regulation-EUDR) yang akan menjadi ganjalan besar bagi sawit Indonesia untuk eksis di pasar dunia.
Dida juga menjelaskan Inggris pun akan segera menerapkan aspek sustainability terhadap komoditi yang masuk ke wilayah Britania Raya.
“Bersamaan itu juga UK pada COP di Dubai juga melaunching hal yang seperti EUDR, tapi lebih smooth lah. Persyaratannya agar comply memenuhi ketentuan nasional masing – masing. Jadi lebih ringan. Ini sebetulnya kita seperti diharapkan,” jelasnya.
Untuk menghadapi regulasi tersebut, Dida menyebut pemerintah akan melaksanakan dua tahap. Pertama, akan mengoptimalkan jalur diplomasi agar persyaratan tersebut bisa terpenuhi secara bertahap.
“Terlepas persyaratan tadi memang dalam EUDR kita butuhkan kaitannya keberlanjutan dan treacibility. Memang tidak mungkin dalam waktu dekat terpenuhi dan hanya bisa bertahap. Kita lakukan perbaikan dalam negeri. Lalu mencoba berdiplomasi supaya bisa smooth agar memenuhi persyaratan,” ujarnya.
Dida pun mengajak seluruh pelaku usaha, petani dan stakeholder sawit lainnya untuk menyukseskan sertifikasi ISPO.
(Selengkapnya dapat dibaca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 146)