KUALA LUMPUR – SAWIT INDONESIA, RSPO menggelar pertemuan tahunna ke-13 yang akan diadakan di Kuala Lumpur, 16-17 November 2015, mengusung tema Global Vision, Regional Action.
Edi Suhardi, Vice President II RSPO mengatakan dalam gelaran kali ini, RSPO mengusung tiga isu besar pertama soal Jurisdictional Approach, insentif untuk smallholders, dan RSPO Next.
“Jurisdictional approach akan mensinergikan standar-standar yang dimiliki RSPO dengan peraturan sebuah negara,” ungkap Edi kepada wartawan di Kuala Lumpur.
Menurutnya, jurisdictional approach yang akan dilakukan ini mampu menjadi tantangan tersendiri bagi growers anggota RSPO yang bukan hanya secara sukarela memenuhi standar RSPO melainkan juga patuh terhadap peraturan di negara perusahaan beroperasi.
Sedangkan isu kedua yang dibawa pada RT13 mengenai peningkatan insentif bagi smallholder untuk mendukung praktik perkebunan sawit yang berkelanjutan.
Dan yang terakhir adalah standar RSPO Next. Edi mengatakan RSPO Next merupakan peningkatan standar RSPO guna meraih pasar CSPO. Standar ini menerapkan syarat lebih ketat dibandingkan Principe and Criteria RSPO sebelumnya.
“RSPO Next ini pasarnya khusus konsumen eropa yang meminta standar lebih tinggi, dan RSPO next ini bukan mass product, karena targetnya premium. Kita menginginkan perusahaan sawit besar punya standar yang lebih tinggi pula,”lanjut Edi.
Ada enam standar yang sedang dirumuskan menjadi standar RSPO Next yaitu, no deforestation, no peat land, reduksi gas rumah kaca, penghargaan terhadap HAM, no burning policy, dan transparansi.
RSPO menargetkan bahwa RSPO Next berjalan dalam waktu tiga tahun mendatang, dan pada 2020 ditargetkan 25 persen dari produksi CSPO telah dihasilkan dari standar RSPO Next.
“Mudah-mudahan di RT13 ini seluruh standar RSPO Next sudah selesai, dan tahun depan kita sudah mulai persiapan, dan tahun berikutnya sudah mulai dilakukan proses audit kepada perusahaan,” ungkap Edi. (Laporan Anggar Septiadi dari Kuala Lumpur)