Menjadi produsen minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia dituntut memiliki daya saing kuat. Dukungan lain melalui penguatan budaya manajemen di dalam perusahaan perkebunan.
Berdiri sejak 1996, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IV merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang agroindustri. Luas lahannya mencapai 175 ribu hektar dengan sawit sebagai komoditas unggulan yang ditanam seluas hampir 140 ribu hektar. Tahun 2014, PTPN menargetkan mampu meraih laba hingga Rp 730 milliar.
Erwin Nasution, Direktur Utama PTPN IV mengakui sebagai perusahaan perkebunan sawit, PTPN IV sebenarnya sangat riskan terlebih soal harga CPO yang fluktuatif. Oleh karenanya perusahaan perkebunan dituntut untuk terus menghasilkan inovasi yang mampu mengeksplorasi sawit lebih jauh sehingga fluktuasi harga tak lagi memengaruhi kinerja perusahaan.
Sifat perusahaan yang padat karya, menurut Erwin Nasution, memang telah melekat pada industri perkebunan, khususnya industri sawit. Di PTPN IV jumlah karyawan sebanyak 26 ribu orang. Dari jumlah sebesar ini, perusahaan sangat komitmen terhadap kesejahteraan karyawan, sebagai contoh alokasi biaya kesehatan dapat mencapai Rp 170 milliar. “Tingginya biaya kesehatan ini tidak terlepas dari konsepsi PTPN IV sebagai BUMN yang harus menyejahterakan karyawannya bukan menjadi perusahaan yang unggul,” ungkap Erwin.
Di tengah persaingan industri sawit yang semakin ketat, menurut Erwin konsepsi perusahaan perkebunan sawit seperti ini harus diubah. Demi menjaga daya saing perusahaan, PTPN IV memiliki paradigma perusahaan unggul karyawan sejahtera. Artinya bila perusahaan telah unggul, kesejahteraan karyawan akan serta merta mengikutinya. Melalui paradigma seperti ini, Erwin menekankan bahwa kebutuhan industri sawit nasional butuh meningkatkan daya saing guna bersaing di pasar internasional.
Erwin melanjutkan perlu juga industri sawit nasional melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian untuk melakukan riset kelapa sawit. Hal ini dirasa perlu dilakukan ditengah tantangan yang dialami industri sawit nasional seperti isu deforestasi. Riset tersebut mampu ditujukan kepada usaha intensifikasi kebun untuk mendongkrak produktivitas.
“Kita juga sudah bekerjasama dengan LIPI, LIPI itu sebenarnya banyak sekali penelitiannya. Mungkin kalau semua perusahaan perkebunan sawit datang ke LIPI semuanya bisa dijadikan uang. Mulai dari batangnya dapat dihasilkan produk turunan, lalu daunnya jadi makanan ternak. Lantas pengelolaan gas metan dan tandan kososngnya menjadi kertas menjadi bahan bakar. Maka, dapat kita manfaatkan seluruhnya dari komponen satu pohon sawit itu pasti bisa unggul,” jelas Erwin.
Salah satu langkah yang telah dilakukan PTPN IV adalah rencana menghasilkan green diesel dengan bekerjasama dengan Pertamina dan Pelindo. “Konsep, teknologi, dan pemrosesannya sudah ada, ini merupakan kerjasama yang terintegrasi Pertamina jadi operatornya. Sementara, Pelindo mengurusi logistik dan membangun pelabuhan,” kata Erwin.
Untuk kerjasama dengan Pertamina, diawali pelaksanaan studi bersama untuk pengembangan bisnis biofuel terintegrasi. Nantinya, studi bersama dilakukan untuk mengkaji nilai keekonomian bisnis biofuel kedua perusahaan. Untuk tahap awal dimulai dengan produksi biofuel sebanyak 10 ribu barel per hari. Kerjasama ini ditujukan mengintegrasikan bisnis hu¬lu dan hilir perkebunan sawit.
Sumber bahan baku green diesel ini berasal dari CPO atau minyak sawit mentah. Setelah melewati proses hidrogenasi dapat digunakan untuk menjadi bahan baku produksi green diesel. Proses berikutnya, hasil dari hidrogenasi tadi akan direaksikan dengan CPO untuk memproduksi green diesel.
Derom Bangun, Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), mengatakan melalui green diesel mesin mampu melakukan penyesuaian hingga seratus persen. “Saat ini pemerintah minta 10 persen penggunaan biodiesel, di Mmalaysia baru 7,5 persen. Disini baru sepuluh persen dan nanti ada kemungkinan nanti pabrik-pabrik otomotif diminta menyesuaikan bentuk mesinnya terhadap campuran biodiesel yang lebih tinggi,” katanya.
Harapan besar pun banyak ditujukan kepada PTPN IV sebagai pionir bagi perusahaan perkebunan sawit. Salah satunya datang dari Yohannes Samosir, Head of Bakrie Agriculture Research Institute PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk, bahwa PTPN IV bisa membangun kebun yang futuristik untuk aplikasi teknologi terbaru secara komperhensif sehingga mampu menjadi benchmarking perkebunan sawit masa depan di Indonesia.
Melalui peningkatan daya saing perusahaan, Erwin Nasution yakin bahwa industri sawit nasional tidak lagi akan menemui masalah berarti. “Jadi gak ada cerita lagi bahwa sawit itu jelek, kalau bisa kita manfaatkan pasti ada hasilnya sampai bunga-bunga jantannya. Artinya tidak ada yang tidak berguna dari sawit itu. Saya pikir keunggulan kelapa sawit karena semua bisa termanfaatkan dan upaya meningkatkan performanya,” pungkas Erwin. (Anggar Septiadi)