JAKARTA, SAWIT INDONSIA – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Gulat Manurung mengatakan musim panas berkepanjangan atau El Nino bukan menjadi penyebab turunnya produktifitas tanaman sawit di Indonesia. Menurutnya memang akhir-akhir ini terjadi penurunan produksi kelapa sawit, tapi bukan karena El Nino melainkan karena masalah pupuk.
“Produksi menurun bukan karena El Nino tapi karena pupuk, bukan El Nino,” ucapnya dalam diskusi bertajuk “Menata Masa Depan Kelapa Sawit Indonesia” di Gedung Menara Tendean, Jakarta, Kamis (16/11/2023).
Gulat mengungkapkan banyak petani kelapa sawit yang tidak mau memupuk tanaman mereka karena harga Tandan Buah Segar (TBS) yang turun akibat ulah spekulan. Sedangkan harga pupuk dan ongkos produksi kian mahal. Ini yang akhirnya menyebabkan turunnya produksi kelapa sawit.
“Efek yang terjadi itu berikutnya karena tidak memupuk karena harga TBS gak ada. Ketika dia mau pupuk, terjadi suhu tinggi, dipupuk pun dalam cuaca tinggi tidak akan. Masalah ini sederhana itu awalnya harga pupuk dan pemupukan,” jelasnya
Menurut Gulat, sejatinya tanaman sawit tidak berpengaruh signifikan dari adanya El Nino. Sebab, kelapa sawit justru membutuhkan sinar matahari cukup untuk tumbuh dan berkembang.
“Saya senang ada El Nino karena sawit sifatnya siklus C4, ini membutuhkan intensitas matahari tinggi. El Nino sedikit menganggu karena gambut tapi sawit tanaman yang adaptif untuk situasi tinggi cahaya matahari,” kata dia.
Sebelumnya APKASINDO mengkalkulasi bahwa produktivitas tandan buah segar (TBS) sawit petani akan anjlok sampai 30 persen sampai akhir tahun ini dan akan berlanjut sampai pertengahan 2024.
“Dengan kondisi ini, sumbangan CPO dari perkebunan sawit rakyat akan lebih rendah lagi, sekitar 24-26 persen dari total produksi CPO Indonesi di 2023 ini. Angka ini akan sama dengan sumbangan CPO dari Perkebunan sawit rakyat tahun 2020-2021,” ujar Gulat.
Penulis: Indra Gunawan