Untuk kedua kalinya, Joefly Joesoef Bahroeny dipercaya sebagai Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) periode 2012-2015. Tantangan yang dihadapi pria asal Aceh ini kian sulit dalam menakhodai organisasi dengan jumlah anggota 547 perusahaan kelapa sawit. Mulai dari persoalan di industri sawit sampai membenahi internal organisasi kini berada di pundaknya.
Tim Redaksi SAWIT INDONESIA berkesempatan untuk berdiskusi dengan Joefly Joesoef Bahroeny setelah Peresmian Pengurus dan Dewan Pembina GAPKI di Jakarta. Berikut ini petikan wawancaranya :
Setelah peresmian pengurus, apa langkah pertama yang akan Bapak lakukan?
Peresmian dan perkenalan dengan pengurus periode 2012-2015 ini merupakan langkah penting karena pengurus dapat mulai mengerjakan tugasnya masing-masing. Untuk itu, langkah konsolidasi antara pengurus lama dan pengurus baru mesti dilakukan karena pasca konsolidasi pengurus diharapkan dapat membantu penuntasan masalah yang terjadi di industri sawit nasional.
Permasalahan yang terjadi di sektor sawit adalah tata ruang, perpajakan, infrastruktur, dan moratorium. Semua permasalahan tadi dapat terselesaikan asalkan ada dukungan dari pemerintah sehingga dapat memperkuat daya saing dan posisi tawar Indonesia. Pengurus diharapkan dapat kompak dan berjuang bersama dalam menyelesaikan persoalan di industri kelapa sawit saat ini.
Industri sawit menghadapi tekanan dari LSM dalam dan luar negeri. Bagaimana Bapak memposisikan diri dengan LSM tersebut?
Secara pribadi, saya tetap ingin merangkul LSM walaupun banyak mengeluarkan isu negatif kepada industri sawit nasional. Sementara itu, efek positif dari kelapa sawit tetap diinformasikan kepada mereka supaya dapat memahami sawit itu sendiri. Saya tidak ingin konfrontasi dengan NGO karena sebenarnya ada misi tertentu yang mereka jalankan, jadi akan ada satu titik dimana informasi positif mengenai sawit akan membuat NGO tersebut paham dan sadar.
Dari tahun ke tahun, isu negatif terhadap kelapa sawit terus muncul dan selalu berganti-ganti, misalkan dulu kita tahu CPO dituding mengandung lemak jahat tetapi isu ini dapat terjawab dan selesai begitu saja. Selanjutnya, datang isu pembakaran hutan dan tuduhan perkebunan sawit menekan populasi orang utan. Jadi, kelapa sawit akan menerima tudingan negatif sampai dunia ini berakhir, mungkin cukup ekstrem kalau dikatakan seperti ini.
Pasalnya, produktivitas kelapa sawit ini sangatlah tinggi dan sulit disaingi minyak nabati lain seperti bunga matahari, kedelai, dan rapeseed. Mesti diakui, produktivitas CPO mencapai 4 ton per hektare per tahun yang jauh lebih tinggi dibandingkan minyak kedelai tidak sampai satu ton per hektare per tahun. Ditinjau dari aspek biaya produksi minyak sawit dibawah dari minyak nabati lainnya.
Upaya melawan isu negatif ini kami lakukan dengan menggandeng para ahli untuk dapat memberikan informasi berimbang terkait sawit, misalkan isu gambut dan emisi karbon lingkungan. untuk regulasi.
Dalam tiga tahun mendatang, seperti apa pembenahan internal organisasi yang akan dilakukan?
Untuk periode ini, pengurus yang terpilih mesti mendapatkan izin dari atasannya supaya dapat terlibat di organisasi. Pertimbangan inilah yang menyebabkan kepengurusan sekarang terlambat dibentuk. Di periode sebelumnya, pengurus sulit dapat menghadiri rapat akibat tidak adanya izin dari pimpinan perusahaan. Jadi, saya berupaya memperbaiki kondisi ini sehingga tidak akan ada alasan seperti tadi.
