• Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Facebook Twitter Instagram
Sunday, 3 December 2023
Trending
  • Penjarahan TBS Sawit Kian Meresahkan, Petani Rugi Ratusan Juta Rupiah
  • Peran Penting Penyuluh Pertanian
  • Pelatihan Pengolahan Pupuk Organik Berupa Jadam
  • DPD RI Kawal Produksi Pertanian Hingga Swasembada
  • Mendorong Transisi Energi yang Adil dan Dapat Diakses Seluruh Golongan
  • Hexindo Adiperkasa Lengkapi Kebutuhan Perkebunan Sawit Dengan Morooka
  • Komisi IV DPR RI Meninjau Penanaman Mangrove
  • Indonesia Berhasil Mengurangi Deforestasi Lebih Banyak dari Negara Lain
Facebook Instagram Twitter YouTube
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Subscribe
  • Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Home » PT Surya Panen Subur (SPS): 2 Menjawab Tuduhan Lewat Fakta Ilmiah
Tata Kelola

PT Surya Panen Subur (SPS): 2 Menjawab Tuduhan Lewat Fakta Ilmiah

By RedaksiSeptember 12, 20145 Mins Read
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email
Share
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email

PT Surya Panen Subur (SPS) 2 melakukan penelitian  untuk membuktikan  bahwa kebakaran gambut  di Rawa Tripa bukanlah tindakan  yang disengaja. Selama ini  pun, perusahaan telah menerapkan  pengelolaan lahan gambut yang sesuai aturan dan ramah lingkungan.

Melanjuti kasus kebakaran gambut di Rawa Tripa, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah  mengajukan gugatan kepada PT SPS 2 dan PT Kalista Alam sebagai pihak yang diduga bertanggungjawab atas kebakaran tersebut. Rawa Tripa ini memiliki lahan seluas 61.803 hektare yang berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser. Proses penyidikan telah dijalankan oleh penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Kementerian Lingkungan Hidup telah dimulai pada April 2012. 

Penyidik KLH menggunakan  Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang meliputi beberapa pasal antara lain pasal 108 jo.pasal 69 ayat 1, pasal 116, pasal 118, dan pasal 119.  Dalam pasal 69 ayat  1 disebutkan orang yang melakukan pembukaan lahan dengan cara pembakara dipidana minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun, serta denda minimal Rp 3 miliar dan Rp 10 miliar. 

 Sudariyono, Deputi Menteri Negara Lingkungan  Hidup Bidang Penataan Hukum, mengatakan pihaknya telah mengajukan gugatan perdata PT SPS 2 ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Sebelumnya, PT Kalista Alam telah digugat oleh Kementerian Lingkungan Hidup  pada November tahun lalu, atas dugaan perusakan lingkungan hidup kawasan ekosistem Rawa Tripa. Perusahaan  diduga membakar untuk pembukaan lahan. 

Rivai Kusumanegara, menjelaskan sampai saat ini perusahaan belum menerima surat panggilan sidang atau surat gugatannya. “Jadi, kami belum bisa mengomentarinya  sebelum menerima surat-surat tersebut,” kata Rivai dalam pesan singkatnya.

Baca juga :   Kebijakan Eropa Bikin Petani Makin Sengsara

Menurut Eddy Sutjahyo Busiri,  Direktur Utama PT SPS 2, tuduhan Kementerian Lingkungan Hidup kepada PT SPS 2 mengenai pelanggaran aturan pembukaan lahan gambut dan pembukaan lahan dengan cara bakar adalah tidak benar. Perusahaan mengembangkan sawit di atas lahan gambut dengan kedalaman kurang dari 3 meter. Sementara, lahan gambut yang berkedalaman lebih dari tiga meter akan dikonservasi sesuai komitmen yang tercantum dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Saat ini, telah terdeteksi  lahan gambut berkedalaman lebih dari 3 meter  seluas 5.000 hektare. 

Rivai Kusumanegara,  Kuasa Hukum PT SPS 2, menjelaskan berdasarkan fakta bahwa pembukaan lahan dilakukan sesuai Pembukaan Lahan Tanpa Bakar, karena pembukaan lahan sudah selesai dilakukan pada saat terjadi kebakaran. Kegiatan pembukaan lahan tanpa bakar ini dilakukan lewat metode imas, tumbang, dan stacking (rumpun mekanis).

 Dari aspek legalitas, PT SPS 2  telah dilengkapi dengan HGU Nomor 25 seluas 7.877 hektare dan HGU No. 34 seluas 5.080 hektare yang sudah terbit sejak tahun 1997. Total luas perusahaan mencapai 12.957 hektare di Nagan Raya, Aceh. Ini berarti, HGU perusahaan telah terbit  sebelum dikeluarkannya Keppres No. 33 Tahun 1998 tentang Pengelolaan Kawasan Ekosistem Leuser. Sesuai Pasal 6 huruf b Kepres No. 33 Tahun 1998 dan Diktum IV SK Menhut No.190/Kpts-II/2001 tentang pengesahan batas KEL. Dalam pasal 6 dan Diktum tadi, disebutkan hak atas lahan yang terlebih dahulu diberikan pemerintah di Kawasan Ekosistem Leuser sebaiknya tidak dikurangi dan tetap berlaku.  “Ini artinya, HGU yang telah kami dapatkan itu mesti dihormati,” kata Eddy.  

Baca juga :   APKASINDO Kaltara dan BPDPKS Gelar Workshop UKMK Pondok Pesantren

Tuduhan yang dialamatkan kepada PT SPS 2 bahwa kebakaran disengaja, bisa jadi kuranglah tepat. Sebab dari data PT SPS 2, perkebunan sawit perusahaan mengalami kebakaran juga seluas  1.183,23 hektare yang terdiri dari 666,23 hektare lahan selesai steking dan 517,03 hektare lahan tertanam.. “Jadi tidak benar kalau dikatakan ada motif kesengajaan malahan perusahaan dirugikan dengan kebakaran ini,” kata Rivai.

