Penyebaran lokasi industri minyak goreng sawit di Indonesia terutama berada pada enam posisi yakni Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Secara nasional, dari sekitar 15,2 juta ton kapasitas produksi industri minyak goreng sawit di Indonesia, sekitar 21,46% berada di Provinsi Riau, kemudian disusul Sumatera Utara dengan pangsa 19,94%. Provinsi berikutnya adalah berturut-turut Jawa Timur (19,57%), Jawa Barat (17,12%), DKI Jakarta (15,29) dan Sumatera Utara (6,62%). Dengan demikian, sekitar 48% kapasitas industri minyak goreng sawit nasional berada di sentra-sentra produksi CPO nasional (Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan) dan sisanya (52%) berada disentra-sentra konsumen minyak goreng.
Tampaknya, lokasi industri minyak goreng sawit nasional tidak lagi terlalu mengikuti teori lokasi industri Weber, yang dikenal dengan indikator Indeks Material (material Index). Menurut indeks material (rasio anatara bahan baku dengan produksi akhir), jika indeks material lebih besar dari satu, lokasi industri mendekat pada bahan baku. Sedangkan jika indeks lebih kecil dari satu, lebih mendekat pada sentra konsumen.
Pada industri minyak goreng sawit nasional, indeks material lebih besar dari satu sehingga menurut teori tersebut lokasi industri minyak goreng berada disentra produksi bahan baku yakni CPO. Pada kenyataannya hanya 48% dari kapasitas industri yang berada di sentra produksi CPO. Sebagian besar yakni 51% berada di sentra konsumen (DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur). Hal ini menunjukan bahwa lokasi bahan baku hanyalah salah satu faktor pertimbangan penentu lokasi industri. Faktor lain seperti ketersediaan jaringan logistik, karakteristik permintaan minyak goreng, faktor sejarah, ikut mempengaruhi lokasi industri.
Sumber : GAPKI