JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kalangan petani sawit sangat menantikan program beasiswa untuk anak-anak mereka. Setelah lima tahun berjalan, program beasiswa sawit perlu dibenahi untuk menjangkau dan memperluas akses penerima program tersebut.
Dari Papua, Albert Yoku Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Provinsi Papua berkeluh kesah perihal seleksi beasiswa sawit di tahun 2021. Pangkal masalahnya adalah prosedur administrasi yang berliku.
“Agak aneh dan berliku prosedurnya dan kami sudah melaporkan kesulitan prosedur administrasi ini ke Ketua Umum DPP APKASINDO di Jakarta. Praktis dari Papua hanya bisa mengantarkan 5 orang anak-anak Papua,” cerita Yoku via telepon.
Ia menjelaskan bahwa persyaratan dan mekanismenya sangat mengada-ada akibatnya anak petani sawit dari Papua kesulitan ikut seleksi.
“Kalau beasiswa sawit untuk anak-anak petani dan buruh tani jangan aneh-aneh peryaratannya. Usulan kami tahun 2022 digunakan sistem kuota per provinsi,” harap Albert Yoku yang juga tokoh masyarakat Papua.
Harapan serupa datang dari petani dari Kabupaten Luwu Utara, Rafiudin. Ia mengatakan sangat kecewa penerimaan beasiswa sawit tahun ini karena mesti susah payah mengajak anak-anak ikut tes. Tahun ini, perwakilan Luwu Utara lolos hanya 1 orang.
“Tahun depan jika prosedurnya tidak dibenahi masih lebih baik tidak usah diadakan. Bukannya, kami tidak bersyukur tapi pelaksanaannya menimbulkan kekecewaan yang cukup mendalam saja,” ujar Rafiudin yang juga Ketua DPD APKASINDO Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan ini.
Ia bercerita, “Anak-anak kami ini adalah anak-anak petani dan buruh tani sawit yang uang beasiswa tersebut juga berasal dari sawit kami juga. Lalu, kenapa petani dibuat seperti mengemis mendapatkan beasiswa ini.
Menanggapi keluhan dan saran petani sawit. DPP APKASINDO sudah mengadakan rapat secara virtual yang dihadiri oleh Ketua-Ketua DPW dari 22 Provinsi.
Dr. Gulat ME Manurung, MP.,C.PO, Ketua Umum DPP APKASINDO menjelaskan telah menerima semua keluhan petani dari 22 Provinsi sawit perihal beasiswa SDM sawit.
Dari hasil rapat tersebut disepakati tiga hal utama. Pertama, DPP APKASINDO akan menyurati Menteri Pertanian, Kementerian Keuangan dan BPDPKS dengan tembusan Dewan Pembina DPP APKASINDO mengenai penyederhanaan prosedur penerimaan mahasiswa beasiswa sawit.
Kedua, penyelenggaraan seleksi mulai dari sosialisasi sampai proses administrasi supaya melibatkan organisasi petani sawit.
Ketiga, usulan kenaikan jumlah uang saku bulanan yang diberikan kepada penerima beasiswa sawit.
“Dari ketiga point, kami sudah melakukan survei kepada anak-anak kami baik yang sudah alumni maupun yang sedang mengikuti Pendidikan. Masalah ini sangat penting, karena sudah mendengar keluhan anak-anak kami yang sedang mengikuti Pendidikan di 6 kampus mitra BPDPKS sejak 2019 lalu,” urai auditor ISPO ini .
Dari 6 Kampus tersebut masing-masingnya kami ambil sampelnya 10 alumni dan 10 yang sedang kuliah dengan tanpa menyebutkan identitas responden.
Gulat menjelaskan responden diberikan pertanyaan tentang jenjang pendidikan yang mereka jalani dan bagaimana harapan kedepannya. Dari hasil survey yang kami lakukan diketahui 87% responden mengatakan puas dengan metode perkuliahan dan kurikulum yang dilakukan di 6 kampus mitra BPDPKS.
Pertanyaan berikutnya mengenai uang saku bulanan yang diberikan kepada responden. Hampir 98,5% mengatakan tidak cukup. Dan ketika ditanya dari mana sumber menutupi kekurangan biaya bulanan tersebut. Ada 61,4% responden mengatakan dari orang tua di kampung, diberikan pinjaman oleh Saudara dan meminjam ke sesama teman kuliah. Jadi istilahnya gali lobang tutup lobang.
Pertanyaan selanjutnya mengenai rerata-rata kekurangan biaya bulanan. Jumlah responden sebanyak 87,5% berada pada kelompok Rp 750.000-Rp1,25 juta. Hal ini sudah cukup menggambarkan bahwa uang diberikan oleh BPDPKS sebagai bulanan kepada mahasiswa beasiswa sawit sudah patut untuk ditinjau kembali.
Menurut Gulat, biaya uang kuliah dan biaya akademis langsung ditransfer oleh BPDPKS ke kampus mitra. Sedangkan uang yang diterima langsung oleh anak-anak mahasiswa hanya uang biaya hidup bulanan. Jumlah uang bulanan yang diterima dari BPDPKS oleh setiap mahasiswa adalah antara Rp1,4 juta-Rp1,5 juta setiap bulan.
Jika dihitung biaya uang kos atau asrama per bulan (saat ini) rata-rata Rp400.000-Rp600.000. Uang makan bulanan Rp700.000-Rp800.000, biaya kelengkapan kuliah dan internet Rp 500.000, biaya transportasi Rp400.000 dan biaya lain-lain Rp500.000 per bulan.
Total Jenderal rata-rata pengeluaran rutin tiap bulannya sudah mencapai Rp. 2,65 juta . Ini. berarti anak penerima beasiswa minus tiap bulannya sekitar Rp 1,15 juta. Perhitungan ini belum termasuk jika anak-anak kami sakit karena anak-anak tidak ditanggung asuransi kesehatan.
Hasil survey ini menggambarkan bahwa biaya bulanan anak-anak penerima beasiswa BPDPKS sudah urgen untuk dinaikkan.
“Dari penelusuran kami, sejak adanya beasiswa ini tahun 2016, belum pernah ada perhitungan ulang kewajaran dan kepatutan biaya bulanan seorang mahasiswa berdasarkan lokasi kampusnya. Jadi sudah 6 tahun yang lalu masih sama biaya uang bulanan anak-anak penerima beasiswa sampai saat ini, ” jelas Doktor lulusan Universitas Riau ini.
Langkah selanjutnya adalah DPP APKASINDO akan menyurati Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan dan BPDPKS untuk menyampaikan perihal hasil rapat kerja DPP APKASINDO terkhusus mengenai Beasiswa SDM Anak-anak kami.
“Tentu tiga poin tadi semua nya sangat urgen dan saling berhubungan, namun masalah uang saku ini sangat menarik perhatian kami dan berharap tahun 2022 nanti sudah berubah sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan,” pungkas Gulat.