Bagian II
Selain itu Indonesia juga menjadi salah satu produsen terbesar pada komoditi kelapa, kopi, kaert namun tidak naik kelas. Kelapa sudah lama dikuasai Philipina, karet juga dikuasai Thailand. Vietnam yang tahun 2000-an petaninya bealajar kopi di Lampung, kini Vietnam justru melampaui Indonesia sebagai produsen kopi. Harapan terakhir Indonesia untuk komoditas level global adalah minyak sawit. Sejak tahun 2006 lalu, Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia dan mengalahkan Malaysia, selaigus mengalahkam Amerika Serikat untuk minyak nabati dunia. Dari Stanford University dalam bukunya : The Tropical Oil Crop Revolution, menyebutkan bahwa minyak nabati tropis mengalami revolusi yang setara dengan revolusi hijau dunia tahun 1950-an. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa minyak sawit Indonesia merupakan aktor utama dalam revolusi minyak nabti tropis, yang mengguncang pasar minyak nabati dunia tersebut.
Indonesia jangan lagi mengulang kegagalan masa lalu, komoditas-komoditas unggul tersebut diatas yang salah urus dan gagal mengalami industrilisasi lebih lanjut. Kita juga jangan mau lagi menari dengan “irama gendang Barat” dalam mengelola industri minyak sawit ke depan. Industri minyak sawit perlu kita rawat dan dorong proses industrilisasi secara berkelanjutan, untuk kejayaan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara lintas generasi.
Target jangka apanjang yang harus dikejar adalah peningkatan produktivitas TBS 35 ton/hektar dan rendemen minyak 26 persen yang dikenal dengan target 35-26. Sehingga dalam jangka panjang (menuju 2050) produktivitas minyak per hektar akan diperoleh sekitar 9 ton minyak (CPO dan PKO) per hektar. Selain itu hilirisasi minyak sawit didalam negri yang lebih intensif sejak tahun 2011, ingin merubah indonesia menjadi “raja” CPO dunia (sejak tahun 2006) menjadi “raja” oleofood, biopelumas, biosurfactant, bioplastik dan biofuel dunia menuju 2050.
Sumber : GAPKI