JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Rendahnya harga jual menyebabkan petani kakao mengganti tanamannya dengan kelapa sawit di Sulawesi Tenggara. Menurut Bambang, Kepala Dinas Perkebunan Sulawesi Tenggara hal ini mulai terjadi sejak tiga tahun terakhir.
“Mereka agak pusing karena nilai jual kakao ini rendah, diombang-ambing oleh tengkulak, banyak serangan hama penyakit dan tanaman sudah mulai tua,” ungkapnya dalam seminar pada pertengahan Desember di Jakarta.
Data dari Kementerian Pertanian menyebutkan memang terjadi penurunan areal perkebunan kakao di Sultra sebesar 3,18 persen dari tahun 2013 seluas 255.437 hektare menjadi 247.236 hektar pada 2014. Sedangkan areal perkebunan sawit meningkat 4,96 persen pada periode yang sama yaitu pada 2013 seluas 45.418 hektar menjadi 47.671 hektar pada 2014.
Jumlah lahan petani sawit swadaya di Sultra diperkirakan mencapai 600 hingga 700 hektar. Bambang juga turut mengingatkan para petani yang ingin membuka kebun sawit di Sultra untuk menggunakan benih sawit yang terdaftar. Sebab menurutnya masih terjadi peredaran benih palsu di Sultra.
“Masih banyak penyebarluasan benih palsu yang dijual murah di di Sultra, Sulbar, dan Sulsel. Saya sudah memeringatkan untuk menggunakan benih sawit yang terdaftar, karena semua benih asli yang beredar pasti diketahui oleh institusi dinas terkait komoditas tersebut. Kalau ada peredaran benih di luar institusi tersebut itu berarti palsu,” jelas Bambang.
Bambang juga menambahkan agar petani sawit swadaya mampu membentuk kelembagaan yang kuat. Sebab menurutnya jika tidak berkelompok, petani akan sulit mendapatkan hasil yang baik dari kebunnya. Sebab menurutnnya jika tidak dikelola dengan kelembagaan yang kuat, petani hanya mampu mendapatkan 9 persen nilai tambah dari seluruh proses produksi komoditasnya. Terkecil dibanding dengan pengecer, penyedia alat produksi dan lainnya.