Penulis: Febri Dwi Oktoriyono (Mahasiswa Universitas Riau)
Riau merupakan provinsi dengan perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia, berdasarkan data BPS (2017), luas area perkebunan sawit di Indonesia adalah 14.030.573 Ha dengan jumlah produksi 37.812.628 ton, sedangkan luas area perkebunan sawit yang berada di provinsi Riau adalah 2.776.440 Ha dengan jumlah produksi sebesar 9.071.275 ton. Hal ini menunjukkan bahwa persentase luas area perkebunan sawit di provinsi Riau adalah 19,78% dari total perkebunan di Indonesia. Diketahui untuk 1 ton sawit akan mampu menghasilkan limbah berupa tandan kosong sawit (TKS) sebanyak 23% atau 230 kg, limbah cangkang (Shell) sebanyak 6,5% atau 65 kg, wet decanter solid (lumpur sawit) 4% atau 40 kg, serabut (fiber) 13% atau 130 kg serta limbah cair sebanyak 50% (Mandiri. 2012). TKS yang jumlahnya 23% dari TBS hanya dimanfaatkan sebagai mulsa atau kompos untuk tanaman sawit dan tidak terserap seluruhnya atau dibakar dalam incinerator dan abunya dimanfaatkan sebagai subsitusi pupuk kalium.
Produksi limbah padat dan limbah cair dari pabrik pengolahan kelapa sawit Indonesia kecenderungan yang meningkat, hal ini berbanding lurus dengan peningkatan produksi Tandan Buah Segar (TBS) dan luas areal perkebunan kelapa sawit. Karena itu diperlukan suatu teknologi tepat guna yang dapat mengolah dan memanfaatkan limbah kelapa sawit ini menjadi sesuatu yang berguna atau bermanfaat dan memiliki nilai komersil yang tinggi Apakah ada pemanfaatan lain pada limbah kelapa sawit selain sebagai pupuk, yang lebih memiliki nilai ekonomi ? Ada, jika kita lihat sekarang ini sudah banyak pemanfaatan limbah kelapa sawit yang lebih memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti pemanfaatan batang kayu pada tanaman kelapa sawit sebagai bahan funitur (perabotan) dan lain-lain, sehingga lebih memiliki nilai ekonomi.
Belakangan ini, penelitian terkait pemanfaatan limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) mulai mengarah ke topik material komposit alam (Natural Fiber). Limbah TKKS yang mengandung selulosa dalam rentang 43% – 65% dan lignin sebesar 13% – 25% dimanfaatkan sebagai material pada pembuatan papan komposit (Lusiana, 2015).
Teknologi komposit yang berkembang saat ini sudah mengalami pergeseran dari komposit berbahan penguat serat sintetis menjadi komposit berbahan penguat serat alam. Komposit serat alam limbahnya tidak memerlukan penanganan khusus karena merupakan limbah yang ramah lingkungan dan memiliki sifat yang menguntungkan yaitu beratnya yang ringan, mudah dibentuk, tahan korosi, sifat mekanik yang baik, bahan baku yang tersedia di alam, harga yang murah telah mendorong aplikasinya yang luas dibidang keteknikan (Asfarizal, 2016).
Salah satu potensi pengaplikasian material komposit alam dari limbah TKKS adalah pada pembuatan badan (fuselage) pesawat terbang tanpa awak (UAV) . Badan pesawat terbang tanpa awak biasanya dibuat menggunakan material komposit konvensional dengan bahan baku utama berupa campuran serat fiberglass dengan serat fibercarbon. Harga serat fiberglass atau fiber carbon yang tinggi, menjadikan biaya produksi pembuatan fuselage pesawat terbang tanpa awak menjadi mahal.
Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) adalah wahana terbang nirawak yang dalam satu dasawarsa terakhir ini berkembang kian pesat di ranah riset didunia. Bukan hanya mereka yang berada diranah departemen pertahanan atau badan-badan riset, termasuk perguruan tinggi yang meneliti, mengkaji dan mengembangkan, tapi didunia industri dan bidang sipil pun telah mulai banyak memanfaat teknologi UAV ini untuk pemantauan dan pemetaan secara real-time dikawasan-kawasan kritis seperti daerah konflik penguasaan lahan (tambang, maritim,dsb), perbatasan antar negara, lahan perkebunan, dll.
Untuk menguji apakah fuselage karya mahasiswa Teknik Mesin Universitas Riau ini dapat diaplikasikan kedalam pesawat terbang tanpa awak adalah pertama Pengukuran massa fuselage apakah telah sesuai dengan standar dari fuselage pesawat tanpa awak yang telah dibuat sebelumnya dengan material fiber glass atau fiber carbon. Kemudian Pengujian defleksi yaitu pengujian yang dilakukan dengan cara memberikan pembebanan pada bagian depan, tengah dan belakang fuselage, beban tersebut mewakili kondisi fuselage ketika terbang. Lalu dilakukan pengujian benturan, Uji Benturan statis dilakukan dengan memberikan pembebanan tiba-tiba dan dilakukan dengan kecepatan tertentu pada fuselage. Uji terbang Pengujian dilakukan dengan cara menerbangkan fuselage dan mendaratkan fuselage dengan tanpa roda sehingga kita dapat mengetahui kemampuan fuselage apabila diterapkan pada kondisi sebenarnya. Kesimpulannya adalah potensi serat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dapat menjadi material komposit masa depan yang ramah lingkungan. (*)