Dalam jangka waktu tujuh mendatang, kebutuhan minyak nabati global mencapai lebih dari 236 juta ton. Peluang ini dapat dimanfaatkan pelaku sawit nasional untuk memperbesar suplainya ke pasar dunia. Siapkah Indonesia?
Proyeksi kebutuhan minyak nabati dunia pada 2020 menjadi topik menarik untuk dibahas dalam“Oilworld Outlook Conference” yang diselenggarakan Oilworld di Hamburg, Jerman. Beragam isu mulai dari suplai, permintaan, dan harga minyak nabati menjadi topik hangat untuk diperbincangkan dalam konferesi ini. Derom Bangun, Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia, turut hadir sekaligus memberikan presentasi pada konferensi yang berlangsung satu hari penuh.
Menurut Derom Bangun, proyeksi minyak nabati dunia pada 2020 merujuk kepada kepada pertambahan penduduk dan peningkatan permintaan dari masing-masing negara serta produksi jenis minyaknya. Populasi penduduk dunia tahun 2020 berpotensi naik menjadi 7,72 miliar jiwa dari tahun 2010 yang berjumlah 6,92 miliar jiwa. Dari situ akan dilihat sebaiknya berapa jumlah produksi minyak sawit yang ideal supaya tidak terjadi kekurangan dan dapat mencukupi.
Berdasarkan data Oilworld, total produksi 17 jenis minyak nabati dan lemak dunia mencapai 236 juta ton pada 2020. Angka ini bertambah daripada tahun ini yang berjumlah189,5 juta ton. Derom mengatakan kenaikan produksi minyak nabati di tahun 2020 diperkirakan akan terserap seiring tingginya permintaan global. Pertumbuhan produksi mengikuti peningkatan konsumsi per kapita minyak nabati dan lemak penduduk dunia. Selain itu, akan ada pengaruh dari perekonomian sebuah negara terhadap minyak nabati dan lemak.
“Diperkirakan, produksi akan naik secara linear tetapi permintaan tumbuh secara eksponen sehingga permintaan akan tumbuh lebih cepat dari produksi,” ujarnya.
Besarnya kebutuhan minyak dan lemak global direpresentasikan dari kebutuhan dari India dan Cina. Pada 2012 saja, populasi penduduk Cina yang mencapai 1,32 miliar jiwa mempunyai konsumsi minyak nabati dan lemak sebesar 25,32 kilogram per kapita. Total jumlah kebutuhan Cina dapat mencapai 34,29 juta ton minyak dan lemak yang dominan disuplai minyak sawit dan minyak kedelai.
Sementara, konsumsi minyak dan lemak India sebesar 15,2 kilogram per kapita dari jumlah penduduk mencapai 1,24 miliar. Dengan total kebutuhan sebanyak 18,87 juta.
Besaran produksi 17 minyak dan lemak dunia yang mencapai 236 juta ton ditopang dari produksi minyak sawit dan minyak kedelai. Dalam presentasi Thomas Mielke, Analis Oilworld, yang berjudul “The Oil World Supply and demand Forecast for the Year 2020” memperkirakan hasil panen minyak sawit per hektare akan melampaui produktivitas minyak kedelai. Pada 2020, jumlah produksi minyak sawit atau CPO sebesar 78 juta ton. Disusul dengan minyak kedelai berjumlah 53,2 juta, minyak bunga matahari sebesar 18,3 juta ton dan minyak kanola 31,5 juta ton. Sisanya berasal dari 13 jenis minyak lain yang berjumlah 55 juta ton seperti minyak inti sawit, minyak kelapa, minyak kacang tanah, dan minyak zaitun.
Thomas Mielke menambahkan produksi CPO dunia yang mencapai 78 juta ton ini disokong dua produsen utama yaitu Indonesia berjumlah 42 juta ton dan Malaysia sebanyak 23 juta ton. Berikutnya ada Nigeria yang sebesar 1,3 juta ton, Kolombia berjumlah 1,6 juta ton, Thailand berjumlah 2,8 juta ton, dan lainnya berjumlah 7,3 juta ton.
Berbeda dengan analisis milik Thomas Mielke. Derom Bangun yang dikenal sebagai Duta Besar Sawit Indonesia, memproyeksikan pertumbuhan produksi Indonesia tidak akan melebihi angka 40 juta ton karena melambatnya perluasan lahan sawit dari periode 2015-2020. Saat ini, luas lahan kelapa sawit Indonesia mencapai 9,1 juta ton di mana sekitar 3,79 juta ton berasal dari kepemilikan petani. Dengan produktivitas rata-rata sebesar 3,8 ton CPO per hektare per tahun.
