Dia bilang begini, “Soal industri karet, kira-kira berapa lama lagi bisa bertahan?”
Saya terdian sejenak, lantas berkata, “I’m not sure, if I understand the question”. Saya kurang paham maksud pertanyaannya. Ia pun menjelaskan konteks pertanyaannya.
“Coba lihat industri wol di Australia dan tempat lain. Karena persaingan dengan wol sintetis, serat sintetis, kalah semua. Gulung tikar”, katanya menunjukan kekhawatiran.
Perkembangan teknologi pada saat itu memuncuklan peryataan bahwa komoditas yang dihasilkan dari alam bisa digantikan oleh bahan-bahan tiruan. Produk-produk imitasi itu tentu jauh lebih murah biaya produksinya ketimbang mengusahakan dari alam yang memakan waktu lama. Kendati demikian, masing-masing memiliki keunggulan yang tak tergantikan.
Saat itu selain wol, karet alam pun mulai mendapat saingan dari karet sintetis. Posisi karet sintetis dipasaran mulai menjepit posisi karet alam. Sama halnya dengan barang sintetis lainnya, karet sintetis pun tak membutuhkan biaya sebesar menghasilkan karet alamiah.
“Bagaimana dengan persaingan in? Berapa lama karet alam bisa bertahan ?” katanya dengan wajah penasaran kepada saya.
Sumber : Derom Bangun