Kebijakan restrukturisasi organisasi di PTPN I s.d XIV mendapatkan dukungan dari Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (FSPBUN). Dengan catatan, perubahan ini membawa dampak positif kepada perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan karyawan.
Pada pertengahan Juli 2016, Rapat Umum Pemegang Saham PT Perkebunan Nusantara III (Holding) menetapkan restrukrisasi organisasi di anak usahanya mulai dari PTPN I s.d XIV. Elia Massa Manik, Direktur Utama PTPN III (Holding) menjelaskan dalam keputusan RUPS telah diputuskan restrukturisasi ini yang bertujuan menghasilkan efisiensi dan efektivitas dalam semua aspek. “Perbaikan PTPN menjadi tugas kita semua. Ujung-ujungnya apabila PTPN sehat dan tanaman tegak berseri-seri pasti kita lebih sejahtera,” ujarnya.
Perubahan jajaran top management di PTPN mendapatkan tanggapan beragam dari berbagai pihak. Tidak terkecuali kalangan Serikat Pekerja yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (FSP-BUN). Tuhu Bangun, Ketua Umum FSP-BUN, menjelaskan dari perspektif kualitas organisasi sebagai mitra kerja Perusahaan sejatinya perubahan itu sesuatu yang abadi. Dalam hal ini semestinya dipahami maksud dan tujuan serta latar belakang perubahan itu sendiri supaya tujuan nya dapat diwujudkan secara berkesinambungan dan memberikan kepastian kepada semua stake holders.
Tuhu Bangun mengapresiasi penunjukan Elia Massa Manik menjadi Direktur Utama PTPN III (Holding) karena setelah dilantik aktif berkunjung ke sejumlah PTPN dan berdiskusi bersama FSP-BUN. Dalam beberapa kali pertemuan dengan dirinya, FSP-BUN seringkali memberikan masukan kepada Elia Masa salah satunya yaitu ketidaklincahan BUMN dan/atau tidak tercapainya kinerja perusahaan secara optimal karena antara lain Ketidakpastian Regulasi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah tentang sektor Perkebunan terkait legalitas aset, pasar komoditas dan hal lain yang menjadi beban Perusahaan PTPN, dan secara struktural internal telah terjadi pembiaran dari pemegang saham yang tidak memberikan reward and punishment kepada PTPN yang sudah atau belum mencapai target sesuai yang diharapkan Pemerintah. Dan hal ini FSPBUN sebagai mitra perusahaan sudah berulang kali memberikan masukan kepada Kementerian BUMN melalui surat surat sebelumnya.
Masukan lain, kata Tuhu, beliau (Elia Massa) supaya berhati-hati dalam mengelola BUMN perkebunan lantaran karakteristik perusahaan perkebunan negara khususnya sektor perkebunan sangat berbeda dengan perusahaan negara lainnya.
“Sebagai seorang pimpinan, pak Elia layak dan pantas memegang posisi dirut. Kendati, baru beberapa bulan telah mengambil keputusan dengan membaca situasi dan mapping-nya. Memang dalam presentasinya, beliau katakan ingin meningkatkan kuantum produk dengan pengendalian biaya lebih efisien dan efektif untuk memberikan nilai tambah kepada perusahaan serta negara,” ujar Tuhu Bangun.
Perubahan organisasi yang dijalankan PTPN III (Holding) salah satunya mengurangi jumlah direksi di seluruh PTPN dari sebelumnya 4-5 direksi menjadi tiga atau empat direksi.
Tuhu menjelaskan institusinya mendukung penuh perubahan direksi ini dengan catatan transformasi ini tidak mengorbankan kesinambungan perusahaan dan/atau kesejahteraan karyawan, Misalkan saja menempatkan direksi tidak pada tempatnya atau yang tidak memahami sektor perkebunan yang mempunyai spesifik budaya dengan budidaya dan karakteristik yang berbeda-beda di setiap daerah.
Oleh karena itu, lanjut Tuhu, dalam penetapan pergantian Direksi baru perlu penelaahan secara komprehensif kompetensi pejabat yang ditunjuk sehingga memahami ruang bisnis dan target yang ditetapkan pemegang saham. Apabila Direksi baru tidak paham aspek tersebut maka dapat menjadi penghalang pencapaian target, dan berpotensi akan terjadi demotivasi karyawan serta responsibility stake holders semakin lemah.
