JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Direktur Eksekutif PASPI, Tungkot Sipayung menyebut adanya tantangan dalam melaksanakan mandatori B30 antara lain mengimplementasikan B30 di tengah meningkatnya harga CPO lalu bagaimana mandatori B30 akan ditingkatkan di tahun mendatang.
Hal tersebut disampaikan pada Webinar Menjaga Keberlanjutan Mandatori Biodiesel : Indonesia Menuju B40, yang diadakan Majalah Sawit Indonesia, pada Selasa (30 November 2021).
Tungkot menjelaskan lima faktor penting yang menjadikan mandatori biodiesel perlu dilanjutkan di Indonesia. Pertama, biofuel adalah salah satu jalur hilirisasi sawit Indonesia. Biodiesel bagian dari biofuel adalah politik hilirisasi di Indonesia. Biofuel yang telah dihasilkan sekarang yaitu Biodiesel, Biohidrokarbon, diesel sawit, bensin sawit, avtur sawit, bioetanol, biogas, biodiesel alga dan lainnya.
Kedua, ketahanan energi, untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil (impor), diversifikasi sumber energi EBT dan menghemat fosil untuk generasi selanjutnya.
Ketiga, pengurangan emisi GHG (mitigasi perubahan iklim); menurunkan emisi GHG melalui pengurangan produksi dan konsumsi energi fosil, memenuhi komitmen NDC/Paris Agremeent, “Glasgow Commitment.
Keempat berkaitan manfaat sosial ekonomi. Dan Kelima, mandatori biodiesel bagian dari instrumen stabilisasi pasar CPO dunia (market leader).
Untuk menjawab apakah Indonesia perlu melangkah lebih lanjut menigkatkan bauran dari B30 menjadi B40, Tungkot menegaskan masih dibutuhkan dan perlu ditingkatkan. Mengingat Indonesia masih ketergantungan pada energi fosil dan impor bahan bakar fosil masih tinggi dan cenderung meningkat (substitusi energi fosil ke energi biofuel). Demi kesehatan lingkungan dan ekonomi nasional.
“Potensi green fuel berbasis sawit domestik cukup besar sebagai subsitusi energi fosil mulai dari Biodiesel (B30), Bensin Nabati, Diesel Nabati dan Avtur Nabati. Selain itu, menjadi target penurunan emisi (gas rumah kaca). pemerintah telah menenepkan penurunan emisi hingga 2030 yaitu 29%,” tegasnya.
Meski sudah mampu mengembangkan biofuel (biodiesel/B30), pemerintah Indonesia khususnya industri sawit masih saja dihadang dengan kampanye negatif sawit, terutama di pasar internasional dinilai belum sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Berikut tantangan pengembangan Biofuel (Bahan Bakar Nabati berbasis sawit) yang tengah dijalankan dan dikembangkan Indonesia. Mulai dari GHG emission saving dan standar RED/RFS, Biodiversity loss, forest risk commodity/high ILUC risk biofuel (RED II), UE Green Deal 2030, isu sosial dan isu ekonomi.