Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit menghadapi beragam masalah di lapangan dalam penerapan program peremajaan tanaman sawit (replanting). Masalah krusial mengenai status lahan dan mengelola jumlah peserta .
“Saya akui tidak mudah menjalankan program peremajaan untuk petani sawit. Ini menjadi bagian dari evaluasi kami,” kata Bayu Krisnamurthi, Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit dalam jumpa pers di kantornya.
Secara definitif, lahan kelapa sawit yang akan diremajakan sekitar 2.600 hektare. Tetapi, kata Bayu, butuh beberapa tahapan untuk proses mendapatkan persetujuan dari bank.
Bayu menyebutkan kendala utama bagaimana membantu kegiatan peremajaan petani sawit swadaya karena tidak punya penjamin (avalis). Berbeda dengan petani kemitraan yang didukung perusahaan sebagai pihak inti.
Lebih lanjut menurutnya, pendanaan replanting kepada petani menghadapi tiga masalah. Pertama, situasi di lapangan memang berbeda karena program CPO Fund tidak bisa mendanai lahan petani yang tidak jelas statusnya. Ditemukan beberapa kasus lahan petani diduga berada di kawasan hutan.
“Memang, kami harus teliti dalam mengidentifikasi sertifkat lahan milik petani sebelum proses replanting berjalan,” ungkapnya.
Kedua, hambatan lain datang dari ukuran minimum lahan yang harus diremajakan. Ukuran luas lahan ideal 400-600 hektare per blok. Diperkirakan jumlah petani yang menjadi peserta sebanyak 150 orang. “Dan anda tahu mengatur 150 orang petani itu tidaklah mudah, kita harus punya kesepemahaman untuk semua hal,” katanya. .
Hambatan yang terakhir yaitu program pendanaan ini masih baru. Nantinya, bank akan memberikan pinjaman kepada petani sawit. Untuk saat ini, BPDP akan menanggung beberapa komponen dari total pinjaman. Bayu menyebutkan dari total pinjaman untuk peremajaan BPDP bisa membantu sekitar 50 persen.
“Ini tantangan bagi kami karena kami organisasi yang baru berdiri. Tapi, diharapkan ke depannya bisa dijalankan lebih banyak melakukan program replanting,” tutur Mantan Wakil Menteri Perdagangan ini.
Tahun depan, BPDP sawit mengkalkulasi dana yang dihimpun dari pungutan CPO sebesar Rp 9,5 Triliun. Penggunaan dana ini untuk alokasi subsidi program biodiesel Rp 8 triliun. Sisanya, sekitar Rp 1,5 triliun untuk replanting (sawit) dan biaya riset.
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) telah mengusulkan luas lahan yang harus diremajakan sekitar 500 ribu hektar berlokasi di Aceh, Jambi, Riau, dan Bengkulu. Asmar Arsjad, Sekjen APKASINDO mengakui sertifikat lahan petani menjadi hambatan persyaratan replanting. “Kalau sertifikat dipertengkarkan sulit bagi kita untuk bergerak maju,” ujarnya.
Pembiayaan BPDP untuk program replanting bersifat pinjaman. Kendati demikian, kata Asmar, selama rapat dengan BPDP belum dibicarakan jaminan untuk pinjaman replanting. “Dalam beberapa kali rapat yang saya ikuti baru bicara luas lahan yang akan diremajakan dan model peremajaan,” paparnya.
Ketika rapat dengan BPDP di Bogor, lanjut Asmar, model replanting adalah replanting total. Artinya, semua lahan milik petani diremajakan dengan mengganti tanaman lama. Namun, Apkasindo kurang sepakat usulan tersebut karena petani akan kehilangan pendapatan.
Apkasindo mengharapkan proses replanting diikuti pemberian bibit kelapa sawit sesuai dengan kondisi lahan. Misalkan, bibit sawit untuk lahan gambut dengan mineral itu berbeda. Bantuan benih idealnya satu paket dengan bantuan program peremajaan kebun sawit rakyat.
Asmar menyebutkan ada tiga model peremajaan tanaman sawit: replanting total, under replanting, dan replanting bertahap. Untuk itu, pihaknya mengusulkan replanting secara bertahap misalkan petani punya lahan 2 hektare yang diremajakan tahap awal seluas 0,5 hektare.
(Qayuum/Anggar)
(Selengkapnya baca Majalah SAWIT INDONESIA Edisi 15 Januari 2016-15 Februari 2016)