JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkelapasawitan diminta untuk ditunda pada tahun ini. “Sebaiknya DPR menunda pembahasan RUU Perkelapasawitan yang menjadi target untuk disahkan dalam Masa Persidangan III Tahun Sidang 2018-2019,” dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi majalah Sawit Indonesia, pada Rabu (16 Januari 2019).
Menurut Gunawan, RUU perkelapasawitan menghadapi sejumlah tantangan dalam pelaksanaannya. Pertama mengenai aspek hukum terkait UU Nomor 39/2014 tentang Perkebunan. Beberapa pasalnya yang terkait perizinan dan pertanahan, perbenihan, dan konflik agraria dinyatakan inkonstitusional oleh Mahmakah Konstitusi.
Dan, aturan turunan dari UU Perkebunan, khususnya dalam hal kemitraan usaha perkebunan dan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat seharusnya disesuaikan putusan Mahkamah Konstitusi.
Kedua, lanjut Gunawan, masalahnya ada di tata kelola perkebunan sawit. Untuk mengatasi permasalahan ini Presiden Jokowi telah mengeluarkan Intruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit. “DPR seharusnya melaksanakan fungsi pengawasan sejauh mana Inpres tersebut dijalankan,” pungkasnya.
Dalam pandangan Gunawan adanya hubungan yang kuat antara Inpres Moratorium Sawit dan Perpres Reforma Agraria dengan putusan Mahkamah Konstitusi terkait penguatan perkebunan rakyat yaitu di bidang pertanahan dan kemitraan.
“Di bidang pertanahan, memastikan pengalokasikan 20 % dari pelepasan kawasan hutan dan dari Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan sawit, serta pendayagunaan HGU yang habis masanya, tanah terlantar dan tanah kelebihan maksimum untuk diredistribusikan kepada rakyat dalam rangka memperkuat perkebunan rakyat,” imbuhnya.
Gunawan menuturkan di bidang kemitraan, usaha perkebunan dan fasilitas pembangunan kebun masyarakat juga harus dievaluasi karena terkait pengurusan izin dan HGU, peningkatan produktivitas dan perlindungan petani.
Skema kemitraan bertujua untuk penguatan perkebunan rakyat bukan pengambilalihan perkebunan rakyat dengan dalih pengelolaan satu manajemen. Untuk itu, Pemerintah dan DPR perlu memastikan pembaruan pola kerja sama kemitraan usaha perkebunan sehingga petani tidak kehilangan tanah, transparansi keuangan kredit serta mendapat perlindungan dan pemberdayaan pemerintah utamanya dalam hal pendanaan, perlindungan harga dan masa depan petani pekebun swadaya.