JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Seperti biasa, Betimpu tampak malu-malu. Sambil menggendong bayi, salah satu warga Suku Anak Dalam (SAD) dari kelompok Meriau ini bicara dengan wajah yang seolah ingin disembunyikan. Tapi ada nada senang di balik ucapannya.
“Iya, bagus,” ujarnya singkat ketika ditemui Jumát (9/6). Perempuan berusia 30 tahun ini berterima kasih karena bantuan yang diberikan secara rutin sangat bermanfaat. Dalam paket bantuan itu terdapat sabun.
“Untuk kebersihan, cuci-cuci piring,” lanjut Betimpu ketika ditanya kegunaannya.
Pikiran Sergio Godong juga demikian. “Bagi awak sendiri, itu bagus. Buat cuci piring, periuk. Banyaklah,” kata anggota kelompok Nggrip ini.
Jawaban Betimpu dan Sergio Godong terasa menyenangkan. Apalagi bagi Hendri Sumasto, mantan Kepala Desa Pematang Kabau, Kecamatan Air Hitam, Sarolangun, Jambi. Sebagai pimpinan masyarakat, ia tahu persis bahwa sebagian penduduknya adalah orang-orang SAD. Salah satu tugas dan tanggung jawabnya yaitu memajukan dan memandirikan warga yang juga kerap disebut dengan istilah Orang Rimba ini.
“Perlu kesabaran dan kesungguhan, memang,” kata Hendri. Bantuan yang diberikan juga harus tepat dan sesuai dengan kebutuhan SAD. Semaksimal mungkin bantuan juga diarahkan agar tidak sekadar untuk konsumsi, tapi juga sebagai sarana untuk mendidik.
Ia melihat sabun berperan penting. Selain untuk kebersihan, pengaruhnya juga diharapkan bisa berdampak di sisi kesehatan.
Beruntung, Hendri telah lama berinteraksi dengan PT Sari Aditya Loka (SAL1). Ia tahu persis bahwa perkebunan kelapa sawit ini memiliki kepedulian yang sama. Perusahaan bahkan ingin kehadirannya memberi dampak positif bagi masyarakat. Ide untuk menggandeng perusahaan ini pun klop dengan program kelompok tani binaan Hendri yang membudidayakan komoditas sereh wangi.
“Merawat tanaman sereh wangi mudah, kegunannya juga banyak,” ujar Hendri. Setelah survey dan belajar ke kampung halamannya di Jawa, ia mulai tanam pertengahan tahun 2019. Komoditas ini mulai ia panen perdana tahun 2020.
Sereh wangi hasil panen diolah menjadi produk-produk turunan. Di pekarangannya ia bangun tempat penyulingan. Untuk sementara, Hendri mengemasnya menjadi minyak dan sabun cuci. Ke depan, produk-produk berikutnya akan diusahakan juga.
Selepas menjabat kepala desa, ia makin serius dengan jenis usaha kecil dan menengah ini. PT SAL1 ditawarkan produknya. Barang-barang yang dibeli itu lalu dijadikan bantuan rutin untuk orang-orang SAD. “Kami bersinergi,” katanya. “Kebetulan kan perusahaan punya program jadup untuk SAD,” lanjut lulusan Universitas Batanghari ini. Jadup kependekan dari jatah hidup. Kerja sama sudah berjalan 1.5 tahun.
Pengetahuan menanam sereh juga ditularkan ke Orang Rimba. Ada 12 warga SAD yang tertarik dan ikut menanam sereh wangi. Mereka berasal dari Pematang Kabau, mereka juga ada yang berasal dari Desa Bukit Suban.
Itu sebabnya, Hendri mengaku senang ketika produk buatannya berguna bagi banyak pihak. Apalagi, bila dapat memberi manfaat untuk orang-orang Suku Anak Dalam, warga yang perlu perhatian dan penanganannya memang harus melibatkan banyak pihak.
Semangat itu pula yang tengah diwujudkan perusahaan. Kerja sama multi pihak mutlak diterapkan. Pada bisnis sereh wangi ini, menurut Slamet Riyadi, tim corporate social responsibility PT SAL, sekaligus membangun mata rantai mulai penyediaan bahan hingga produk sampai ke konsumen.