JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Pemerintah tetap mendukung program mandatori biodiesel 20% (B20) yang akan berjalan pada tahun ini. Penggunana biodiesel memberikan nilai tambah dari aspek ekonomi hingga lingkungan.
“Penggunaan B20 membantu penyerapan produksi CPO sehingga memberikan nilai tambah dan perluasan lapangan keja. Pada 2016, pemerintah tetap berkomitmen untuk melanjutkan mandatori B20,” kata Darmin Nasution, Menko Perekonomian dalam pembukaan Pertemuan Nasional Sawit Indonesia di Jakarta, Rabu (27/1).
Darmin mengatakan komitmen pemerintah terhadap B20 ditunjukkan melalui sosialisasi dan roadshow biodiesel di 20 kota di seluruh Indonesia. Dengan sosialisasi dapat ditunjukkan pemakaian biodiesel sebesar 20 persen tidak akan berdampak buruk kepada kendaraan.
“Program ini mesti disukseskan bersama-sama karena melibatkan semua pihak seperti petani, perusahaan perkebunan, industri, dan pemerintah,” kata Darmin,
Darmin Nasution menambahkan selain dapat meningkatkan penggunaan energi terbarukan, penggunaan B-20 juga mampu mengurangi emisi hingga 19 juta ton. “Mandatori B-20 juga komitmen dari COP 21 untuk mengurangi emisi hingga 26 persen dan penggunaan energi terbarukan mencapai 23 persen,” ungkap Darmin.
Arah pengembangan industri sawit, disebut Darmin juga harus memiliki kecenderungan kepada produk turunan sawit. Pasca penerapan pasar bebas ASEAN diharapkan Indonesia fokus kepada ekspor produk hilir dan mengurangi ekspor CPO.
Sebelum pertemuan nasional dimulai, Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit menggelar sosialisasi penggunaan dalam penggunaan biodiesel 20 persen (B20). Ini menandakan mandatori B20 telah siap digunakan. Beberapa produsen otomotif yang turut hadir dalam acara juga telah menunjukkan kesiapan penggunaan biodiesel.
Bayu Krisnamurthi, Direktur Utama BPDP Sawit,menyebutkan pada tahun ini target pemakaian B20 akan menyerap sebesar 3,7 juta kiloliter.
“Tahun ini kita akan serap 3,7 juta kiloliter yang akan dipergunakan oleh PSO (Public Service Obligation) dan untuk PLN sebagai bahan baku pembangkit listrik,” jelasnya kepada Sawit Indonesia di sela acara.
Berkaitan dengan kekurangan dana subsidi biodiesel, belum ada rencana untuk menaikkan nilai pungutan CPO. Saat ini, nilai pungutan yang berlaku sebesar US$50 per ton kepada CPO dan US$ 20-US$ 40 per ton bagi produk turunan.
Bayu Krisnamurthi memastikan bahwa tahun ini tak akan ada revisi terhadap mekanisme pungutan CSF seperti kenaikan pungutan. “Hingga akhir tahun 2016, BPDP punya cukup dana subsidi untuk target serapan kita. Sedangkan untuk tahun berikutnya opsi seperti penggunaan APBN, atau naikkan besaran pungutan, tapi nanti akan kita lihat lagi kondisinya,” jelas Bayu.