JAKARTA, SAWIT INDONESIA – Hashim Djojohadikusumo Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra menyatakan partainya menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkelapasawitan tahun 2017. Sebab, aturan tersebut tidak sesuai dengan prinsip perlindungan lingkungan hidup, pelestarian hutan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
“Partai Gerindra selalu berusaha memperhatikan prinsip-prinsip yang sesuai dan benar bagi masa depan bangsa Indonesia di mana kami merasa RUU Perkelapasawitan ini akan justru merugikan rakyat dan bangsa Indonesia di masa mendatang,” kata Hasyim dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa (6/6/2017).
Saat ini, RUU Perkelapasawitan, kata dia, masih dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR. Keberadaan aturan ini justru lebih banyak memberikan keringanan dan kesempatan kepada perusahaan perkebunan sawit ketimbang petani (pekebun) kelapa sawit.
Hal ini, menurut dia, terlihat pada pada pasal 18 yang memberikan insentif dan keringanan kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Atas hal itu, Hasyim berharap RUU Perkelapasawitan jangan sampai dijadikan alat atau memberi celah perusahaan tersebut untuk dapat beroperasi di areal gambut (pasal 23), yang justru bertentangan dengan upaya negara untuk melindungi ekosistem gambut berdasarkan pada PP No 57 tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
“PP Perlindungan gambut menyebutkan setiap orang dilarang membuka lahan baru sampai ditetapkannya zonasi fungsi lindung dan fungsi budidaya pada areal ekosistem gambut untuk tanaman tertentu,” jelasnya.
Dengan demikian, Hasyim menyebut RUU Perkelapasawitan hanya akan membuat target Pemerintah Indonesia memulihkan 2.4 juta hektare lahan gambut menjadi sulit tercapai.
Dengan demikian, Hasyim menyebut RUU Perkelapasawitan hanya akan membuat target Pemerintah Indonesia memulihkan 2.4 juta hektare lahan gambut menjadi sulit tercapai.
Sementara itu, Supratman Ketua Badan Legislatif DPR mengatakan, apabila ingin memperjelas pengaturan perkelapasawitan semestinta dimulai dari UU Perkebunan, di mana dari sisi perizinannya tidak berbeda dengan RUU Perkelapasawitan dan dari aspek perencanannya justru lebih komprehensif.
Menurutnya ada beberapa hal tidak disertakan secara jelas pada RUU Perkelapasawitan selain pasal terkait insentif dan lahan gambut yang perlu dikaji ulang seperti hak ulayat dan kejahatan koperasi, beneficiary ownership, kepemilikan nomor pokok wajib pajak, ketaatan pembayaran pajak dan penerimaan negara bukan pajak
“Selain itu, perlu detail sanksi pidana sehingga perlu dihentikan pembahasannya dan dikaji ulang,” jelas Supratman yang juga politisi Partai Gerindra.
Menurutnya, apabila RUU ini disahkan maka akan melegalkan perkebunan ilegal yang belum diselesaikan masalahnya.