Kebutuhan alat panen mekanis sudah mulai muncul semenjak tiga tahun belakangan. PT Foresta Transtek menawarkan kemudahan dalam kegiatan pemanenan dengan RushCUT.
Tahapan penting dalam budidaya kebun sawit adalah kegiatan pemanenan buah sawit. Sebab, kualitas minyak sawit yang dihasilkan juga dipengaruhi bagaimana teknik dan metode yang digunakan pelaku sawit dalam memanen buah sawit. Faktor penting dalam kegiatan panen adalah mengambil tandan sawit dari batang tanaman. Kalau biasanya, alat pemotong tandan menggunakan egrek ataupun dodos tanpa mesin. Sekarang, telah dikenal alat panen bermesin yang mempercepat kerja pemanenan.
Sebagai gambaran, alat panen konvensional akan diperoleh tandan sawit seberat 1 ton-1,5 ton dalam satu hari. Berbeda ketika menggunakan RushCUT maka hasil panen yang diperoleh lebih optimal. Untuk cakupan areal 10 hektare lahan sawit, RushCUT membantu petani untuk mendapatkan janjang sawit seberat 3 ton-4 ton atau setara dengan 900 buah sawit.
RushCUT adalah alat panen berasal dari Malaysia yang berasal dari PT Foresta Transtek. Denny Hanifah, Manager PT Foresta Transtek, mengatakan setahun belakangan ini perusahaan menjadi distributor produk ini di Indonesia. Pada awalnya, RushCUT sulit diterima konsumen yang belum terbiasa dalam penggunaannya. Proses edukasi secara bertahap diberikan kepada konsumen untuk mengetahui aplikasi yang benar dan manfaat pemakaian alat ini.
“Saat pembelian, kami memberikan pelatihan bagaimana memakai alat ini. Karena, kami pikir percuma juga kita jual tapi belum paham pemakaian dan perawatannya,” imbuh Denny.
Kemampuan RushCUT ditopang oleh mesin berteknologi piston dibandingkan produk lain. Menurut Denny Hanifah, teknologi piston membantu gerak pisau potong lebih karena energi yang dihasilkan melalui posisi yang lurus (aligned) sehingga butuh proses waktu kerja lebih sedikit.
Selain menghasilkan energi maksimum, teknologi piston ini juga mampu menghemat komponen dalam RushCUT. “Sebab apabila sistemnya lurus seperti ini berarti mengurangi komponen dan meminimalkan kerusakan komponen,” tambah Denny.
Dalam penjualan, RushCUT terdiri dari dua model yaitu egrek dan dodos. Mesin yang digunakan keduanya adalah mesin 2 tak. Dodos RushCUT berbobot 6 kilogram dengan panjang 2,4 meter. Sementara, egrek RushCUT memiliki berat 8 kilogram yang panjangnya 5,2 meter serta jangkauan mencapai 8 meter.
Denny Hanifah, Service Manager PT Foresta Transtek menambahkan apabila RushCUT digunakan sesuai petunjuk alhasil selama tiga sampai enam bulan tidak perlu ada penggantian suku cadang.
RushCUT mampu digunakan sampai hingga 8 jam nonstop. Dengan konsumsi bahan bakar 2 liter dicampur oli. “Biasanya pakai oli tinggal campur. Sedangkan apabila memakai takaran cukup satu tutup botol. Komposisi tepat antara 25 liter bensin dengan 1 liter oli,” saran Denny.
Denny melanjutkan ketajaman alat panen yang berupa pisau ini harus dijaga melalui rajin mengasah. Selain itu, pengguna disarankan untuk optimal menggunakan RushCUT dari segi teknis cara memotong tandan sawit. “Untuk soal pemotongan, sebaiknya digas dulu baru didorong. Pada awal penggunaan biasanya pengguna tidak mematikan mesin saat pindah dari satu pohon ke pohon, padahal idealnya dimatikan dulu. Begitupula saat mesin istirahat sebaiknya dimatikan supaya hemat bensin,” ungkapnya.
Manfaat lain dari RushCUT, kata Denny Hanifah, menciptakan efisiensi dalam pemakaian tenaga kerja. Dengan perbandingan efisiensi tenaga kerja 1:50 namun bukan artinya mengurangi penggunaan tenaga kerja secara langsung 50 orang. “Dengan semakin tinggi produktivitas tentu saja target kerja akan meningkat. Semisal, sebelum memakain RushCUT butuh 100 pekerja. Setelah pakai, tenaga kerja panen yang dibutuhkan menjadi 75 pekerja karena target potong buah akan lebih tinggi,” katanya.
Untuk melayani pelanggan, PT Foresta Transtek telah dilengkapi kantor pusat di Jakarta Utara dan workshop di Tangerang. Dukungan berasal dari empat kantor cabang yang tersebar di Sumatera, Banjarmasin, Pangkalan Bun, dan Sampit.
Sebelum transaksi pembelian, PT Foresta Transtek akan mempelajari lebih dahulu kebutuhan alat panen kepada pembeli dan mengedukasi cara pemakaian. “Sebelum dijual, kami pelajari dulu perkebunan, luas tanahnya berapa, pekerjanya berapa, target per hari berapa buah. Jadi, kami harapkan tidak begitu saja memenuhi permintaan. Kita tidak pernah langsung setujui permintaan misalkan mau beli 50 unit terus dikirim 50 unit. Tapi, kami berikan saran kepada pembeli untuk pemesanan besar dan kecil,” Jelas Denny.
Selain, melalui jual beli biasa, RushCUT menerapkan sistem kontrak panen. Kontrak panen dilakukan dengan cara memberikan unit RushCUT sesuai luas lahan dan jumlah pekerja dari pemilik perkebunan. Nantinya pembayaran berdasarkan hasil panen. Kontrak panen dilakukan sebagai metode pembelian untuk membangkitkan pasar alat panen bermesin.
“Untuk kontrak panen di Indonesia saat ini belum ada, namun kita sedang mengupayakan itu. Yang ada itu di Malaysia. Di Malaysia responnya tinggi sekali karena melihat hasil optimal, setelah kontrak selesai mereka langsung beli RushCUT karena merasa rugi kalau hasil panennya dibagi,” seloroh Denny.
Denny menambahkan bahwa kebanyakan perusahaan perkebunan sawit di Indonesia lebih suka perawatan kebun secara mandiri, makanya belum ada niat kontrak panen. Meski demikian, PT Foresta Transtek optimis untuk mampu lebih banyak bermain di pangsa alat panen melalui RushCUT. (Anggar Septiadi)