Oleh: Bayu Krisnamurthi2
Sawit Industri Strategis
Sawit adalah industri pertanian yang strategis. Posisi strategis Sawit itu bukan sebuah wacana atau rencana. Sawit Indonesia menjadi strategis memang karena kondisi riil industri ini dan kinerja yang telah ditunjukkannya. Sawit Indonesia menciptakan hingga lebih dari empat juta kesempatan kerja petani dan tenaga kerja langsung, dengan sekitar dua belas juta kesempatan kerja tidak langsung. Petani sawit juga menikmati pendapatan yang mencapai empat sampai tujuh kali lebih besar dari pendapatan petani tanaman lain di lokasi yang sama. Sawit Indonesia sebagai kontributor nyata bagi pengurangan kemiskinan di berbagai daerah dalam 30 tahun terakhir.
Oleh sebab itu, tidak heran Sawit Indonesia telah menghasilkan produk-produk ekspor yang nilainya menjadi “single biggest export comodities of Indonesia”. Indonesia juga diakui sebagai produsen dan eksportir produk sawit terbesar di dunia, sekaligus juga tercatat sebagai produsen dan eksportir “internationally certified sustainable palmoil” terbesar didunia.
Saat ini meskipun masih terus ada fluktuasi yang kadang tajam, secara fundamental permintaan untuk minyak nabati dunia semakin kuat, dan pasar semakin memahami bahwa minyak Sawit sangat diminati dan dibutuhkan konsumen serta tidak bisa tergantikan oleh minyak nabati lain. Ekspor produk Sawit Indonesia diperkirakan sudah lebih dari 30 juta ton, belum termasuk produk yang diserap di dalam negeri. Portofolio bisnis Sawit telah berkembang,bukan hanya berbasis pada minyak makan sebagaimana tradisinya, tetapi telah berkembang seimbang dengan produk-produk yang secara fundamental dibutuhkan masyarakat dalam jumlah besar seperti bioplastik dan bahan bakar nabati. Bahan bakar nabati sawit pun tidak hanya dalam bentuk cair – biodiesel atau bioetanol – tetapi juga dalam bentuk padat seperti cangkang buah atau dalam bentuk gas seperti listrik yang dihasilkan oleh biogas dari hasil limbah Sawit.
Perlu disebutkan secara khusus, biodiesel Sawit saat ini memasuki tahapan pengembangan yang menentukan dengan investasi di sisi produksi yang telah sangat berkembang. Di Indonesia jumlah kapasitas terpasang produksi biodiesel telah mencapai 9,5 juta kilo liter. Namun investasi di sisi logistik dan konsumsi baru sekitar 30% dari jumlah itu.
Hasil Visi 2020
Apa yang telah dicapai saat ini, tidak lepas dari apa yang ditetapkan para pengambil keputusan dimasa yang lalu. Sekitar 10 tahun yang lalu, pada akhir tahun 2007, para tokoh Sawit, ketua-ketua asosiasi, wakil petani, pemilik perusahaan besar Sawit, dan para pejabat tinggi pemerintah bersepakat dengan satu visi yang dirumuskan secara sederhana tetapi memberi pesan yang sangat kuat yaitu “pada tahun 2020 Indonesia akan memproduksi Sawit setara 40 juta ton CPO dan bahan bakar nabati Sawit akan mencapai 10% dari total permintaan minyak Sawit”.
Visi itu kemudian diwujudkan dengan mulai menerapkan kebijakan bea keluar secara progresif – sebuah bentuk kebijakan pertama yang diterapkan pada satu komoditi ekspor di Indonesia yang telah mendorong perkembangan industri hilir secara progresif.
Diikuti dengan kebijakan wajib pencampuran biodiesel B2,5 yang secara bertahap telah menjadi B20 tahun ini disertai prospek pencampuran BioEtanol 20% pada tahun 2020. Perkebunan-perkebunan dikembangkan dengan menerapkan “prinsip 25-25” : 25 ton TBS per ha dan 25% rendemen minyak, guna meningkatkan produktivitas.
Pelaku usaha kemudian juga melakukan investasi-investasi baru di industrinya, bukan hanya di pabrik tetapi juga di kebun.Menggunakan dasar Undang-undang Perkebunan kemudian lahirlah Dewan Minyak Sawit Indonesia yang menghimpun semua asosiasi Sawit dalam satu kesatuan organisasi, salah satu konsolidasi organisasi pelaku usaha yang memberi contoh bagi banyak organisasi lain.
Dan Indonesia adalah satu-satunya negara yang menerapkan kewajiban produksi komoditi secara berkelanjutan melalui Indonesia Sustainable Palm Oil atau ISPO. Dengan ISPO Sawit juga menjadi industri dengan protokol keberlanjutan yang tegas dan jelas. Dengan seluruh kondisi saat ini tersebut, mudah kita melihat bahwa Visi 2020 Sawit Indonesia – produksi 40 ton CPO – akan terwujudkan bahkan sebelum tahun 2020.