Selain itu, dibentuk pula kompartemen baru seperti kompartemen sustainability, bidang advisory and grievance. Dengan adanya divisi baru membantu penyelesaian masalah lebih terfokus karena tantangan di masa depan sangatlah besar. Memang, kepengurusan sekarang ini banyak pendatang baru dengan harapan muncul beragam pikiran cemerlang dan bagus karena pelaku sawit menghadapi masalah sama.
Harus diakui tidak ada fit and proper test dalam pemilihan pengurus. Kalaupun ada pengurus yang kurang cocok di satu bidang sebenarnya tidak menjadi masalah karena mereka dapat terlibat sharing. Kepengurusan ini merupakan perpaduan antara orang baru dan orang lama, bahkan banyak pula anak-anak muda sehingga dapat dikatakan proses regenerasi juga.
Masuknya anggota dewan pembina baru seperti Chairul Tanjung dan Sandiaga Uno, diharapkan akan membantu kinerja GAPKI nantinya. Selain itu, mereka adalah teman saya yang paham bahwa posisi saya menjadi ketua bukan ditujukan gagah-gagahan semata, sehingga mereka pun siap mendukung dan masuk ke dalam dewan pembina.
Kalangan pelaku sawit seringkali merasa dirugikan dengan regulasi yang dibuat pemerintah. Sejauh ini, seperti apa keterlibatan GAPKI dalam pembahasan regulasi?
Sebenarnya, pemerintah sejauh ini selalu melibatkan asosiasi ketika membahas rancangan peraturan yang akan terbit. Dalam forum tersebut, asosiasi selalu memberikan saran dan masukan kepada pemerintah. Ironisnya, aspirasi kami jarang didengar dan diserap oleh pemerintah ketika regulasi tersebut diputuskan. Pada akhirnya, isi regulasi tadi jauh dari apa yang kita harapkan dan berbeda hasilnya. Namun, sebagai warga negara kami tetap mengikuti dan mematuhi aturan tersebut.
Terkait moratorium, aturan ini semenjak dari awal menjadi fokus dari asosiasi dan terus dipantau. Tadinya, semua hutan termasuk hutan sekunder akan dimasukkan ke dalam peraturan moratorium setelah ada usulan yang mendasar dari asosiasi barulah ditetapkan hutan primer saja yang dilarang untuk digunakan bagi kepentingan perkebunan.
Setelah moratorium ditetapkan ke dalam peraturan presiden, sudah pasti kami terima karena mengikuti keputusan pemimpin negara ini. Kendati demikian, pelaku usaha meminta moratorium tidak diperpanjang lagi. Secara subjektif, kebijakan moratorium ini akan dihentikan karena kementerian terkait juga merasakan moratorium ini kurang efektif.
Berdasarkan delapan hambatan yang telah diidentifikasi GAPKI. Masalah apa yang diprioritaskan supaya dapat segera selesai ?
Sebenarnya delapan hambatan yang disampaikan di Musyawarah Nasional GAPKI VIII pada April kemarin, merupakan hal utama semua. Tetapi, kami mengharapkan tata ruang cepat dituntaskan karena pelaku sawit menginginkan ketenangan untuk berinvestasi di dalam negeri. Tidak selesainya tata ruang ini sangat membahayakan industri sawit nasional karena status lahan perkebunan masih kurang jelas. Sebagai contoh, ada perusahaan perkebunan negara yang ingin memperpanjang Hak Guna Usaha (HGU) tetapi tidak bisa malahan lahannya diminta untuk dikembalikan menjadi hutan.
Bagaimana dukungan GAPKI untuk kebijakan ISPO?
Jadi begini, keputusan asosiasi yang keluar dari Roundtable on Sustainable Palm Oi (RSPO) bukan hal mudah karena mesti konsultasi dengan banyak pihak. Pada akhirnya, memang kami mengambil keputusan tidak menjadi anggota RSPO lagi. Namun, asosiasi tidak melarang anggotanya yang tetap berminat masuk RSPO.
Setelah keluar dari RSPO, secara bersamaan mulai terbit kebijakan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) sehingga kami berkomitmen untuk mendukung langkah pemerintah ini. Apalagi, aturan ini memang ditujukan bagi kepentingan industri sawit dalam negeri.