Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang bertujuan meningkatkan produktivitas dapat terancam gagal. Lantaran, banyak kebun yang diremajakan rentan serangan ganoderma. Untuk itu, kunci pengendalian ganoderma adalah pengetahuan dini dan kebun berani transparan.
“Ganoderma menjadi ancaman baru bagi perkebunan sawit yang akan diremajakan. Karena itu, penggunaan pupuk akan sia-sia apabila ingin produktivitas ditingkatkan bagi kebun yang terserang ganoderma,” ujar Dr.Darmono Taniwiryono, Direktur Roundtable Ganoderma Management.
Hal ini diungkapkannya dalam 1st Technical Meeting Roundtable Ganoderma Management (RGM) yang bertemakan “Pemanfaatan Biopestisida Dalam Pengendalian Serangan Ganoderma”, di IPB Internatonal Convention Center, Bogor, Selasa (2 Juli 2019). Kegiatan ini menghadirkan para pembicara dari beragam institusi seperti pemerintah, peneliti, akademisi, perusahaan sawit, dan produsen biopestisida. Acara ini mendapatkan dukungan penuh dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS).
Dr. Darmono Taniwiryono menjelaskan bahwa serangan ganoderma terus meningkat setiap tahunnya. Massifnya serangan ganoderma bisa berakibat negatif terhadap program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Sebab, peremajaan sawit akan dikategorikan gagal apabila tanaman terkena serangan ganoderma.
“Dengan demikian aksi peremajaan sawit rakyat juga harus mempertimbangkan risiko jangka menengah tersebut. Karena ganoderma ini cepat atau lambat akan menyerang tanaman di daerah endemik. Dan pasti membuat tanaman mati,” ujar Darmono.
Ancaman ini telah disadari pemerintah yang diwakili Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RI. Dudi Gunadi, Direktur Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian RI, menjelaskan bahwa masalah ganoderma telah menjadi perhatian instansinya karena dapat menurunkan produksi sawit nasional.
“Kami ingin perkebunan sawit khususnya rakyat tidak dirugikan oleh serangan ganoderma. Melalui acara ini, kita harapkan ada solusi bagus untuk mencegahnya. Karena Ganoderma tidak hanya menyerang tanaman kelapa sawit tua, namun saat ini tanaman generasi pertama atau tanaman muda, bahkan tanaman di pembibitan sudah mulai terserang,” ujarnya saat membuka kegiatan.
Berdasarkan data Ditjenbun, luas perkebunan sawit Indonesia yang terserang ganoderma mencapai 118 ribu hektare. Jika kebun terserang, maka kerugian yang dihadapi pekebun ditaksir 40 persen menurunkan produktivitas.
Secara nasional kerugian akibat serangan ganoderma di perkebunan sawit diperkirakan antara Rp 4 triliun sampai Rp triliun dalam setahun. Darmono menjelaskan apabila terlanjur terjadi maka serangan ganoderma akan sulit dikendalikan. Karena umumnya serangan terjadi mulai di bawah permukaan tanah. “Ganoderma lambat tapi pasti karena dia di bawah tanah. Orang tidak paham adanya serangan. Tiba-tiba saja muncul gano. Kalau kelihatan satu kancing (baju) saja maka seperempat tanaman sudah pasti habis,” ujarnya.
Dr. Agus Susanto, Peneliti Senior Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), mengatakan Laju infeksi semakin cepat khususnya pada tanah pasiran, gambut, dan atau miskin unsur hara. Di sisi lain, inang alternatif kian banyak. Di Sumatera Utara, serangan ganoderma sebagai studi kasus terus meningkat sekitar 10 persen dari total luasan areal 135 ribu hektare. Perkembangan serangan ganoderma semakin berat dan luar biasa yang ditunjukkan dari data antara periode 1848 sampai 2018.
(Selanjutnya dapat di baca di Majalah Sawit Indonesia, Edisi 93, 15 Juli – 15 Agustus 2019)