• Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Facebook Twitter Instagram
Tuesday, 26 September 2023
Trending
  • TBS Petani Riau di Hargai Rp2.401,66/Kg
  • PT Pertamina (Persero) Menjadi Market Leader Dalam Perdagangan Karbon di Indonesia
  • Petani Harus di Untungkan
  • BPDPKS Menampilkan Berbagai Produk UKM Sawit Dalam Kegiatan Indonesian Research and Inovation (InaRI) Expo  2023
  • Kontribusi Nyata Indonesia Hadapi Perubahan Iklim
  • PT Pupuk Indonesia (Persero) Mengajak Petani di Seluruh Negeri Untuk Meningkatkan Produktivitas
  • PT Santosa Makmur Plantation (SMP) Membangun Pabrik Kelapa Sawit Berkapasitas 45 ton/jam di Kabupaten Melawi
  • Apresiasi Kinerja, YPKPY Serahkan Tiga Unit Mobil Operasional
Facebook Instagram Twitter YouTube
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Subscribe
  • Beranda
  • Rubrik
    • Analisis
    • Artikel
    • Berita Terbaru
    • Edisi Terbaru
    • Event
    • Hama Penyakit
    • Hot Issue
    • Inovasi
    • Kinerja
    • Oase
    • Palm Oil Good
    • Pojok Koperasi
    • Profil Produk
    • Sajian Utama
    • Seremoni
    • Sosok
    • Tata Kelola
  • Tentang Kami
  • Susunan Redaksi
  • Hubungi Kami
Majalah Sawit Indonesia OnlineMajalah Sawit Indonesia Online
Home » Penanganan Konflik Di Perkebunan Sawit
Tata Kelola

Penanganan Konflik Di Perkebunan Sawit

By RedaksiSeptember 8, 20144 Mins Read
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email
Share
WhatsApp Facebook Twitter Telegram LinkedIn Pinterest Email

Dalam  pembukaan dan pengelolaan perkebunan kelapa sawit, seringkali kali dijumpai konflik yang terjadi antara pelaku usaha dengan masyarakat setempat atau antar perusahaan lain. Semenjak awal, upaya antisipasi perlu dilakukan supaya menghindari dampak kerugian konflik yang mesti ditanggung pelaku usaha.

 Tudingan bahwa perkebunan kelapa sawit menjadi pemicu konflik perlu menjadi perhatian serius pemangku kepentingan sawit  di negeri ini, karena semenjak beberapa tahun terakhir kasus  konflik perkebunan kian meningkat seiring dengan perluasan lahan kelapa sawit. Achmad Mangga Barani, Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan, mengatakan konflik yang terjadi di perkebunan lebih banyak berkaitan dengan masalah lahan misalkan saja perusahaan yang berencana membebaskan lahan dapat berpotensi menciptakan konflik dengan masyarakat. 

Menurut Achmad Mangga Barani, faktor penyebab konflik perkebunan dipicu oleh keterbatasan lahan sehingga lebih mudah menimbulkan konflik di daerah. Lain halnya, kalau lahan masih tersedia maka potensi  konflik tidak terlalu besar. Selain  itu, faktor kesejahteraan masyarakat juga mendorong konflik yang terjadi di perkebunan.

Berdasarkan analisis Achmad Mangga Barani, penyebab konflik di lahan  perkebunan sawit ditimbulkan oleh tiga aspek yakni pengusaha, pemerintah dan masyarakat/lembaga swadaya masyarakat. 

Pertama, konflik yang ditimbulkan oleh pemerintah dapat terjadi akibat peraturan yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah tidak sejalan. Dampaknya, papar Mangga Barani, terjadi tumpang tindih kepentingan penggunaan lahan seperti antara perebutan lahan antara perkebunan dengan tambang, perkebunan dengan perkebunan, dan perkebunan dengan hutan. Di daerah, konflik yang terjadi antar perusahaan perkebunan karena arahan yang dikeluarkan pemerintah daerah menunjuk lahan yang sebenarnya sudah dimiliki perusahaan perkebunan lain. “Jadi, perusahaan perkebunan itu memperebutkan lahan yang sama dengan berpegangan kepada izin dari bupati setempat,” ujar dia.

Baca juga :   Waspada! El Nino Bakal Kerek Harga Sawit

Sadar atau tidak, menurut Mangga Barani, pemerintah juga berperan terhadap konflik yang terjadi di perkebunan sawit. Sebagai contoh, pengusaha yang mengajukan permohonan perpanjangan Hak Guna Usaha lahan  sawitnya tetapi prosesnya lambat  di tingkat Badan Pertanahan Nasional dan  lama dikeluarkan. Akibatnya, lahan tersebut berpotensi menjadi  rebutan pihak lain dan terancam diokupasi masyarakat setempat, karena status HGU lahan  dianggap  sudah tidak lagi diperpanjang. 

Faktor lainnya adalah pengawasan pemerintah terhadap kondisi lapangan sangatlah  kurang. Pengawasan ini berkaitan dengan implementasi peraturan yang seringkali bertabrakan dengan regulasi lain. Dengan wewenang lebih besar di pemerintah daerah, idealnya konflik lahan perkebunan sawit dapat ditekan karena pemerintah setempatlah yang mengetahui lebih pasti kondisi di wilayahnya. 