Di sisi lain, terkait dengan jumlah direksi seyogyanya Direktur SDM & UMUM tidak dijabat oleh Direktur yang lain karena akan terjadi conflik of interest terhadap tugas dan fungsi direksi, dan yang menjadi perhatian bahwa di perusahaan perkebunan adalah aset bergerak dan tetap (SDM, alat, lahan dan tanaman) merupakan sumber pendapatan (money), sementara di perusahaan perbankkan pendapatan (money) sebagai alat utama mendapatkan keuntungan.
Selain itu, menurut Tuhu, pemegang saham memperhatikan sumber daya internal dalam penunjukan direksi baru. Terutama sumber daya yang memenuhi syarat sebagaimana prosedur kebijakan pemegang saham. Tujuannya untuk mengkomunikasikan antar lintas bawah sebagai grassroot ke atasan dan lingkungan kerja, yang terdapat di seluruh pelosok wilayah di indonesia serta mengkomonikasikan kepada pemegang keputusan berjalan dengan baik (positif). Tentu yang harus menjadi perhatian adalah daerah-daerah yang syarat dengan konplik atau titik kerawanan konflik lebih tinggi.
Namun demikian, dijelaskan Tuhu bahwa pihaknya mewakili Serikat Pekerja mengapresiasi pemegang saham yang tetap memberikan kesempatan kepada sumber internal yang mayoritas mengisi posisi direksi baru. “Memang, ada pula dari pihak eksternal baru beberapa bulan menjabat di BUMN perkebunan sudah mengisi level top management Direksi PTPN,” jelasnya.
Dari aspek kebijakan, penyusutan jumlah direksi dari lima orang menjadi tiga orang dan ada yang empat orang, Menurut Tuhu, seorang direksi harus cakap kompetensinya dan dapat mengambil keputusan cepat dan yang sangat penting harus tidak mencederai UU, Peraturan Pemerintah yang berlaku atau jika belum ada aturan yang mengatur tentang itu maka seharus nya dibuat dan ditetap kemudian sebagai dasar hukum kebijakan dimaksud.
Kemampuan lain yang semestinya dimiliki direksi adalah nyali dan insting direksi dalam pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman di dunia perkebunan, tentu dengan mempertimbangkan sejarah (historis) perkebunan “Kalau direksi sebatas mengandalkan ilmu dan teori disitu ada keraguan serta gambling (coba-coba), Beda kalau punya pengalaman tentang sektor itu maka insting lebih terasah,” kata Tuhu.
Tuhu sepakat dengan pernyataan Elia Massa Manik bahwa perusahaan yang sehat berdampak positif kepada kesejahteraan karyawan. Tuhu menuturkan tidak bisa perusahaan berjalan sendiri tanpa dukungan serikat pekerja. Sebaliknya, serikat pekerja tidak akan ada apabila perusahaan tak berjalan. Ini berarti serikat pekerja dengan perusahaan menjadi satu kesatuan. Dan FSPBUN mempunyai motto “PERUSAHAAN SEHAT KARYAWAN SEJAHTERA”.
Berdasarkan sejarah Tridarma BUMN perkebunan disebutkan bahwa PT Perkebunan Nusantara diminta untuk membuka lapangan kerja, mengurangi pengangguran dan memberikan sebagian keuntungan untuk menambah devisa negara. Tuhu Bangun menyebutkan PTPN tidak pernah memakai dana dari anggaran belanja negara dan/atau daerah melainkan optimalisasi aset dengan produktivitas tertinggi. Kenyataan ini yang membuat serikat pekerja terpanggil dan bertanggungjawab.
“Karena, kami ini diberikan gaji atau fasilitas lain nya karena/sesuai kinerja kami. Contohnya saja di PTPN I, II, XIV dan atau PTPN Lain nya begitu kinerja perusahaan terpuruk maka akibatnya karyawan kena imbasnya juga dan sampai sampai gajian karyawan tertunda tunda, Adakah subsidi dari negara, jawabnya tidak ada, atau belum jelas” kata Tuhu.
Sedangkan, PTPN ini dibebani pula pajak ekspor. Tidak hanya itu, PTPN juga wajib membayar seluruh pajak mulai dari PPN, PPh, BPHTB dan pajak pajak aset serta izin izin lain. Itu semua sudah masuk menjadi pendapatan negara lalu kemudian dikenakan kewajiban kembali yaitu dividen. “Kami harapkan Pak Elia Massa menjadi figur yang mampu menjadikan PTPN lebih baik dari yang sebelum nya tentu dengan mengakomodir aspirasi stake holders dan tentu dengan dilandasi PP no 72/2014 tentang Penyertaan modal negara.”
“Dan kami dari serikat pekerja berkeinginan pula menjadikan perusahan lebih baik, dengan kepastian secara berkesinambungan dan tanpa di manfaatkan unsur politik lain,” jelasnya.