Produk kelapa sawit tetap menjadi bahan baku utama untuk memenuhi kebutuhan pangan dan energi dunia dalam kurun waktu panjang. Strategi intensifikasi layak dijalankan sebagai upaya menjaga posisi Indonesia sebagai produsen nomor satu sawit.
Dalam teks pidatonya, Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), menyinggung persoalan Resolusi Parlemen Uni Eropa yang menuduh minyak sawit Indonesia sebagai penyebab deforestasi, terjadinya pelanggaran HAM, hingga tuduhan adanya pekerja anak (child labour) di perkebunan sawit. Dalam pandangan Parlemen Eropa, mereka meromendasikan agar industri berbahan baku minyak nabati di Eropa mengganti minyak sawit dengan minyak nabati lainnya.
“Kita semua tahu bahwa dasar terbitnya Resolusi Parlemen Uni Eropa tersebut tidak didasari oleh fakta objektif di lapangan, sangat tendensius, dan ancaman untuk memboikot produk minyak sawit untuk digantikan dengan minyak nabati lain adalah suatu hal yang tidak mungkin dilakukan,” jelasnya.
Joko menyebutkan Resolusi Parlemen Eropa itu lebih sebagai psywar kepada Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, juga produsen minyak sawit lainnya seperti Malaysia, di mana komoditas minyak sawit sendiri saat ini telah menguasai 29,4% (data dari Oil World) atau memegang pangsa terbesar dalam pasar minyak nabati dunia.