JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Kalangan petani dan peneliti mengharapkan moratorium sawit tidak berlaku kepada perkebunan sawit milik petani. Pasalnya, petani hanya membuka lahan antara satu sampai dua hektare.
Hasril Siregar, Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) mengharapkan perluasan walaupun tidak banyak tetap dibutuhkan terutama untuk petani. “Kita tahu petani butuh kesejahteraan. Makanya, petani masih perlu tambah lahan apalagi komoditas sawit bernilai tinggi,” ujar Hasril dalam jumpa pers pada Selasa, (19/4).
Sementara itu, Asmar Arsjad mewakil Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mengusulkan supaya penghentian ijin baru kelapa sawit yang dirancang Presiden Joko Widodo supaya berjalan terbatas. Dikhawatirkan moratorium ini menghilangkan pendapatan petani.
“Maksud terbatas disini yaitu berlaku bagi perusahaan besar. Namun untuk petani yang lahannya seluas 1-2 hektare akan berpengaruh kepada pendapatan mereka,” kata Asmar.
Hingga tahun ini luas perkebunan kelapa sawit milik petani sekitar 4,88 juta hektare dari total 11,8 juta hektare di seluruh Indonesia.
Hasril mengusulkan supaya perkebunan sawit petani mendapatkan perhatian lebih untuk memperbaiki produktivitas. Tingkat rata-rata produksi CPO yang dihasilkan kebun petani masih 2,5 ton per hektare per tahun.
Menurutnya, produktivitas rendah disebabkan masalah klasik yaitu penggunaan benih asalan dan minimnya implementasi teknis budidaya yg standar.
“Banyak juga sekarang ini pedagang benih palsu yang menawarkan benih seharga Rp 1.000-Rp 1.500 per kecambah ke rumah-rumah petani,” imbuh Asmar.
Pemerintah diharapkan membantu masalah benih asalan dengan penyediaan benih unggul. Melalui program Kegiatan dukungan perbenihan perkebunan dengan anggaran sebesar Rp82,21 miliar. (Qayuum)