Itu sebabnya, Derom Bangun memperkirakan jumlah produksi CPO Indonesia sebesar 38 juta ton sampai 2020. Produksi tadi dapat terealisasi asalkan ada lahan produktif kelapa sawit seluas 9,5 juta hektare. Rata-rata pertumbuhan luas lahan di Indonesia dari 2015-2020 dibawa periode 1990-2000 yang sebesar 10%-12%. Dalam enam tahun mendatang, rata-rata pertumbuhan lahan sawit hanya berkisar 5%-6%.
“Produksi CPO tidak akan lebih dari 40 juta ton karena terhambat sulitnya perluasan lahan dan perijinan. Apalagi muncul perhatian besar kepada masalah lingkungan sehingga kenaikan produksi tidak akan begitu besar,” kata mantan Ketua Umum Gapki ini. Dukungan lain berasal dari produktivitas CPO yang wajib ditingkatkan sampai 4 ton per hektare per tahun
Menurut Derom Bangun, ekspor minyak sawit Indonesia kepada pasar dunia tidak akan optimal setelah muncul mandatori pengunaan minyak sawit untuk biofuel di dalam negeri. Karena pencampuran bahan bakar fosil dengan biodiesel mencapai 10% pada 2014 dan sebanyak 20% pada tahun 2020. Apalagi, pembangkit listrik juga membutuhkan biodiesel untuk campuran mereka sebesar 30% pada 2020.
Pada 2020, tingginya kebutuhan minyak nabati dunia merupakan peluang Indonesia untuk mengisi permintaan. Mengingat dengan jumlah produksi CPO 38 juta ton, Indonesia akan mengungguli negara produsen minyak sawit lain. Artinya, Indonesia dapat memainkan peranan dan nilai tawar produk sawitnya di luar negeri.
Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), mengatakan kewajiban penggunaan biodiesel ini menciptakan posisi tawar yang bagus terhadap produk CPO Indonesia. “Kalau Eropa masih menciptakan regulasi yang menghambat perdagangan ekspor CPO, tidak perlu kita jual kesana,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Derom Bangun menyebutkan di Eropa semakin minim komentar bernada negatif yang ditujukan kepada produk kelapa sawit Indonesia. Beberapa tahun lalu, seringkali terdengar ucapan stop pemakaian minyak sawit. Lalu berubah menjadi permintaan untuk pakai minyak sawit yang sustainable. Negara-negara di Uni Eropa tidak akan berani untuk stop konsumsi CPO, karena kebutuhan mereka mencapai 6 juta ton.
“Darimana Uni Eropa mau cari pengganti CPO yang berjumlah 6 juta ton, apakah mau gunakan minyak kedelai. Jika subtitusinya minyak kedelai jelas membutuhkan penambahan lahan di sana. Masalahnya, mau buka lahan baru dimana? Tanya Derom Bangun.
PRODUKSI CPO 31,6 JUTA TON
Pada 2014, Derom Bangun memproyeksikan produksi CPO Indonesia mencapai 31,6 juta ton yang berasal dari produksi di tahun tersebut 29,5 juta ton dan ditambah sisa stok tahun 2013 yang berjumlah 2,1 juta ton.
Derom Bangun mengatakan produksi CPO tahun depan akan lebih tinggi dari tahun ini yang berjumlah sekitar 26,2 juta ton. Di tahun ini, sudah dilaporkan realisasi produksi lebih rendah akibat masalah iklim dan biologis misalkan terganggu penyerbukan, pembentukan TBS terlambat, dan pematangannya. Beberapa emiten sawit melaporkan produksinya tumbuh 5% sampai 10% di bawah angka tahun 2012.
Untuk tahun depan, menurut Derom, kondisi cuaca lebih normal dari tahun ini. Faktor lain berasal dari pematangan buah yang tertunda pada tahun 2013, baru matang pada tahun 2014. “Produksi bertambah dari hasil penanaman lahan pada 2009 dan 2010,” ujarnya.
Dari total produksi 31,6 juta ton tadi, volume ekspor CPO dan produk turunan Indonesia diperkirakan 18 juta ton. Konsumsi CPO Indonesia akan meningkat menjadi 11,3 juta ton pada 2014 karena ditopang penggunaan konsumsi lokal untuk sektor industri, pangan, dan biodiesel. Ini berarti, konsumsi domestik tahun depan lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 yang sekitar 9 juta ton. (Qayuum Amri)