PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sangat jeli melihat potensi industri sawit untuk memperluas segmen produknya, dengan tidak sebatas kepada kredit perkebunan saja. Melainkan membidik pula supporting industri sawit, petani, dan pekerja perkebunan sebagai calon debitur maupun nasabahnya.
Rafjon Yahya, Executive Vice President Corporate Banking Agro Based PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, mengatakan industri sawit mempunyai rantai nilai (value chain) yang berpotensi menjadi konsumen produk bank. Rantai nilai ini berasal dari supplier pupuk, kontraktor sawit,kendaraan pengangkut TBS, dan pembeli CPO, yang merupakan satu mata rantai positif dari perkebunan.
Untuk sekarang, menurut Rafjon, Bank Mandiri sudah membiayai pengusaha lokal yang bergerak di bidang supplier pupuk, pengangkutan TBS, dan kontraktor perkebunan. Sudah lebih dari 10 tahun, kebijakan ini berjalan dengan pertimbangan sektor usaha tersebut membutuhkan dukungan pendanaan dari bank untuk beroperasi. Misalkan saja, perusahaan transportasi TBS akan memerlukan peremajaan kendaraan untuk dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa.
Bank Mandiri membidik pula karyawan perkebunan yang memerlukan kredit seperti kredit perumahan dan kredit konsumen lain. Menurut Rafjon, karyawan perkebunan mulai dari level menengah atas menjadi target konsumen produk kami. Jadi, efek industri kelapa sawit ini sangatlah besar bagi pihak perbankan. Untuk hari tua karyawan perkebunan, Bank Mandiri juga menawarkan program Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) supaya dapat memiliki dana setelah pensiun.
“Bagi kami, kredit yang diberikan dapat terintegrasi tidak hanya sektor perkebunanannya saja. Caranya, ketika kantor pusat Bank Mandiri memberi pinjaman kepada perusahaan perkebunan tertentu. Maka, kami akan mengkoordinasikan dan memberi referensi kepada kantor cabang, misalkan kontraktornya siapa, supplier pupuk, dan pegawainya,” ujar dia.
Khusus petani plasma, Bank Mandiri menawarkan program tabungan replanting dengan menggandeng perusahaan inti. Rafjon Yahya menjelaskan tabungan ini diperuntukkan supaya petani tidak cemas ketika meremajakan tanaman sawit. Nilai tabungan yang disetor tiap bulan bervariasi dan disesuaikan dengan pendapatan penjualan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit petani plasma.
Ditambahkan Rafjon, tabungan replanting ini akan membantu petani untuk mempersiapkan dana sebelum lahannya direplanting dalam waktu 25 tahun mendatang. Peserta dapat menyetor dana tabungan replanting setelah dipotong dari hasil penjualan TBS-nya kepada perusahaan inti. “Memang tabungan ini masih bersifat sukarela tetapi petani semestinya sudah mempertimbangkan kebutuhan dana replanting. Apabila terkumpul lebih dari Rp 50 juta, itu cukup untuk membiayai replanting, atau apabila replanting nantinya dibiayai oleh bank, maka tabungan replanting dapat digunakan untuk biaya hidup petani selama Tanaman Belum Menghasilkan (TBM). Kendalanya, petani harus diyakinkan pentingnya tabungan ini,” ujar Rafjon kepada SAWIT INDONESIA.
Dalam pembangunan fasilitas pendukung seperti Anjungan Tunai Mandiri (ATM), Bank Mandiri tidak terlalu ekspansif dengan pertimbangan masih rendahnya kesadaran petani dan masyarakat setempat. Sebenarnya, kata Rafjon, Bank Mandiri telah menempatkan ATM di perkebunan sawit yang jumlahnya tidak terlalu banyak seperti daerah Adolina (Sumatera Utara), Lampung, Kalimantan Barat. Pengguna ATM lebih dominan pegawai dan pekerja kebun di level menengah atas. Sedangkan, petani lebih senang memiliki uang dalam bentuk fisik langsung sehingga kurang mengganggap penting ATM. “Kondisi inilah yang membuat transaksi ATM di perkebunan tidak terlalu besar. Sehingga penempatan ATM tidak menjadi fokus kami karena selektif dan sesuai kebutuhan,” kata Rafjon.
DANAI SEKTOR HILIR
Sampai 30 September 2012, outstanding kredit kelapa sawit PT Bank Mandiri (Persero) Tbk telah mencapai Rp 41,3 triliun. Dengan jumlah debitur mencapai 4.532 perusahaan dan petani. Sebagian besar kredit Bank Mandiri membiayai perkebunan kelapa sawit milik swasta sawit. Sedangkan pembiayan kepada perkebunan negara mencapai porsi sekitar 25 % dari total outstanding kredit kelapa sawit diatas.
Di sektor hilir, Bank Mandiri telah aktif mengucurkan pinjaman yang jumlahnya hampir mencapai Rp 9,5 triliun per 30 September 2012. Komposisi pinjaman hilir sawit terdiri dari Rp 5,1 triliun untuk pembiayaan pabrik refineri dan oleokimia dan sisanya Rp 4,4 triliun ditujukan pembiayaan modal kerja dan perdagangan produk Refinery dan Oleokimia.
Pada 2013, pertumbuhan kredit sawit diproyeksikan tumbuh 15% baik di sektor hulu dan hilir. Faktor pendorong pertumbuhan ini, lanjut Rafjon, dapat terlihat dari pengajuan kredit calon nasabah yang telah masuk pada tahun ini. Selain itu, industri kelapa sawit tetap positif di tahun depan karena permintaannya masih akan tinggi. (Amri)