Baca juga :   Asianagro Agung Jaya Jalankan Uji Emisi dengan Auditor

Kedua, faktor pemicu konflik diciptakan oleh perusahaan. Achmad Mangga Barani menjelaskan, pemicu konflik disebabkan pula oleh tindakan perusahaan semisal ketika membuka lahan tidak mensosialisasikan kegiatan operasionalnya dulu kepada  masyarakat. Padahal sosialisasi ini penting supaya perusahaan juga dapat memerhatikan aspek sosial dan lingkungan dengan mendengarkan masukan dari masyarakat sebagai contoh terdapat makam leluhur di lahan itu sebaiknya dapat dikonservasi oleh perusahaan. 

Tak hanya itu, tindakan perusahaan yang mengabaikan alokasi lahan plasma juga mendorong sikap resisten masyarakat terhadap kehadiran perkebunan kelapa sawit. Hal ini pun jelas melanggar Undang-undang nomor 18 Tahun 2004 mengenai perkebunan. Achmad Mangga Barani menegaskan penyediaan lahan plasma menjadi keharusan supaya masyarakat tidak lagi menjadi penonton saja dengan kehadiran perkebunan sawit di daerah mereka.

Pemicu konflik juga berasal dari tindakan masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat. Bentuknya seperti kasus penyerobotan areal perkebunan sawit perusahaan yang dilakukan masyarakat  khususnya terhadap  lahan yang belum diberikan perpanjangan  HGU. Rendahnya kesejahteraan  masyarakat petani ditengarai  pula akibat tindakan mereka yang melakukan pemindahtanganan lahan plasma miliknya kepada pihak lain. 

Modus lain yang dilakukan masyarakat lewat menuntut pengembalian lahan yang telah  diberikan ganti rugi. Biasanya, kata Mangga Barani, tuntutan  ini dilakukan oleh generasi sekarang padahal perjanjian jual beli lahan telah selesai dilakukan antara perusahaan dengan  generasi sebelumnya. 

Baca juga :   Produksi Sawit Petani Berpotensi Anjlok 30% Gegara El Nino

Achmad Mangga Barani menganjurkan  pemerintah supaya memecahkan masalah  sengketa lahan dengan memperkuat dan memperjelas regulasi, sebagai contoh penuntasan tata ruang wilayah provinsi. Konsistensi dan sinergi peraturan semestinya dijalankan  pula mulai dari pemerintah pusat sampai daerah. 

Untuk perusahaan,  dia mengajukan solusi supaya  program kemitraan inti plasma dijalankan sungguh-sungguh dan lebih transparan. Program Corporate Social Responsability (CSR) diprioritaskan kepada masyarakat sekitar perkebunan dan  harus menjawab apa yang menjadi kebutuhan masyarakat. “Jadi, perusahaan membangun hubungan kemitraan yang saling menguntungkan dengan masyarakat. Dengan masyarakat yang sejahtera secara ekonomi maka konflik pun dapat ditekan,” kata Achmad Mangga Barani  kepada SAWIT INDONESIA. 

Mansuetus Darto, Koordinator Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), beberapa waktu lalu mengatakan penyelesaian konflik agraria di perkebunan kelapa sawit mesti diselesaikan dengan cara  pemerintah mengatur skenario pembangunan road map kedaulatan dan kemandirian petani kelapa sawit. Langkah lain dapat pula membatasi Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan skala besar dengan waktu satu siklus tanaman. Untuk itu, pemerintah diminta lebih tegas kepada perusahaan sawit yang terlibat berkonflik dengan  masyarakat. (amri)

kelapa sawit sawit
Share. WhatsApp Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Email Telegram

Related Posts

PASPI Usulkan Revisi Perpres ISPO Sesuai Sustainability PBB

7 hours ago Berita Terbaru

Waspada! El Nino Bakal Kerek Harga Sawit

14 hours ago Berita Terbaru

Produksi Sawit Petani Berpotensi Anjlok 30% Gegara El Nino

22 hours ago Berita Terbaru

GAPKI Minta Regulasi Sawit Tidak Tumpang-Tindih

1 day ago Berita Terbaru

Apkasindo: Awas Revisi Perpres ISPO Diboncengi Kepentingan Asing, Ini Usulan Petani

1 day ago Berita Terbaru

Presiden Jokowi Setujui Perubahan Perpres ISPO, Ini Tiga Pertimbangannya

2 days ago Berita Terbaru

Asianagro Agung Jaya Jalankan Uji Emisi dengan Auditor

2 days ago Berita Terbaru

Nama Fenny Sofyan dari Astra Agro Masuk Jajaran Top 50 Kartini Humas Indonesia

3 days ago Berita Terbaru

Bappebti Terbitkan Regulasi Bursa Berjangka CPO

7 days ago Berita Terbaru
Edisi Terbaru

Cover Majalah Sawit Indonesia Edisi 143

Edisi Terbaru 1 week ago1 Min Read
Event

Advokasi Sawit Dan Peluncuran Buku Mitos Vs Fakta Sawit

Event 1 month ago2 Mins Read
Latest Post

TBS Petani Riau di Hargai Rp2.401,66/Kg

7 mins ago

PT Pertamina (Persero) Menjadi Market Leader Dalam Perdagangan Karbon di Indonesia

1 hour ago

Petani Harus di Untungkan

2 hours ago

BPDPKS Menampilkan Berbagai Produk UKM Sawit Dalam Kegiatan Indonesian Research and Inovation (InaRI) Expo  2023

3 hours ago

Kontribusi Nyata Indonesia Hadapi Perubahan Iklim

4 hours ago
WhatsApp Telegram Facebook Instagram Twitter
© 2023 Development by Majalah Sawit Indonesia Development Tim.

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.