Tiga perusahaan sawit tetap melanjutkan penanaman lahan baru dan pembangunan pabrik sawit. Strategi jangka panjang ini mempersiapkan kenaikan produksi buah sawit dalam beberapa tahun mendatang.
PT Austindo Nusantara Jaya Tbk tetap melanjutkan pembangunan kebun dan pabrik sawit pada tahun ini. Salah satunya adalah fokus membangun perkebunan sawitnya di Papua. Emiten berkode ANJT ini menggunakan pendekatan yang berbeda sebagai upaya merangkul masyarakat dan menjaga konservasi.
“Cara pengembangan di Papua sangat berbeda dengan daerah lain. Kami mengikuti sustainability policy, dari 30 persen konsesi dialokasikan untuk konservasi,” ujar Istini Tatiek Siddharta, Presiden Direktur PT Austindo Nusantara Jaya Tbk, dalam media gathering, pada akhir tahun lalu.
Perseroan mempunyai cadangan lahan (landbank) seluas 91.210 hektare termasuk plasma. Per 30 September 2017, lahan inti (perusahaan) yang telah tertanam seluas 4.978 hektare. Sedangkan, perkebunan untuk masyarakat (plasma) tertan 543 hektare.
“Landbank terbesar berada di Papua. Penanaman sampai akhir tahun ini bisa 6.000-7.000 hektare,” ungkap Istini.
Istini menjelaskan perusahaan menghormati budaya dan adat masyarakat lokal setempat dalam pembangunan kebun. Sebelum membuka kebun, perusahaan melakukan pendekatan komunikasi dan berupaya membangun perekonomian masyarakat. Itu sebabnya, pembangunan kebun selalu dibicarakan dahulu dengan pemangku adat dan pemerintahan lokal.
Dalam rencana bisnisnya, perkebunan sawit di Papua Barat akan dilengkapi pabrik kelapa sawit berkapasitas olah 45 ton TBS per jam dan pabrik pabrik pengolahan kernel berkapasitas 40 ton per jam.
Lucas Kurniawan, Direktur ANJT, menyebutkan investasi pembangunan kedua pabrik sekitar US$ 21,3 juta dan diperkirakan selesai pada 2019.
Pabrik berkapasitas 90 ton per jam ini diharapkan rampung pada kuartal III-2019 mendatang, bersamaan panen perdana tandan buah segar (TBS) di perkebunan kelapa sawit ANJT Papua Barat.
Selain membangun pabrik kelapa sawit baru, ANJT juga akan membangun fasilitas pengolahan edamame di Jawa Timur. Dengan pembangunan fasilitas ini, perusahaan ini bisa mengolah edamame segar menjadi edamame beku untuk bisa diekspor ke luar negeri. “Nilai investasi untuk pabrik pengolahan edamame ini kurang lebih US$ 6,4 juta,” ujar Lucas di Jakarta, Selasa (14/11).
Fasilitas pengolahan ini diharapkan bisa selesai pada kuartal ketiga tahun depan. Pengiriman perdana ekspor edamame beku pun diprediksi akan mulai dilakukan pada semester pertama 2019.
Pada 2018, ANJT tak memasang target terlalu tinggi. Direktur Utama ANJT Istini Tatiek Siddharta mengatakan, volume produksi crude palm oil (CPO) ditargetkan sebesar 200.000 ton pada 2018. “Kondisi cuaca diharapkan mendukung peningkatan volume produksi,” ujar dia.
Sementara itu, hingga akhir tahun 2017, ANJT menargetkan produksi CPO bisa mencapai 211.000 ton. Sedangkan produksi TBS mencapai 738.000 ton dan produksi inti sawit atau palm kernel mencapai angka 31.874 ton.
Menurut Istini, perusahaan menjaga keseimbangan antara kepentingan bisnis dan perlindungan lingkungan yang menjadi salah satu aspek penting visi ANJ menjadi perusahaan pangan kelas dunia. Hal ini diwujudkan dengan alokasi areal konservasi sebagai tempat perlindungan satwa dan keanekaragaman hayati di setiap operasi perkebunannya.