JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Makin terang benderang bahwa Resolusi Uni Eropa yang termuat dalam Report on Palm Oil and Deforestation on Rainforests ditujukan supaya sawit tidak lagi kompetitif.
“Resolusi ini memang tidak lebih dari persaingan dagang,”tegas Musdhalifah Machmud, Deputi Menko Perekonomian Bidang Pangan dan Pertanian dalam Diskusi bertemakan “Membedah Kepentingan Tersembunyi Resolusi Sawit Eropa” yang diadakan Majalah Sawit Indonesia pada Selasa (9/5/2017) di Jakarta.
Lebih lanjut menurut Musdhalifah Resolusi tidak bersandar kepada fakta kelapa sawit di lapangan dan sangat diskriminatif.
Menurutnya tidaklah tepat kalau dikatakan sawit sebagai penyebab deforestasi. Sebab, sawit justru berkontribusi dalam menyumbangkan oksigen untuk masyarakat dunia.
Selain itu, argumen Parlemen Uni Eropa bahwa sawit sangat erat kaitannya dengan isu-isu kemanusiaan padahal komoditas ini menghidupi jutaan masyarakat di Tanah Air.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menegaskan pemerintah tidak setuju anggapan bahwa produk kelapa sawit berasal dari kegiatan deforestasi yang berlebihan. Sebagai perbandingan, deforestasi untuk lahan kelapa sawit relatif tidak lebih luas dibandingkan kacang kedelai, yang ditanam di negara-negara dengan empat musim.
Sebagai perbandingan, luas lahan kelapa sawit sebanyak 16 juta hektare (ha) di seluruh dunia tetapi menyumbangkan deforestasi sekitar delapan persen terhadap deforestasi dunia. Sedangkan itu, deforestasi yang diakibatkan oleh kacang kedelai berkontribusi19 persen dari total dunia.
Menyikapi Resolusi ini, Asmar Arsjad, Sekjen Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia menantang pelaku industri dan pemerintah supaya tidak lagi mengekspor kelapa sawit ke Eropa. Pasalnya Eropa akan menderita sekali jika sawit tidak dipakai untuk mengisi kebutuhan pangan dan non pangan disana.
“Setop saja ekspor sawit ke Eropa. Masih ada pasar lain untuk gantikan (Eropa),” tantang Asmar.