Untuk memperkuat  fakta ilmiah di lapangan,  perusahaan telah mendatangkan tim ahli dari akademisi, balai penelitian, dan kementerian. Ti m ahli ini adalah Dr. Ir. Gusti Zakaria Anshari, MES (Ahli Kebakaravwwn Hutan/Gambut Universitas Tanjungpura), Dr. Ir. Muhammad Noor, MS. (Ahli Pendayagunaan Gambut  Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Badan Litbang Pertanian), Ir. I. Gede Putu Karwadi, M.Si (Kasubdit Dampak Perubahan Iklim dan Pencegahan Kebakaran, Direktorat Jenderal Perkebunan) , dan Prof. Dr. Daud M. Silalahi, S.H. (Guru Besar Hukum Lingkungan dari Universitas Padjajaran).

Rivai Kusumanegara mengatakan data ilmiah dari para ahli telah diberikan  kepada penyidik KLH sebagai pembuktian penyebab terjadinya kebakaran di perkebunan sawit PT SPS 2. 

Dari pengalaman Eddy Sutjahyo, baru pertama kali muncul kebakaran besar seperti yang terjadi pada 19-24 Maret 2012. Sebelumnya,memang pernah terjadi kebakaran tetapi itupun tidak sering terjadi dengan spot kecil saja sehingga dapat langsung dipadamkan. Faktor penyebab kebakaran tidak diketahui secara pasti karena bisa jadi dari aktivitas masyarakat yang memancing atau mencari kayu di sekitar di areal kebun perusahaan. 

Baca juga :   Minamas Plantation Hadiri Uji Coba Penuh 6 Reaktor B100 di Barata Gresik

Berdasarkan penelitian yang dilakukan keempat ahli, kebakaran yang sporadis menunjukan tidak adanya kesengajaan. Demikian pula PT SPS 2 tidak memiliki motif membakar karena kebakaran di lahan gambut justru menimbulkan kerugian yang besar berupa terjadinya subsidence (amblasan) yang menyulitkan penyiapan lahan, dan berubahnya sifat gambut dari hydrophilic (suka air) menjadi hydrophobic (anti air).

Muhammad Noor, peneliti yang juga menjadi saksi ahli dalam penyidikan, mengatakan perusahaan  menerapkan pengelolaan air (water management) dengan baik untuk mencegah kebakaran di lahan gambut lewat pembuatan pintu-pintu air atau tabat pada saluran air. “Antisipasi yang  dilakukan perusahaan sudah benar karena dengan mempertahankan muka air, ini berarti mencegah gambut yang kering untuk terbakar,” kata Muhammad Noor. 

Dalam penelitian Muhammad Noor, pH tanah/gambut di lahan PT SPS 2 baik yang terbakar maupun tidak terbakar berkisar  4,0 – 4, 7, hal ini menunjukkan perbedaan yang nyata yang menunjukan kebakaran tidak sempurna. Itu sebabnya, perusahaan menggunakan kapur pertanian untuk meningkatkan pH. 

Rivai Kusumanegara menjelaskan bahwa hukum lingkungan  mesti ditegakkan secara konsisten dan tanpa pandang bulu. Namun bagi proses hukum yang tidak memiliki cukup bukti sebaiknya tidak usah dipaksakan.  (Qayuum Amri)

kelapa sawit sawit
Share. WhatsApp Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email Telegram

Related Posts

Penjarahan TBS Sawit Kian Meresahkan, Petani Rugi Ratusan Juta Rupiah

20 hours ago Berita Terbaru

Kebijakan Eropa Bikin Petani Makin Sengsara

4 days ago Berita Terbaru

Program Tanam Mangrove APROBI Tingkatkan Ekonomi dan Lingkungan Masyarakat Pemalang

5 days ago Berita Terbaru

Astra Agro Siap Bekerjasama Tindak Lanjuti Laporan Independen EcoNusantara

5 days ago Berita Terbaru

APKASINDO Kaltara dan BPDPKS Gelar Workshop UKMK Pondok Pesantren

6 days ago Berita Terbaru

Minamas Plantation Hadiri Uji Coba Penuh 6 Reaktor B100 di Barata Gresik

6 days ago Berita Terbaru

Mau Dapat DBH Sawit, Provinsi dan Kabupaten Wajib Penuhi Syarat Ini

1 week ago Berita Terbaru

GAPKI Buka Suara Soal Dugaan Perbudakan Pekerja PT BSL

1 week ago Berita Terbaru

Regulasi Pemerintah Belum Tetapkan Sawit Industri Strategis

1 week ago Berita Terbaru
Edisi Terbaru

Jaminan Kepastian Legalitas Sawit

Edisi Terbaru 6 days ago2 Mins Read
Event

Advokasi Sawit Dan Peluncuran Buku Mitos Vs Fakta Sawit

Event 4 months ago2 Mins Read
Latest Post

Penjarahan TBS Sawit Kian Meresahkan, Petani Rugi Ratusan Juta Rupiah

20 hours ago

Peran Penting Penyuluh Pertanian

2 days ago

Pelatihan Pengolahan Pupuk Organik Berupa Jadam

2 days ago

DPD RI Kawal Produksi Pertanian Hingga Swasembada

2 days ago

Mendorong Transisi Energi yang Adil dan Dapat Diakses Seluruh Golongan

2 days ago
WhatsApp Telegram Facebook Instagram Twitter
© 2023 Development by Majalah Sawit Indonesia Development Tim.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.