Dana Sawit
Perkembangan terakhir sebagai bagian dari rangkaian itu adalah dibentuknya Dana Sawit, berikut Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit. Dana Sawit yang baru berumur satu tahun telah berusaha memberikan kontribusi nyata bagi pengembangan produk Sawit melalui program biodiesel B20; mendukung penuh program peremajaan kebun-kebun Sawit rakyat termasuk dengan menerapkan bioteknologi terbaru untuk menjamin kualitas bibit; mendorong pengembangan riset – yang bukan hanya dilihat dari jumlah dan ragam kegiatan riset yang dilakukan tetapi juga antusiasme peneliti-peneliti muda untuk melakukan riset Sawit; meningkatkan kapasitas petani melalui pemberdayaan kemampuan meningkatkan produktivitas, mengembangkan produk dan menjadi keberlanjutan atau sustainability usaha Sawit; dan melakukan promosi secara sistematis dan tak berhenti untuk menyeimbangkan pandangan objektif tentang Sawit diseluruh dunia.
Dan seluruh pengelolaan Dana Sawit telah diusahakan agar tetap menjadi tata kelola yang baik sehingga telah memperoleh status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) baik oleh BPK maupun oleh Akuntan Publik.
Keberadaan Badan Pengelola Dana Perkebunan tidak hanya memberi kemampuan lebih bagi Sawit Indonesia dengan dukungan dana, tetapi juga dengan kelengkapan kelembagaannya. Sawit menjadi satu-satunya industri yang memiliki delapan menteri yang diketuai oleh Menteri Koordinator Perekonomian secara bersama-sama menjadi Komite Pengarah, disertai dengan sembilan pejabat setingkat direktur jenderal dan deputi menteri yang diketuai oleh seorang mantan wakil menteri menjadi Pengawas.
Hal ini kemudian menjadi lebih lengkap setelah Indonesia mengambil inisiatif bersama Malaysia langsung dibawah arahan Presiden RI dan PM Malaysia membentuk konsul atau badan negara-negara produsen Sawit internasional guna menyeimbangkan posisi tawar negara produsen di pasar dunia.
Tantangan dan Ancaman Selanjutnya
Namun demikian, Sawit Indonesia sama sekali tidak boleh lengah. Pelajaran yang kita alami dengan pengalaman selama dua tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa ditengah peluang dan keberhasilan, saat ini tantangan – bahkan ancaman – yang dihadapi Sawit jauh lebih besar dan nyata. Bisa disebutkan tiga hal utama yang menjadi tantangan dan ancaman tersebut.
Pertama, Sawit Indonesia ditantang untuk memberi bukti yang lebih tegas dan lugas bahwa Sawit bukan hanya TIDAK menjadi penyebab kebakaran dan kerusakan hutan, tetapi juga menjadi aktivis terdepan dalam mencegah kebakaran itu. Sawit ditantang untuk menunjukkan bahwa industri ini adalah promotor dan pelindung bentang alam yang memiliki nilai konservasi tinggi atau “high conservation value”, sekaligus menjadi penjaga utama kawasan yang memiliki kandungan karbon yang tinggi atau “high carbon stock”.
Kedua, Sawit Indonesia juga harus menghadapi kenyataan bahwa harga minyak bumi akan berada dikisaran USD40 per barrel sebagai kondisi normal yang baru. Hal ini akan menyebabkan biodiesel Sawit menghadapi tantangan besar daam menjaga daya saingnya. Di sisi lain, harga minyak bumi yang murah telah juga mendesak turunnya harga berbagai komoditi lain, termasuk pesaing-pesaing utama Sawit seperti minyak kedele dan minyak biji-bijian. Harga Sawit yang lebih tinggi dengan beda yang terlalu jauh dengan harga pesaing akan membuat dayasaing Sawit dapat terganggu.
Dan ketiga, kampanye negatif tentang Sawit dinegara-negara konsumen besar yang terutama didorong oleh kepentingan persaingan dan proteksionisme untuk melindungi produk mereka sendiri terus mengacam kelancaran perdagangan dan penjualan produk Sawit Indonesia. Di sisi lain, pasar-pasar ekspor baru – seperti cangkang sawit untuk bahan-bakar-biomasa – juga akan mengancam pemanfaatan nilai lebih Sawit di didalam negeri karena pasar dalam negeri yang belum berkembang, sehingga bisa jadi kita menjual “barang bagus dengan murah” tetapi kita sendiri “menggunakan barang jelek dengan mahal”.
Menghadapi kondisi diatas, baik keberhasilan, peluang, dan tantangan; kita tentu ingin mempunyai gambaran, kita ingin mengetahui, bagaimana Sawit Indonesia di masa yang akan datang. Terlalu besar investasi dan harapan yang telah kita letakkan di industri ini jika kita hanya akan membiarkan segala sesuatu berjalan dengan sendirinya tanpa kejelasan masa depan.
Visi 2020 yang tampaknya sudah hampir pasti akan dapat dicapai perlu dikembangkan lebih jauh lagi. Saatnya Sawit Indonesia memiliki Visi Sawit 2045.
[1]. Merupakan bagian dari sambutan yang telah disampaikan pada Stakeholder Meeting Sawit Indonesia 21 Juli 2016 di Jakarta
[2]. Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan – Kelapa Sawit / Dosen Agribisnis Institut Pertanian Bogor