Tanaman kelapa sawit sampai saat ini masih menjadi salah satu komoditas yang menjanjikan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan tanaman kelapa sawit yang terus tumbuh setiap tahunnya. Dari sisi produksi pun dari Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menunjukkan, pada 2011 produksi sawit nasional mencapai 23,5 juta ton atau naik 7,3% dari tahun sebelumnya.
Upaya peningkatan produktivitas mengalami beberapa kendala diantaranya dengan adanya serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Diantara OPT yang cukup mengganggu kebun sawit adalah hama yang merusak tanaman. Saat ini hama utama yang menyerang kelapa sawit adalah ulat pemakan daun kelapa sawit seperti ulat api, dan ulat kantong. Sedangkan di beberapa lokasi serangan ulat penggerek tandan sawit juga menjadi masalah yang serius.
Banyak metode yang digunakan untuk mengendalikan hama ini. Dan yang paling efektif dan efisien dilakukan adalah dengan menggunakan insektisida (cara kimiawi). Pemilihan insektisida yang tepat sangat penting agar tidak menyebabkan kerugian. Karena saat ini banyak sekali merek dagang insektisida yang dijual dipasaran dengan harga dan kualitas yang bervariasi. Pekebun dan petani harus cermat dan teliti dalam memilih insektisida.
Umumnya insektisida yang tersedia dipasaran bersifat tidak selektif sehingga mematikan juga serangga yang bermanfaat seperti musuh alami hama dan serangga penyerbuk. Hilangnya musuh alami tentunya bisa menimbulkan kerugian karena keseimbangan ekosistem yang terganggu. Ledakan serangan hama terutama ulat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya karena kombinasi dari ketidakseimbangannya ekosistem ditambah kondisi lingkungan yang mendukung perkembangan hama dan pengendalian hama yang tidak efektif. Kondisi ini tentunya bisa menimbulkan kerugian bagi perkebunan sawit.
Serangga penyerbuk (Elaeidobius kamerunicus) dapat ikut mati apabila penanganan pengendalian hama tidak dilakukan dengan tepat. Ujung-ujungnya produktivitas hasil bisa menurun. Padahal yang diharapkan dari pengendalian hama adalah meminimalisir kerusakan dan peningkatan produktivitas.
Saat ini PT Nufarm Indonesia telah mengeluarkan insektisida biologi berbahan aktif Bacillus thuringiensis yaitu DiPel SC. Insektisida ini bekerja sangat efektif dalam pengendalian ulat. Dan tentunya tidak berbahaya bagi serangga bermanfaat seperti musuh alami hama serta serangga penyerbuk sangat cocok dalam pengendalian hama terpadu dan menjaga kesimbangan ekosistem.
Merek DiPel sebelumnya telah dikenal luas dan efektivitas pengendalian telah terbukti. DiPel SC merupakan inovasi terbaru, dengan teknologi tinggi Bacillus thuringiensis difermentasi dan diekstraksi sehingga menghasilkan racun kristal dan spora. DiPel SC merupakan inovasi terdepan dalam pemanfaatan teknologi insektisida biologi karena memiliki bermacam varian racun kristal dan spora. Sangat efektif dalam pengendalian larva Lepidoptera dan mengatasi hama yang sudah resisten.
DiPel SC berbentuk cair, memiliki formulasi khusus yang lebih stabil dan tidak membentuk sedimen. Keunggulan bentuk cair ini lebih mudah dalam aplikasi dan tidak menyumbat alat semprot, yang artinya membantu efisiensi kerja. DiPel SC tidak mudah tercuci oleh air serta melindungi dengan lebih baik.
Mode of Action dari DiPel SC yaitu : Bacillus thuringiensis yang terkandung dalam Dipel SC memiliki racun kristal dan spora yang akan bekerja apabila termakan oleh ulat. Dalam waktu singkat ulat akan berhenti makan dan kerusakan tanaman berhenti. Racun akan bekerja didalam tubuh ulat dengan cara merusak dinding usus yang menyebabkan terganggunya metabolisme dari ulat tersebut dan akhirnya menyebabkan kematian serangga /ulat.
Bila disimpulkan keunggulan dari DiPel SC adalah sebagai berikut:
- Mengandung Kristal Bacillus thuringiensis serotype 3a – 3b strain HD-1 : 17.600 IU/mg. Diproduksi di pabrik Valent BioSciences Amerika Serikat dengan teknologi fermentasi tinggi dengan fasilitas standard farmasi.
- Mengandung beberapa protein racun kristal dan spora yang berbeda
- Insektisida ini bekerja sebagai racun lambung
- Insektisida ini merupakan insektisida biologi yang hanya mematikan ulat, sehingga tidak menimbulkan masalah terhadap serangga penyerbuk buah kelapa sawit, serta musuh-musuh alami, termasuk lebah.
- Setelah ulat memakan daun yang telap disemprot DiPel SC, maka hanya dalam beberapa jam ulat akan berhenti makan dan akan mati dalam waktu 2-3 hari.
- Klasifikasi toksikologi Dipel berada pada Klas IV, sehingga tidak ada efek langsung dan tidak langsung pada manusia dan mamalia.
Disarankan untuk selalu melakukan pengamatan dan sensus hama agar dapat melakukan pengendalian hama secara dini dan terpadu.